***
Pagi itu kamar Arumi masih terasa pengap. Udara dari AC yang bocor di pojokan sama sekali nggak bikin lega. Ia bolak-balik di atas kasur tipisnya, rambut awut-awutan, tatapannya kosong menatap plafon. “Nikah kontrak? Terima nggak yah?” gumamnya pelan. “Tapi aku kan nggak mau nikah muda. Tapi… daripada tinggal di neraka ini?” Ia menggulingkan badannya ke kanan, lalu ke kiri, lalu tengkurap, lalu tiba-tiba manjat tembok seakan lagi cosplay cicak. Tangannya nempel ke dinding, wajahnya meringis penuh drama. “Duh pusing banget! Kenapa hidup aku jadi kayak sinetron FTV tengah malam sih?” Arumi menggaruk kepalanya sendiri. Tiba-tiba pintu kamarnya kebuka. Lili masuk dengan santai, sambil ngemil snack ciki yang entah dapet dari mana. Matanya langsung melebar begitu liat Arumi lagi nempel kayak cicak. “Arumi… Kau? Kau kenapa?” Lili ngakak sampai hampir keselek ciki. “Astaga, ini cosplay apa? Cosplay wall gecko edition?” Arumi langsung loncat turun, wajahnya manyun. “Kak, aku bingung.” “Bingung kenapa? Jangan bilang mau kabur lagi,” Lili masuk, duduk di ujung kasur sambil nyelonjoran. “Bukan karena itu, kak…” Arumi menggigit bibirnya, lalu berbisik dramatis, “Ada pangeran tampan yang ngajak aku nikah.” Lili spontan nge-spray ciki dari mulutnya. “WHAT!!!” “Apaan sih, kaget banget. Yah, itulah kenyataannya. Aku diajak nikah sama om tampan itu. Tapi…” Arumi menarik napas panjang, “Aku takut. Wajahnya aja… mesum vibes gitu.” Lili yang tadinya kaget, mendadak terdiam. Senyumnya pudar. Ada sedikit rasa iri yang diam-diam muncul, meski nggak berani ditunjukin jelas. “Nikah?” gumam Lili lirih. “Beneran dia nawarin nikah?” Arumi mengangguk. “Yah, nikah kontrak katanya. Setahun doang. Abis itu aku bebas, dikasih rumah sama mobil. Kayak dream come true gitu kan? Tapi aku masih belasan, kak. Aku nggak siap jadi istri.” Lili mendesah, pura-pura cuek sambil ngemil lagi. “Aku rasa… Kau tolak aja.” Arumi bengong. “Apa? Tolak?” “Yah! Lebih baik kau disini. Takutnya, pria itu hanya berbohong. Daripada nikah sama pria yang nggak dikenal. Mana tau istrinya banyak, trus kau dijadiin istri kesekian. Atau malah disuruh lahirin anak tiap tahun. Gimana? Mau?” Nada suaranya sengaja dibuat kocak, tapi ada getir di baliknya. Arumi memeluk bantal, wajahnya makin galau. “Kak… Tapi itu satu-satunya jalan aku keluar dari club ini.” “Arumi, jangan bahas ini keras-keras,” Lili langsung mendekat, wajahnya serius. “Kalau Bunga tau, dia bisa ngamuk dan malah oper kamu ke club lain. Lebih parah lagi.” Mata Arumi melebar. “Kau serius, kak?” “Yah! Jadi lebih baik kau tolak tawaran itu. Jangan asal nerima. Kau cantik, masa depanmu masih panjang. Jangan buang di tangan cowok random,” Lili bangkit, lalu keluar kamar dengan ekspresi nggak jelas. Arumi bengong, kepalanya makin berisik. Kata-kata Lili bikin hatinya makin dilema. Siang berlalu, tiba-tiba dari luar terdengar suara ribut. Teriakan, makian, kursi geser. Arumi penasaran, ia buka pintu kamar. Terlihat beberapa LC lagi adu mulut, saling tarik rambut kayak adegan sinetron jam 7 malam. “Dasar perebut pelanggan!” salah satu teriak. “Kau yang murahan!” balas yang lain. Arumi langsung menutup telinga, wajahnya meringis. “Astaga… tiap hari ribut mulu. Aku