Share

Perjanjian

"Ky-Kyra..."

Kyra benci hidup diatur-atur. Sejak kecil, hidupnya selalu diatur. Ia tidak bisa bebas menentukan apa yang dia mau. Ia didoktrin oleh Pratama dan Nirmala. Hal itu membuatnya stres. Ia beberapa kali berpikir untuk bunuh diri, tapi ia selalu takut untuk melakukannya. Perjodohan kali ini pun sama. Ia tak menyangka bahwa jodoh sehidup-sematinya akan ditentukan oleh orang tuanya, bukan Tuhan. Padahal, ia selalu menginginkan yang namanya cinta pertama dan terakhir.

"Aku nggak suka dijodohin. Aku capek jadi bonekanya Ayah dan Bunda," sebut Kyra. Ia pun menatap Raka dengan tatapan dalam. Tak ada senyum di sana, hanya ada kesuraman. "Kakak mau dijodohin kayak gini?"

Raka tak langsung memberikan jawaban. Kyra tahu bahwa Raka ragu, seakan ia takut memberikan jawaban yang salah. "Tujuan perjodohan ini adalah kerja sama bisnis. Jika perusahaan kami bisa bekerja sama dengan Mahesa, kami akan diuntungkan. Mahesa juga akan diuntungkan dengan kerja sama ini. Aku terima perjodohan ini untuk bisnis," jelas Raka dengan tak beremosi.

"Meski tanpa dasar cinta?" tanya Kyra.

Raka mengangguk. "Cinta bisa dipupuk pelan-pelan seiring berjalannya waktu. Soal cocok atau nggak, itu urusan belakangan," jawab Raka. Entah kenapa, Kyra merasa jawaban itu terdengar sangat dingin dan tidak berperasaan.

Kyra mengangguk. Ia tak bisa menyalahkan pemikiran Raka, karena setiap orang punya tujuan hidup masing-masing. Ia juga tak bisa memaksakan Raka untuk berpikir seperti dirinya.

"Tapi, kalau kamu nggak mau, kita bisa nolak perjodohan ini," kata Raka.

"Nggak, nggak bisa," jawab Kyra. Ia menyandarkan punggungnya, lalu menaruh kepalanya di atas sandaran. Ia memandang langit malam yang hampa, hanya ada bulan sabit yang tertutup gurat awan tipis. "Ayah dan Bunda mau perjodohan ini terjadi. Kalau nolak, baik aku atau Kakak yang ngomong, tetep aku bakal dalam masalah besar. Aku ini bonekanya Ayah dan Bunda."

"Ma-Maksudmu apa?"

Kyra menegakkan kepala dan tubuhnya kembali, lalu ia tersenyum. "Apa Kakak mikir aku ini beneran kayak Dewi Matahari yang selalu senyum sana-sini, nyapa orang-orang dengan ramah, dan selalu tertawa seakan nggak punya beban?"

Ekspresi Raka berubah. Dia tampak terkejut, tapi di saat yang sama dia juga terlihat cemas. "Se-Sebenernya, ada apa?" tanyanya.

Kyra bukan orang yang suka mengumbar masalah hidup. Ia tidak mau orang-orang melihat dirinya yang penuh masalah. Ia ingin menjadi orang yang penuh semangat dalam hidup seakan benar-bensr tak punya masalah hidup, itu karena dia ingin menyemangati dirinya sendiri. Tapi, untuk kali ini, dan hanya pada Raka, entah kenapa ia ingin terbuka dan jujur.

"Kalau perjodohan ini dibatalin, apapun alasannya, Ayah dan Bunda bakal mikir kalau ini karena kesalahanku. Aku nggak tau hukuman apa yang bakal aku terima," jawabnya, lalu ia tersenyum. "Kalaupun perjodohan ini berlanjut, nantinya kalian bakal kecewa sama aku, dan Ayah-Bunda bakal tetap nyalahin aku. Apapun keputusannya, posisi aku selalu sama di mata Ayah dan Bunda. Dan, meski pada akhirnya kita nikah, aku nggak akan pernah bisa lepas dari Ayah dan Bunda. Aku bonekanya mereka."

Raka mengerutkan keningnya, namun matanya melotot dan menatap Kyra serius. "Apa yang udah mereka lakuin ke kamu selama ini? Apa itu alasan kamu berpikir untuk bunuh diri?"

Kyra tak menjawab dengan pasti. Ia hanya buang muka untuk kembali menatap pemandangan kota di malam hari. "Aku ngomong gini ke Kakak bukan untuk minta simpati Kakak," sebutnya. Ia kembali menatap Raka, dan kali ini ia menatap Raka dengan serius. "Aku cuma mau minta tolong sama Kakak. Tolong jangan buat masalah, jangan cari masalah. Aku nggak kenal Kakak kayak gimana, tapi aku mau Kakak penuh perhitungan dan hati-hati. Aku masih mau hidup."

