Share

Kesekian Kalinya

last update Last Updated: 2024-04-30 10:40:22

‘’Nel, kamu harus jujur sama aku. Di mana sih kamu pesen makanan tadi sore?’’ tanya Mas Deno, wajahnya tampak memerah. Aku tetap sibuk bermain dengan putriku, tak menggubris pertanyaan itu

‘’Nel! Kok kamu nggak dengerin, Mas!’’ Seru Mas Deno, suaranya mulai naik. Aku menoleh sekilas.

‘’Apaan sih, Mas? Orang lagi sibuk main dengan Naisya juga!’’ jawabku ketus.

Tanganku sibuk menyusun mainan Naisya, sementara Mas Deno seperti menunggu jawaban dariku.

‘’Apa salahnya sih jawab pertanyaan doang,’’ gerutunya. Membuatku mendesah pelan.

‘’Kamu aneh-aneh aja sih, Mas. Ya, di restoran Minanglah. Masa di toko emas.’’

‘’Iya. Di restoran Minang, oke. Nama restorannya apa? Kamu sih, tinggal bilang aja kok repot amat,’’ desak Mas Deno, kali ini nada suaranya lebih keras.

Membuat aku hampir tertawa, akan tetapi aku berusaha menahan tawaku agar tak meledak.

‘’Bukan aku yang pesen. Temenku yang pesanin kemaren.’’

‘’Hah? Apa? Temen kamu?’’ Dia tampak terkejut, matanya membelalak.

‘’Iya, temenku. Kenapa, Mas?’’ Aku menjeda ucapanku.

‘’Jangan-jangan kamu dekat dengan temenku lagi. Ayoo ngaku!’’ serangku, tapi jelas sekali dia terlihat gugup.

‘’Rasain tuh, Mas!’’ Aku terkekeh dalam hati.

‘’A—aku kenal temenmu?’’ Mas Deno tergagap.

‘’E—enggaklah, emang siapa sih nama temenmu itu?’’ Aku berusaha menahan tawa.

Bagaimana kalau aku buat dia lebih kaget lagi. Dia pasti ngga akan mau mengakui pengkhianatannya kok.

‘’Ahh! Aku nggak mau gegabah. Mainnya tuh pelan-pelan aja,’’ bisik hatiku.

‘’Elsa, nama temenku. Mas kenal Elsa?’’

‘’E—enggak,’’ sahutnya cepat, secepatnya dia menggeleng dan memalingkan wajah. Entah apa yang ada di pikiran lelaki pengkhianat itu.

‘’Kamu nggak boleh lagi mesen menu yang kayak gitu!’’ kata Mas Deno ketus.

‘’Lah, kok begitu? Masakannya enak banget loh, Mas. Kok kamu aja yang nggak suka. Aneh deh!’’ 

‘’Atau lidahmu tebal kali ya? Ngga tahu mana rasa yang enak,’’ lanjutku yang berusaha menahan tawaku.

Aku tahu semua ini hanya cara Mas Deno untuk menutupi perselingkuhan dan kebohongan yang dia lakukan padaku. Dia pikir aku wanita bodoh. Aku bukan Nelda yang dulu. Aku lebih licik dari apa yang dia kira.

 ‘’Pokoknya aku nggak suka! Jangan kamu ulangi lagi mesen menu itu!’’ serunya, urat leher Mas Deno tampak tegang. Dia segera keluar dari kamar, membanting pintu dengan keras.

‘’Astaghfirullah! Dari sana aja udah kelihatan aneh sikapmu, Mas,’’ gumamku, sambil mengelus punggung Naisya yang tampak terkejut dengan suara pintu barusan. Aku menyodorkan botol minuman.

‘’Minum dulu, Sayang!’’ Naisya segera meneguk airnya hingga tandas, senyumannya membuat hatiku sedikit terobati.

‘’Anak satu-satunya Mama nih.’’ Aku mengambil kembali botol yang kosong, lalu mengecup kening putriku, dia tampak tersenyum memandangiku. 