nggak tahan dengar ginian.” Ia kembali ke kamar, menarik selimut, berusaha tidur. *** Malamnya, Arumi kembali dipanggil ke ruang VIP. Jantungnya deg-degan. “Please, jangan aki-aki lagi,” doanya dalam hati. Begitu pintu dibuka, ia terkejut. “Syukurlah!” ia berseru pelan. “Aku pikir bakal ketemu kakek-kakek creepy lagi.” Dayandra duduk santai di sofa kulit, wajahnya kalem, senyum tipis. Ia melambaikan tangan. “Duduklah di sampingku, cantik.” Arumi mendengus, tapi tetap duduk. “Kau harus bayar aku. Satu gombalan sepuluh dolar.” Dayandra tertawa kecil. “Oh, gadis nakal. Kau makin pintar.” Ia lalu mengambil selembar uang dolar dan… menyelipkannya di dada Arumi. Arumi langsung kaku, tubuhnya menegang. “Hei! Bisa nggak sopan? Tanganmu modus banget!” Dayandra hanya mengelus rambut panjang Arumi. “Kau tegang sekali. Relax. Jadi… bagaimana? Kau mau jadi istri kontrak saya?” Arumi menelan ludah, jari-jarinya meremas gaun navy yang ia pakai. “Sebenarnya…” suaranya lirih. “Sebenarnya aku menolaknya. Aku nggak mau jadi istri kamu. Aku nggak mau nikah!” Dayandra terdiam. Lalu ia menghela napas kasar, mengambil gelas whisky di meja, meneguknya dalam-dalam. “Kenapa?” suaranya dalam. Arumi memberanikan diri menatapnya. “Aku nggak tau kau siapa. Aku nggak tau keluargamu. Bisa jadi… kau jual aku ke orang lain. Bisa jadi kau manfaatin kepolosanku. Aku… aku nggak percaya.” Seketika Dayandra bergerak cepat, tangannya menutup mulut Arumi. “Ssttt… Diamlah.” Mata Arumi langsung membesar, jantungnya berdegup kencang. Ia bisa melihat jelas mata elang Dayandra, tajam, penuh rahasia. “Kau ragu padaku?” tanyanya pelan, nyaris berbisik. Arumi mengangguk pelan, masih dengan mata melebar. Dayandra menurunkan tangannya, lalu duduk lebih dekat. “Kau punya alasan. Wajar kau takut. Tapi satu hal, Arumi…” Ia menatapnya dalam. “Kalau aku mau memanfaatkanmu, aku sudah lakukan dari awal. Tapi aku tidak. Aku justru menawarkan jalan keluar.” Arumi mengerjap, suaranya gemetar. “Tapi… nikah itu bukan mainan. Aku masih muda, aku belum siap.” Dayandra tersenyum miring. “Kontrak, Arumi. Setahun saja. Setelah itu kau bebas. Kau dapat hidup baru. Rumah, mobil, uang. Kau bisa mulai dari nol.” Arumi menutup wajahnya dengan tangan. “Kenapa harus aku? Kenapa nggak LC lain? Yang lebih dewasa, lebih berpengalaman?” Dayandra mendekat lagi, hampir berbisik di telinganya. “Karena kau beda. Kau polos, tengil, asli. Bukan boneka plastik seperti mereka. Kau… istimewa.” Arumi terdiam. Kata-kata itu bikin dadanya aneh. Antara malu, takut, dan entah kenapa sedikit bangga. “Tapi kalau aku nolak?” ia berani bertanya. “Kalau kau nolak…” Dayandra menatapnya lama. “Kau akan tetap di sini. Di bawah Bunga. Hidupmu akan jadi milik club. Kau siap?” Arumi tercekat. Bayangan wajah pria tua tadi, bau rokok, tatapan jijik pelanggan—semuanya muncul di kepalanya. Ia langsung menggigil. Dayandra menyentuh tangannya. “Saya nggak paksa. Pilih sendiri. Tapi ingat… waktu nggak akan nunggu.” Arumi menarik napas panjang. Pikirannya kacau. Kata-kata Lili masih terngiang: ‘lebih baik kau tolak saja’. Tapi di sisi lain, tawaran Dayandra terasa seperti cahaya kecil di ujung terowongan. Ia menatap Dayandra, matanya berkaca-kaca. “Aku… Aku