"Kyra!" seru Raka emosi. Kyra tahu Raka ingin bicara sejak tadi, ingin memotong ucapannya yang nembuat Raka seperti ketakutan. Dan, seruan Raka adalah bukti bahwa Raka takut dan cemas. "Kalau kamu emang nggak mau perjodohan ini, bisa, 'kan, pilih cara lain?" Ia tampak marah.

"Udah aku bilang, 'kan, kalau aku nggak akan bisa batalin perjodohan ini," jawab Kyra tenang. "Lebih baik perjodohan ini dilanjutkan, karena resiko kerugianku lebih sedikit daripada dibatalin. Tapi, hal itu bisa terwujud kalau Kakak mau bekerja sama," jelasnya. "Jadi, aku mau kita buat perjanjian."

"Perjanjian?"

Kyra mengangguk. "Aku bakal pastiin kalau Mahesa akan ada di bawah D'Kratos saat Kakak udah mengambil alih perusahaan D'Kratos." Raka tercengang. Ia tampak terkejut, tapi juga terlihat tertarik dengan tawaran itu. "Sebagai gantinya, Kakak harus hati-hati dalam setiap tindakan dan keputusan, apapun itu. Aku mau Kakak bicarain dulu ke aku, dan aku bakal lakuin hal yang sama. Aku nggak mau siapaun dirugikan."

Raka mengerutkan keningnya. "Apa keuntungan yang kamu dapat dari perjanjian ini?" tanyanya. "Yang kamu sebutkan, itu untuk keuntunganku semua. Nggak ada keuntungan yang secara pribadi kamu dapatkan."

Kyra tersenyum. "Aku bakal dapetin itu seiring dengan berjalannya waktu. Jadi, Kakak cuma perlu setuju sama perjanjian ini," jawab Kyra. "Gimana?"

"Nggak. Aku juga berhak tahu apa keuntungan yang bakal kamu dapetin. Aku mau tahu apa yang kamu inginkan dari ini," kata Raka tegas.

"Kakak udah tahu, 'kan, apa yang aku mau? Aku udah sebutin dari awal, loh," jawab Kyra.

Raka terdiam dan tampak berpikir. "Kebebasan?"

Kyra mengangguk. "Aku mau lepas dari rantai Ayah dan Bunda," jawabnya. "Lalu, setelah Kakak mendapatkan apa yang Kakak mau, aku akan pergi."

"Pergi?"

Kyra mengangguk. "Aku muak sama hidupku yang diatur-atur ini. Selama aku masih ada di dalam jangkauan Ayah dan Bunda, aku nggak akan bisa mendapatkan kebebasan. Jadi, aku bakal pergi sejauh mungkin, termasuk dari Kakak."

Raka tampak takut. "A-Apa maksudmu? Kamu nggak berencana untuk mati, 'kan?"

Kyra terkekeh-kekeh. "Semua orang bakal mati pada waktunya," jawab Kyra. "Kalau emang kematian itu adalah kunci kebebasanku, aku nggak masalah. Dari awal, itu tujuanku. Kalau bunuh diri itu nggak dosa, udah aku lakuin dari dulu." Ia terkekeh-kekeh lagi.

"Se-Sebenernya, kamu kenapa, Kyra? Apa yang jadi masalahmu? Kenapa kamu selalu ngomongin soal kematian?"

Kyra menepuk pundak Raka pelan. "Bukan apa-apa, dan aku baik-baik aja. Itu yang perlu Kakak tahu. Yah, walaupun Ayah dan Bunda minta aku untuk terlihat selemah mungkin di depan Kakak dan orang tua Kakak, tapi aku nggak akan lakuin itu." Lalu, ia berdiri perlahan-lahan. "Aku ke toilet dulu. Kakak pesenin makanan untukku, apa aja boleh." Lalu, Kyra pun melangkah pergi dari hadapan Raka.

Memang, Pratama dan Nirmala memintanya untuk terlihat lemah demi menarik simpati. Tapi, Kyra tahu bahwa hal itu tidak boleh ia lakukan untuk mencapai tujuannya. Jika Angga dan Tika tahu, kemungkinan besar mereka akan membatarkan perjodohan ini. Penyakit jantung yang ia derita mungkin akan menyulitkannya untuk menghasilkan keturunan yang diinginkan Tika, terutama keturunan yang sehat. Ia tahu bahwa Pratama dan Nirmala belum memperhitungkan kemungkinan di masa depan.

Kyra menahan diri dengan baik di depan Raka. Sebenarnya, ia ingin mengatakan semua hal buruk yang terjadi padanya. Entah kenapa, ia merasa nyaman untuk bercerita dengan Raka. Tapi, ia harus mengendalikan diri. Ia harus tetap terlihat kuat dan baik-baik saja di depan Raka. Ia tak akan menunjukkan kelemahannya, dan ia akan membuktikan pada Raka bahwa ia bisa memberikan Mahesa Group pada D'Kratos nantinya. Dengan begitu, ia akan mendapatkan kebebasan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status