‘’Karena kamu Mama jadi sekuat ini, Nak,’’ bisikku pelan.

Meski di depan Naisya aku selalu tersenyum, hati ini sebenarnya hancur. Mas Deno, lelaki yang kuberikan seluruh kepercayaanku, dia tega mengkhianatiku. Seharusnya aku menyisakan sedikit ketidakpercayaanku terhadapnya.

Dari awal, aku menemaninya dari nol. Tapi setelah dia naik jabatan, dia malah bermain api di belakangku. Bahkan sudah empat tahun dia bersama wanita itu.

Terdengar olehku langkah kaki menuju kamar. Aku yakin itu adalah langkah kaki si lelaki pengkhianat. Dia bergegas memasuki kamar dan mengambil kunci mobil yang tergantung di lemari.  Ke mana dia malam begini?

‘’Nel, aku mau pergi dulu. Temenku ngajak nongkrong di luar,’’ pamitnya.

‘’Oke, Mas. Tapi jangan pulang larut malam,’’ sahutku tanpa menoleh dan kembali fokus bermain bersama Naisya. Dia tak menjawab, malah bergegas melangkah ke luar dari kamar. 

‘’Apa bener kamu cuma nongkrong dengan temenmu saja, Mas? Atau nongkrong dengan selingkuhanmu itu?’’ gumamku tersenyum sinis. 

Aku tahu apa yang harus aku lakukan untuk membuktikan dia nongkrong dengan teman kantornya atau nongkrong dengan selingkuhannya itu. Rasa curiga yang semakin kuat memaksaku untuk mencari tahu kebenarannya. Aku bergegas mengambil ponselku.

Berdering?

‘’Assalamualaikum, Nel! Tumben kamu nelpon malem begini.’’

‘’Waalaikumussalam. Mas Deno di tempat kamu nggak, Ndra?’’ tanyaku pada Andra, teman kantor Mas Deno.

‘’Enggak tuh, emangnya Deno belum pulang?’’

‘’Atau kamu ngajak Mas Deno nongkrong malem ini?’’ tanyaku yang tak menjawab pertanyaannya.

‘’Enggaklah, aku aja lagi di rumah mertuaku nih.’’

Allah! Aku semakin merasa curiga.

‘’Ya udah, makasih banyak ya, Ndra. Jangan bilang ke Mas Deno kalo aku nyariin dia.’’ Aku segara memutuskan sambungan telepon. 

Aduuh! Siapa lagi yang akan aku hubungi untuk mencari kebenaran ini.  Andi? Ya, Andi juga teman dekatnya Mas Deno, sekaligus teman kantornya. 

‘’Assalamualaikum. Ada apa, Nel?’’

‘’Waalaikumussalam, Ndi. Kamu sama Mas Deno nggak? Atau janjian nongkrong dengan dia malem ini gitu?’’

‘’Enggak, Nel. Kebetulan aku lagi main sama anakku nih. Nggak bisa keluar. Emang si Deno nggak di rumah?’’

Jleb! Aku semakin curiga dan yakin kalau suamiku nongkrongnya sama si pelakor itu. 

‘’Ya udah, makasih banyak ya, Ndi? Jangan bilang kalo aku nyariin Mas Deno.’’ Aku segera memutuskan telepon dan menghela napas kasar. 

Kupandangi Naisya mulai menguap. Segera kubereskan mainan yang tergeletak di depannya, lalu membaringkan Naisya di sebelahku dan menepuk pelan pantatnya. Tak lama kemudian dia pun terlelap. Hatiku sungguh tak tenang malam ini. Bagaimana kalau aku tanya saja sekalian kepada wanita itu?

 Apa aku akan kuat jika terbukti suamiku  nongkrong dengan selingkuhannya? Tanpa pikir lagi, aku mengambil kartu SIM rahasiaku di bawah kasur. Aku segera mengganti kartu SIM dengan kartu SIM rahasia, khusus menghubungi pelakor.

‘’Selamat malam, Mba! Mba, aku mau nanya nih. Mas Deno sama Mba sekarang nggak? Aku cuman mau memastikan aja.’’ 

