Share

Perjodohan

Urusan persiapan sidang untuk minggu depan sudah selesai, jadi Raka memutuskan untuk pulang ke Tangerang dan bersantai sejenak sebelum kembali ke Bandung untuk berperang agar dapat lulus. Kebetulan, Vino juga pulang ke Jakarta, jadi Raka tak perlu sendirian di apartemen.

Tiga hari lalu, saat Raka baru tiba di rumah, ia langsung diberitahukan oleh papa mamanya bahwa ia harus ikut pada acara pertemuan dengan keluarga Presiden Mahesa Group, yaitu pasangan Pratama Mahesa dan Nirmala Ambarawati. Raka tidak tahu tujuannya, tapi ia tahu pasti bahwa ia diajak mungkin untuk dikenalkan sebagai calon penerus perusahaan. Tapi, pagi tadi, saat mereka sekeluarga sarapan bersama, Raka pun diberitahu tujuan sebenarnya pertemuan itu.

"K-Kyrana?!" seru Raka spontan kala melihat perempuan cantik berbalut gaun selutut itu berdiri di antara Pratama Mahesa dan Nirmala Ambarawati. Raka sudah cukup dibuat terkejut dengan pemberitahuan papa-mamanya bahwa ia dijodohkan. Dan, ia semakin terkejut karena perempuan yang dijodohkan dengannya adalah Dewi Matahari yang ia bantu minggu lalu.

"Loh? Kalian berdua udah saling kenal, toh," kata Nirmala dengan logat Jawa. Lantas, ia tersenyum lebar dengan ekspresi berseri-seri. "Wah, senengnya. Jadi, bakal cepet, dong, ya, prosesnya. Kalau bisa, bulan depan udah lamaran. Terus, dua bulan setelahnya akad dan resepsi. Gimana?" Meski ia bicara dengan pelan, tapi jelas ia sangat bersemangat.

Raka speechless, dia sudah kehabisan kata-kata sejak pagi tadi. Ia tak masalah dijodohkan, tapi akan menjadi masalah jika ia mendapatkan perempuan yang tak baik. Ia tahu ini perjodohan bisnis, dan ia sudah membayangkan akan mendapatkan perelpuan yang matre, arogan, dan sejenisnya. Tapi, jika perempuan itu adalah Dewi Matahari, ia tak tahu apakah ini baik untuknyabatau tidak. Apalagi, Dewi Matahari yang ada di depannya ini mirip sekali dengannya yang dijuluki Dewa Kegelapan. Tidak ada senyum cerah seperti yang ia tahu.

"Ayo, duduk, duduk," ajak Papa pada Pratama, Nirmala, dan Kyra. Papanya duduk bersebelahan dengan Pratama, mamanya duduk bersebelahan dengan Nirmala, sedangkan dirinya duduk berseberangan dengan Kyra. "Nak Kyra udah kenal sama Raka?" tanyanya pada Kyra.

Kyra seperti perempuan yang sudah kehilangan semangat. Senyum lembut yang ia tunjukkan seperti sedang menutupi sesuatu, karena tatapan matanya seperti orang tak bernyawa. "Nggak, Om. Tapi, Kyra tahu tentang Kak Raka. Kak Raka juga pernah nolong Kyra minggu lalu waktu Kyra diganggu preman dekat kampus. Dan, ternyata kami tinggal satu apartemen, cuma beda lantai aja," jelasnya.

"Hah?! Preman?" seru Nirmala. "Kamu, kok, nggak cerita-cerita? Kamu luka, nggak?" Ekspresi wajah Nirmala tampak cemas sekali.

"Kyra nggak mau buat Ayah dan Bunda khawatir," jawab Kyra dengan tatapan bersalah. Namun, di mata Raka, itu lebih seperti ekspresi keterpaksaan. Raka pun semakin merasa aneh. "Tapi, Kyra nggak apa-apa, kok. Ada Kak Raka yang nolongin. Kak Raka juga anterin Kyra sampai depan unit apartemen Kyra." Ia tersenyum lembut, tapi wajahnya tampak sedih. "Awalnya Kyra sempet cemas, siapa laki-laki yang dijodohin sama Kyra. Tapi, kalau itu Kak Raka, Kyra tenang, deh."

Papa dan Mama tertawa dan tersenyum dengan lembut. "Wah, bagus, dong, kalau Nak Kyra suka sama Raka," kata Papa. "Tapi, bulan depan lamaran, oke, 'kan? Walaupun belum lulus kuliah, tapi kalian nggak masalah, 'kan, kalau menikah cepat?"

"Mama udah nggak sabar mau gendong cucu," sahut Mama sambil menahan senyumnya agar tidak terlihat seperti orang yang tak sabaran.