butuh waktu. Jangan buru-buru. Masih ada 2 hari lagi bukan?” Dayandra mengangguk pelan, senyumnya tipis. “Baik. Tapi jangan terlalu lama, Arumi. Dunia ini nggak pernah sabar menunggu keputusan orang lemah.” Arumi terdiam. Jantungnya berdebar, hatinya jungkir balik. Malam itu, ia pulang ke kamarnya dengan kepala penuh tanda tanya. Tiba-tiba saja, Dayandra menyandarkan kepalanya di bahu Arumi.”Kau tau… terkadang hari-hari di kantor begitu sangat melelahkan…” “Ke-napa kamu malah curhat?”Corla menatap Arumi dengan tatapan penuh selidik. Tatapan itu menusuk, seperti sedang mengupas habis isi kepala Arumi.“Saya tidak yakin kalau kau benar-benar anaknya Tuan Thomas,” ucapnya pelan, tapi nadanya dingin dan penuh curiga.Arumi berusaha tersenyum, meski jantungnya berdegup kencang. Waduh, mampus aku. Dia tau ya kalau Tuan Thomas nggak punya anak cewek?“Bukannya Tuan Thomas itu tidak punya putri?” lanjut Corla.Arumi spontan nyeletuk, “Siapa bilang? Aku anak angkatnya. Yah!”Corla menyipitkan mata. “Oh, angkat rupanya. Kalau begitu, pendidikan terakhir?” tanyanya lagi, kali ini lebih menusuk.Arumi terdiam. Kepalanya kosong, lidahnya kelu. Mau jawab apa? SMA aja nggak tamat, sementara keluarga kaya biasanya pasti kuliahnya di luar negeri.Corla menunggu, senyum tipis di wajahnya seolah menikmati kebingungan Arumi.Arumi sudah siap ngeles, tapi tiba-tiba suara berat memecah ketegangan.“Untuk apa tante bertanya hal seperti itu?”Dayandra muncul dengan aura tenangnya. Arumi
Langit pagi itu cerah, tapi hati Arumi udah kayak roller coaster. Tangannya dingin, bibirnya kering, jantungnya deg-degan nggak karuan. Hari ini dia resmi jadi… istri orang.Yes, istri Dayandra. Si pria misterius yang kemarin nolongin dia dari gudang kumuh itu.Suasana akad pernikahan sederhana berlangsung di ruangan hotel mewah, tanpa keluarga, tanpa pesta besar. Cuma penghulu, dua saksi, Dayandra, dan Arumi.“Dengan mas kawin sejumlah uang dolar dan cincin emas, tunai.” Suara penghulu terdengar jelas.Dayandra dengan mantap menyambut, “Saya terima nikahnya Arumi dengan mas kawin tersebut, tunai.”Arumi cuma bisa menunduk. Tangannya digenggam Dayandra, lalu cincin melingkar di jari manisnya.“Udah sah,” ucap penghulu.Arumi refleks ngedongak. Sah? Jadi aku beneran istri orang sekarang?Dayandra tersenyum tipis lalu mengecup kening Arumi. “Mulai sekarang, kamu resmi jadi istriku.”Arumi langsung menutup wajah dengan telapak tangan. “Ya Tuhan, jantung ku… sumpah deg-degan parah.”Para
Arumi sudah nggak kuat. Nafasnya pendek-pendek, keringat dingin membasahi pelipisnya. Di dalam ruangan kumuh itu, udara kayak ditelan semua tikus dan kecoak. Matanya mulai kabur, tubuhnya goyah.Aku mau pingsan… aku nggak sanggup lagi…Dan tepat saat itu, pintu brak! terbuka.“ARUMI!” suara berat dan tegas itu menggema.Tubuhnya nyaris jatuh ke lantai, tapi sebelum sempat menyentuh dinginnya ubin, sepasang lengan kokoh menangkapnya. Dayandra.“Tenang, gue ada di sini,” ucap Dayandra, nada suaranya tajam sekaligus penuh kepastian.Arumi nggak bisa jawab. Dia cuma nempel lemah di dada bidang pria itu, matanya setengah terpejam.Dayandra langsung gendong Arumi keluar. Semua LC di lorong club pada heboh ngintip. Ada yang bisik-bisik, ada yang rekam pake HP, ada juga yang pasang muka kepo maksimal.“Eh itu Dayandra bawa Arumi.”“Gila sih, kayak drama Korea live.”“Cieeee Arumi digendong sugar daddy!”Arumi cuma bisa meringkuk. Dadanya masih sesak, tapi ada rasa aman aneh saat dipeluk erat