Aku memberanikan diri mengirimi pesan ke pelakor itu. Tampak centang dua, tetapi belum berwarna biru.  Aku sungguh mencemaskan suamiku.

P sedang mengetik? 

Hatiku berdebar kencang di saat wanita itu sedang mengetikkan balasan pesan.

‘’Selamat malam! Iya, Mel. Masmu lagi sama aku nih. Dia manja banget tahu nggak, nggak bisa jauh dari aku.’’

Jleb! Lemas lunglai tubuhku, seakan-akan tulang belulangku lepas begitu saja. Air mata membasahi pipi tanpa bisa dicegah, dadaku terasa sesak.

‘’Ya Allah! Ternyata benar dugaanku. Sudah kesekian kalinya aku dibohongi. Bodoh banget aku jadi wanita.’’ Aku menyeka air mata dengan kasar. Kubiarkan benda pipih itu tergeletak di tempat tidur.

‘’Emang kenapa, Mel? Istrinya nyariin Mas Deno ya? Bilang aja nggak tahu atau kamu bilang sama aku juga nggak apa-apa kali ya. Supaya dia sadar, kalo dia nggak menarik lagi di mata Mas Deno.’’

Allah! Kuatkan aku. Jangan biarkan aku jadi wanita yang rapuh. Air mata terus saja membasahi pipiku dan dadaku terasa kian sesak.

‘’Nggak, Mba. Aku penasaran aja. Udah dulu ya. Jangan dibilangin kalo aku sedang nyariin Mas Deno.’’ Tanganku bergetar hebat mengetik pesan balasannya. Segera kukirimkan dan bergegas mengganti kartu SIM dengan kartu lama kembali.

‘’Apa kurangnya aku coba?’’ ucapku lirih di sela isakan tangisku.

 Air mata tak dapat lagi kubendung. Duniaku terasa runtuh. Bagaimana mungkin aku yang selama ini berusaha menjadi istri yang baik, malah disakiti seperti ini? Apa kurangnya aku? Rasanya air mata tak ada lagi tersisa untuk menangisinya.

Ternyata aku salah selama ini. Lelaki yang bersikap manis dan romantis belum tentu tak berkhianat. Terkadang itu hanya sebagai penutup kesalahan dan pengkhianatannya saja agar tak kita ketahui.

Aku sungguh tak habis pikir. Kenapa hatinya semudah itu berpindah kepada wanita lain? Lalu di mana kurangnya aku? Aku benar-benar tak habis pikir.

Secantik apakah si pelakor itu? Sampai suamiku tergila-gila dan berpaling dariku. Kepalaku makin berdenyut dan pikiranku sungguh kacau. Suara di luar sana membuyarkan lamunanku. Aku menghela napas panjang.

‘’Bu, Ibu nggak makan malem? Udah Bibi siapkan nih.’’ 

‘’Astaghfirullah! Ternyata aku belum makan sama sekali. Baru tadi sore makan dengan menu pesanan si Pelakor itu,’’ desahku pelan sambil mengusap air mata yang kembali menetes.

Aku menghembuskan napas pelan.

‘’Eh, iya, Bi. Aku lagi nggak ada selera,’’ jawabku seadanya. Memang itulah yang aku rasakan saat ini—selera makanku lenyap begitu saja.

‘’Ibu sakit? Bibi bawa ke rumah sakit, ya?’’ 

‘’Nggak, Bi. Aku baik-baik aja kok.’’

‘’Bibi masuk ya?’’ Tanpa menunggu jawaban, Bibi Sum bergegas memasuki kamarku yang tak dikunci.

‘’Kenapa mata Ibu sembab?’’ tanya Bibi Sum kaget, tatapannya tak bisa menyembunyikan kekhawatiran. Aku hanya bisa menunduk, berusaha keras menahan air mata yang ingin jatuh lagi.

‘’Nggak ada, Bi.’’

‘’Jangan bohongi Bibi. Ceritalah, Bu,’’ katanya lembut, Bibi Sum mendekatiku.