"Ma-Mama, ih," tegur Raka. Belum apa-apa, mamanya sudah bicarakan hal itu. Tentu saja, Raka si Kikuk ini jadi tak nyaman.

Kyra terkekeh-kekeh. Suasana di ruangan ini terasa ringan dan bahagia, tapi hanya wajah Kyra yang Raka sadari tak menunjukkan ekspresi kebahagiaan. Meski ia mendengar bahwa Kyra sepertinya tak masalah jika dijodohkan dengannya, tapi Kyra tidak baik-baik saja. Di matanya, perempuan itu seperti sudah kehilangan nyawanya. Raka yakin, perjodohan ini sangat tidak disukai oleh Kyra. Walaupun dirinya tidak masalah dijodohkan dengan Kyra, tapi ia tak akan memaksa Kyra untuk menerimanya. Sebenarnya, perjodohan ini sejak awal sudah tak benar.

"Um... Pa, Ma, Om, Tante," kata Raka, mengalihkan topik pembicaraan kedua orang tuanya dengan orang tua Kyra. "Boleh Raka berdua sama Kyra di ruangan sebelah?"

"Boleh!" seru Nirmala. "Kalian mau ngobrol berdua, 'kan, ya? Boleh banget. Biar urusan lamaran dan lainnya urusan kami, orang tua." Nirmala mencolek lengan Kyra. "Sana, Nak, ngobrol berdua sama Raka. Puas-puasin, deh, ngobrolnya."

Kyra mengangguk sambil tersenyum, tapu senyum itu benar-benar tampak palsu. Bahkan, ketika tubuhnya bergerak untuk berdiri dan mengikuti Raka pergi, tubuh itu seperti boneka yang digerakkan oleh Puppet Master. Raka merasa takut dan sedih, karena Dewi Matahari telah berubah menjadi Dewi Kegelapan yang penuh kesedihan dan kemalangan.

Belum sampai di luar ruangan, Raka langsung menggandeng tangan Kyra. Bukan apa-apa, tapi Raka merasa bahwa perempuan itu seperti akan pingsan tiba-tiba jika ia tidak membantunya untuk tetap berdiri dan berjalan. Raka tahu ia sudah melewati batas, tapi itu urusan nanti. Ia harus menyelamatkan perempuan ini.

Bukan pergi ke ruang VIP lain, mereka memilih ke ruang terbuka restoran itu. Ia mengajak Kyra ke balkon untuk duduk satu meja sambil menikmati udara malam. Melihat tubuhnya lebih kurus dari yang ia ingat minggu lalu, meski angin malam malam ini tidak begitu buruk, ia khawatir perempuan ini akan lebih menderita. Jadi, ia melepaskan jasnya dan menyampirkannya di punggung Kyra.

"Ah! Makasih, Kak," ungkap Kyra.

Raka hanya mengangguk. Ia tetap canggung, sekalipun sejak tadi ia sudah memaksakan diri untuk terlihat tak punya kelemahan itu di depan Pratama dan Nirmala. "Kamu baik-baik aja?" tanyanya.

Kyra menatapnya, tapi ia bingung dengan maksud tatapan itu. Kyra terlihat lebih baik di sini dibanding di dalam sana. "Ternyata, Kakak bisa beda gini, ya?" Ia teraenyum, lalu tertawa dengan lebih puas. Ia seakan kembali menjadi Dewi Matahari, tapi tentu masih terlihat jelas dipaksakan. "Kakak sebenernya orang yang kikuk atau bukan, sih? Kakak bisa kelihatan beda gini. Apa beda baju jadi beda kepribadian?"

"Tsk!" Raka berdecak sebal. "A-Aku nggak boleh jadi orang kikuk kalau udah urusan bisnis. Orang nggak akan percaya. Tapi, ini bener-bener bikin stres," ungkapnya. "Kamu juga, 'kan?" Tawa Kyra seketika terhenti, dan ekspresinya juga berubah. "Kamu juga memaksakan diri untuk terlihat baik-baik aja di depan orang tuaku."

Kyra menunduk dan tak segera menjawab. Ekspresinya kembali berubah sendu. Senyum di wajahnya menghilang. Saat ia mengangkat kepala, ia bukannya menatap Raka, tapi membuang muka dan menatap jauh ke hamparan pemandangan Kota Jakarta di malam hari. Wajahnya pucat, bibir itu terlihat lebih kering, dan pipi itu benar-bensr tirus. Raka telah salah bertanya. Jelas terlihat bahwa perempuan itu tidak baik-baik saja.

"Sayang banget pemandangan malam ini kalau aku berakhir dengan melompat untuk bunuh diri. Iya, 'kan?" Kyra menatap Raka sambil tersenyum, tapi senyum itu benar-benar seperti senyum seseorang yang siap mati kapan pun.

"Ky-Kyra..."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status