Untuk kedua kalinya Arumi injak mall, vibe-nya udah beda. Kalau dulu matanya clingak-clinguk kayak anak desa baru pertama kali ke kota, kali ini dia udah lebih kalem.“Aku nggak boleh keliatan norak lagi,” gumamnya sambil jalan di belakang Lili.Mereka masuk ke toko iPhone. Lampu terang, kaca kinclong, display iPhone terbaru berjajar kayak permata. Lili langsung nyamperin staf toko, dengan gaya percaya diri.“Mas, yang iPhone 16 Pro Max ada nggak?” tanya Lili dengan suara centil.Arumi cuma ngikutin, tangannya masuk kantong. “Yaampun, mahal banget ya,” ucapnya lirih, bahkan nggak berani nyentuh. Layarnya aja udah kayak kaca aquarium.Lili sibuk nego-nego, Arumi mulai gelisah. Perutnya mulas, tanda kebelet pipis. “Kak, aku ke toilet bentar ya.”“Yaudah, jangan lama-lama,” jawab Lili cuek, sibuk sama staf toko.Arumi buru-buru jalan, high heels-nya bunyi tok tok tok. Baru aja mau masuk toilet, pandangannya ketangkap sesuatu.Seorang nenek tergeletak di lantai koridor dekat pintu toilet.
Lalu Dayandra menatap Arumi.”Mari kita bersenang-senang malam ini!!!”Ruang karaoke VIP malam itu penuh asap rokok, lampu neon kedap-kedip bikin suasana makin absurd. Dayandra, dengan dasi sudah melorot, memegang mic kayak penyanyi rock tapi suaranya… ampun dah.“Jadi aku tiiiidak bisaaaa tanpa diriiimuuu…”Arumi langsung nutup telinganya pakai dua tangan. “Astaga, Om! Please, itu suara atau alarm kebakaran?!”Dayandra nggak nyadar, sudah setengah mabuk, goyang kanan-kiri sambil teriak. “Yeeeahhh, semua ikut nyanyiii!”“Om, stop! Kupingku bisa meledak nih.” Arumi meringis, tapi malah ngakak kecil liat gaya noraknya Dayandra.Tiba-tiba lagu berhenti. Dayandra nyodorin tangan. “Ayo kita joget.”“Hah? Joget?”Tanpa nunggu jawaban, Dayandra narik tangan Arumi. “Come on, TikTok dance style!”Arumi mendengus. “Yaudah, siap-siap kaget ya, Om.” Ia langsung nge-dance ala-ala TikTok: goyang pinggul, gerakan tangan viral, ditambah ekspresi kocak.Dayandra bengong sebentar, lalu malah ikutan. “Gi
*** Pagi itu kamar Arumi masih terasa pengap. Udara dari AC yang bocor di pojokan sama sekali nggak bikin lega. Ia bolak-balik di atas kasur tipisnya, rambut awut-awutan, tatapannya kosong menatap plafon. “Nikah kontrak? Terima nggak yah?” gumamnya pelan. “Tapi aku kan nggak mau nikah muda. Tapi… daripada tinggal di neraka ini?” Ia menggulingkan badannya ke kanan, lalu ke kiri, lalu tengkurap, lalu tiba-tiba manjat tembok seakan lagi cosplay cicak. Tangannya nempel ke dinding, wajahnya meringis penuh drama. “Duh pusing banget! Kenapa hidup aku jadi kayak sinetron FTV tengah malam sih?” Arumi menggaruk kepalanya sendiri. Tiba-tiba pintu kamarnya kebuka. Lili masuk dengan santai, sambil ngemil snack ciki yang entah dapet dari mana. Matanya langsung melebar begitu liat Arumi lagi nempel kayak cicak. “Arumi… Kau? Kau kenapa?” Lili ngakak sampai hampir keselek ciki. “Astaga, ini cosplay apa? Cosplay wall gecko edition?” Arumi langsung loncat turun, wajahnya manyun. “Kak, aku bingun