Membuat dadaku terasa sesak. Ingin sekali rasanya aku menceritakan semua yang aku rasakan, berharap pikiranku bisa lebih tenang dan bebanku sedikit terangkat. Ingin sekali aku memeluk Bibi Sum—satu-satunya orang yang selalu ada untukku. Beliau sudah seperti pengganti orang tuaku.

‘’Ba—Bapak selingkuh, Bi.’’ Akhinya kalimat itu keluar dari mulutku. Seketika wajah Bibi Sum berubah, mulutnya ternganga.

‘’A—apa? Ibu serius?’’ Matanya melotot.

Aku hanya mampu mengangguk. Tangisanku tak dapat dibendung lagi. Aku langsung memeluk Bibi Sum erat, menangis sejadi-jadinya, meluapkan semua rasa sakit yang menghimpit dadaku.

‘’Ya Allah, menangislah, Bu. Biar hati Ibu lega. Bibi merasakan apa yang Ibu rasakan. Bibi yakin Ibu pasti kuat,’’ bisiknya lembut sambil mengusap punggungku.

‘’Nggak habis pikir dengan Bapak, kok teganya menduakan Ibu. Apa kurangnya Ibu coba? Cantik, solehah, baik, pinter masak, punya Naisya, dan selalu memanjakan selera Bapak. Lah, apalagi coba?’’  Bibi Sum menggerutu, suaranya terdengar penuh emosi.

‘’Itulah, Bi. Aku juga nggak habis pikir. Apa yang membuat Bapak tega bermain di belakangku.’’ Aku melepas pelukan pelan, menatap Bibi Sum yang masih tampak syok. 

‘’Tapi, Bibi harus janji ya? Tolong jangan sampai Bapak tahu kalo aku sudah mengetahui perselingkuhannya yang selama empat tahun itu.’’ Aku mengenggam tangan Bibi Sum erat, memohon.

‘’Empat Tahun?’’ ulang Bibi dengan mata terbelalak. Aku hanya mengangguk lagi, air mata kembali mengalir di pipiku.

‘’Ya Allah, jadi sudah 4 tahun Bapak berselingkuh dan baru sekarang Ibu tahu?’’ Aku kembali mengangguk, terlalu lelah untuk berkata-kata.

‘’Bibi nggak tahu harus bilang apa. Tapi Bibi yakin, Ibu pasti kuat dan jangan paksakan diri kalo Ibu memang nggak bisa bersama Bapak. Jangan lupa selalu berdoa sama Allah ya, Bu? Minta yang terbaik pada-Nya. Ini demi Naisya, Ibu harus kuat,’’ kata Bibi dengan tegas, sambil mengenggam tanganku lebih erat. Ucapnnya membuatku sedikit kuat.

‘’InsyaaAllah, Bi. Doakan aku selalu ya, supaya tetap kuat. Makasih banyak Bibi udah mendengarkan semua curhatanku,’’ ucapku parau.

‘’Bibi akan selalu doakan dan support Ibu. Pokoknya kalau ada apa-apa, jangan ragu cerita ke Bibi, ya? Jangan sungkan,’’ katanya lembut, memberikan senyuman penguat.

‘’Ya udah, Ibu istirahatlah! Selagi Naisya masih tidur.’’ Bibi Sum menepuk pundakku pelan sebelum melangkah keluar dari kamar.

Aku hanya bisa mengangguk, tetapi sejenak setelah dia pergi, pikiranku kembali pada Mas Deno. Membuat aku terisak.

‘’Ngapain aja kamu sama selingkuhanmu itu, Mas? Kenapa jam segini masih belum pulang?’’

Bersambung.

Jangan lupa tinggalkan jejak ya jika suka, support aku dengan cara beri ulasan, komen, dan follow akunku. Terima kasih.❤

F*: Nike Ardila

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kuserahkan Suamiku Kepada Pelakor   Ending

    Setelah bersalaman dengan mertua, sahabat, dan juga anakku. Saatnya kami berdua menaiki pelaminan. Lelakiku itu mengenggam erat tanganku untuk melangkah menuju pelaminan. Para tamu undangan pun langsung mengucapkan selamat dan bersalaman dengan kami berdua.‘’MaasyaaAllah. Mba Nelda? Akhirnya bertemu dengan Penulis favoritku.’’ Wanita yang kuperkirakan umurnya dua puluhan itu bergegas memelukku.‘’Alhamdulillah. Senang banget bertemu, Kakak.’’ Kami melepaskan pelukan. Matanya berbinar menatapku.‘’Semoga langgeng sampe Kakek Nenek yah, Mba.’’‘’Aamiin Ya Allah. Makasih banyak loh.’’Ternyata ada banyak pembaca yang kuundang hingga membuat kami tak bisa duduk beristirahat di kursi pelaminan karena menjabat tangan mereka satu-persatu.‘’Tapi kok Naisya belum ketemu sama aku sejak tadi?’’ Mataku sibuk mencari keberadaan si kecil.‘’Mama! Papa!’’ teriaknya yang membuat aku tertawa, anakku bergegas memelukku. Ternyata dia bersama Fani.‘’Duuh sayangnya Mama nih.’’ Aku memeluknya dengan era

  • Kuserahkan Suamiku Kepada Pelakor   Hari yang Kutunggu

    Seminggu kemudian, hari yang kutunggu-tunggu pun tiba. Semua persiapan pernikahanku Fani dan teman-temannya yang mengurus. Aku tengah duduk di depan cermin. MaasyaaAllah, aku terlihat begitu cantik dan anggun dengan polesan make up tipis dari Sang Perias.‘’Akhirnya aku melepas masa jandaku. Semoga ini adalah pernikahan terakhirku seumur hidup dan semoga Reno imam terbaik untuk aku, juga jadi Papa sambung buat anakku.’’ Aku tersenyum memandangi bayangan wajahku di pantulan cermin.Ini adalah pernikahanku yang kedua kalinya. Sebelumnya tak pernah terniat di hatiku untuk menikah lagi, aku hanya ingin menikah sekali seumur hidup. Namun, apalah daya. Allah berkehendak lain. Lelaki itu selingkuh selama empat tahun lamanya. Menyisakan trauma dan luka yang mendalam. Hingga akhirnya datang seseorang yang dengan pelan-pelan bisa mengobati rasa luka dan traumaku. Dialah yang akan jadi calon imamku. Harapanku semoga ini adalah pernikahan terakhir dalam hidupku.‘’Cie-cie ada yang senyam-senyum

  • Kuserahkan Suamiku Kepada Pelakor   Dilamar?

    ‘’Happy birth day, Om Reno.’’ Kali ini Naisya yang mengucapkan.‘’Makasih, Dik. Sayangnya Om Reno nih.’’ Tangannya mengelus kepala Naisya.‘’Ini kadonya dari aku, Om.’’ Anakku bergegas menyodorkan kado yang membuat para tamu undangan tersenyum.‘’Wah, ini Adik yang membungkus kadonya? Bagus banget. Makasih ya.’’ Lelaki itu langsung mengambil kado dari tangan Naisya lalu memandangi kado yang bersampul panda itu.‘’Bibi yang menyiapkan, Om. Dan uang untuk membeli kadonya minta ke Mama,’’ katanya dengan polos, berhasil membuat para tamu tertawa.Begitu juga dengan Reno dan orangtuanya. Aku memberi kode agar si Bibi memberikan kado yang tengah dipegangnya sedari tadi. Bibi langsung memberikannya padaku.‘’Dan ini dari aku ya, Ren. Jangan dilihat dari harganya. Tapi lihatlah siapa yang memberikannya.’’ Senyumannya mengembang lalu bergegas mengambil kado yang kusodorkan.‘’Makasi ya,’’ kata lelaki itu dengan suara lembut. Entah kenapa hatiku jadi tersentuh.***Tak ada acara hembus lilin. H

  • Kuserahkan Suamiku Kepada Pelakor   Dia Ternyata...

    Setahun kemudian..Hari ini adalah ulang tahun Reno, lelaki yang selama ini kukira tidak baik. Lelaki yang selama ini aku ragukan ketulusan hatinya. Ternyata dia memang lelaki yang baik dan peduli padaku, terutama pada Naisya. Dia banyak sekali berkorban untukku dan juga anakku. Akibat kepeduliannya itu membuat sikap dinginku lenyap, apalagi Naisya sangat senang bermain dengan lelaki itu. Hingga sosok almarhum Papanya bisa digantikan oleh Reno. ‘’Udah setahun lebih tanpa kehadiran Mas Deno di sisiku dan juga Naisya. Semoga kamu tenang di alam sana ya, Mas. Dan diampuni segala dosa-dosamu,’’ lirihku sambil mematut diri di cermin.Ya, sudah setahun lebih lamanya aku menjanda. Sedangkan sahabatku Fani sudah menikah duluan dengan Fahmi, lelaki pilihan Mamanya. Yang ternyata dia adalah lelaki baik.Seiring berjalannya waktu rasa luka masa lalu itu dengan pelan mulai sembuh, disembuhkan oleh lelaki baik yang bernama Reno. Malaikat yang dititipkan Allah untukku.‘’Ma, yuk kita jalan sekaran

  • Kuserahkan Suamiku Kepada Pelakor   Video Siapa?

    Dua hari kemudian..Anak semata wayangku sudah bisa dibawa pulang, Alhamdulillah panasnya sudah turun. Ya, walaupun dia sering memanggil nama Papanya. Terutama di saat tengah tertidur pulas. Sesuai prediksi Dokter Nira, anakku itu kemungkinan tengah merindu berat pada Papanya. Ditambah dia kekurangan istirahat, dia sering begadang karena tak bisa tidur beberapa hari kemarin.Aku pun sudah mencoba menghubungi nomor kontak Mas Deno, tapi nihil. Lelaki itu malah mereject telepon dariku, bahkan sudah berulangkali aku hubungi namun sekali pun tak diangkatnya. Apa dia tak kepikiran Naisya di sana? Apa dia tak mengalami hal yang sama seperti Naisya yang tengah rindu berat padanya? Atau karena dia sedang asyik bersama si pelakor itu? Jadi lupa sama anaknya? Aku menghela napas lega. Biarkan saja lelaki itu, toh dia tak kan mau peduli pada anakku. Biarkan saja aku yang membesarkan dan mendidik Naisya.****Hari ini aku bersyukur sekali, karena anakku bisa dibawa pulang. Aku mengusap kepala putr

  • Kuserahkan Suamiku Kepada Pelakor   Kenapa Harus Dia?

    Tanpa berkata apapun aku bergegas berpindah posisi duduk. Aku memeluk putriku di kursi belakang. Sedangkan lelaki yang bernama Reno itu langsung melajukan si roda empat. Ya, kali ini aku tak boleh egois. Yang paling penting sekarang Naisya tiba di rumah sakit dan mendapatkan perawatan dari dokter. Aku terus saja mengecup kening putriku yang tengah dalam pangkuan. Kubelai rambutnya.‘’Sayang, Adik pasti kuat. Yang sabar ya, Nak. Sebentar lagi kita pasti akan sampe di rumah sakit,’’ kataku lirih.Kuraba kepalanya, membuat aku semakin cemas. Panas anakku malah semakin naik.‘’Ya Allah! Kuatkan anakku. Sembuhkan dia.’’‘’Nel, kamu yang tenang ya. Banyakin berdo’a,’’ kata lelaki yang tengah fokus menyetir itu sesekali melirik ke belakang lewat kaca spion.Entah kenapa kali ini membuat hatiku lebih tenang. Ada apa denganku?Tak berselang lama mobilku sudah tiba di depan rumah sakit. Lelaki itu bergegas turun. Aku yang akan membuka pintu mobil membuat tanganku terhenti. Karena lelaki itu sud

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status