Share

Dari Titik Nol

last update Last Updated: 2022-04-22 11:00:56

Ranti menjatuhkan pilihannya pada rumah ini. Rumah kecil bercat biru muda dengan suasana perumahan yang belum terlalu ramai. Harga kontrakan yang ditawarkan pun tak terlalu mahal untuk ukuran pasangan suami istri yang baru akan memulai babak baru kehidupan.

Pemilik rumah, Pak Imam hanya meminta Ranti dan Bayu untuk merawat dan menjaga rumah itu dengan sebaik-baiknya, layaknya rumah sendiri. Pak Imam memang hanya menjadikan rumah tersebut sebagai investasi jangka panjang. Sebagai seorang pegawai dengan jabatan kepala bidang di kantor Bayu, harga cicilan rumah itu tentulah tak membebani beliau dan istrinya. Apalagi mengingat istri Pak Imam sendiri merupakan salah seorang pegawai dengan jabatan yang sama, meski di kantor yang berbeda.

"Alhamdulillah, Pak Imam baik ya, Bang. Tahu kalau kita lagi tak punya banyak uang saat ini," ujar Ranti setelah sosok pemilik rumah menghilang dengan kendaraan roda empatnya.

Ranti dan Bayu baru saja melakukan akad kontrak atas rumah yang akan menjadi saksi awal kehidupan rumah tangga mereka satu tahun ke depan. Awalnya, Pak Imam sudah menetapkan harga kontrak rumah itu untuk satu tahun. Namun setelah Bayu menjelaskan keadaan keuangannya, laki-laki paruh baya itu bersedia memberikan kelonggaran dengan menyetujui pembayaran uang kontrak dilakukan dua kali.

"Alhamdulillah, kita dimudahkan Dek. Anak-anak Pak Imam memang telah bekerja. Setahu Abang hanya si bungsu saja yang sedang kuliah. Kamu sudah cocok dengan rumah ini? Abang lihat kamu yakin sekali dengan pilihanmu."

Bayu dan Ranti berjalan memasuki rumah yang memang telah dibuka sejak tadi. Walau dibiarkan kosong selama ini, kondisi rumah tak terlalu kotor. Tak ada apapun isi di dalamnya karena memang sejak dibeli tak pernah ditempati. Hanya sejak tahun kemarin, Pak Imam melakukan renovasi sedikit di bagian belakang rumah. Sebelumnya, tak ada dapur. Rumah KPR memang tak menyediakan dapur secara khusus. Tanah kosong di bagian belakang akhirnya dibangun dapur oleh Pak Imam yang membuat bagian dalam rumah terasa lebih luas.

Rumah ini merupakan lokasi yang kedua dalam rute survei mereka. Tak berpikir panjang, Ranti langsung memutuskan rumah ini sebagai pilihannya untuk menghindari diri dari keluarga suaminya. Rumah yang pertama mereka survei kurang nyaman di mata Ranti. Posisi rumah yang menempel dengan tetangga sebelah membuat segala aktivitas di rumah nantinya terasa tak leluasa. Ibarat kata, sendok yang jatuh ke lantai saja akan terdengar oleh tetangga. Apalagi jika sampai bersahutan kata dengan Bayu nantinya saat mereka berselisih pendapat nantinya.

"Mau pindahan kapan, Dek?" tanya Bayu yang sedang memperhatikan lebih detail kamar mandi. Lantainya tampak agak kotor oleh debu dan kotoran.

Ranti terdiam sesaat. Jujur, dirinya tak ingin lebih lama berkumpul dengan keluarga suaminya yang bagi Ranti sungguh luar biasa itu. Bukan karena benci, tapi lebih karena rasa tak ingin saling menyakiti hati nantinya. Dua hari ini Ranti bisa diam, mampu menahan gejolak emosinya. Bukan tak mungkin, besok dirinya tak mampu menahan ledakan amarah saat dirinya merasa tak dihargai. Dirinya difitnah atas sesuatu yang tak ia lakukan.

Bukan karena tak ingin lebih mengakrabkan diri dengan keluarga Bayu, hanya saja mungkin perlu waktu lebih lama bagi Ranti untuk beradaptasi. Menyesuaikan kebiasaan dengan keluarga yang mungkin beda pola pemikiran, beda kebiasaan. Tapi tetap saja hati kecil Ranti merasa jika mereka tidak terlalu menyukai kehadirannya sebagai anggota keluarga baru. Entah apa alasannya, itu yang Ranti tak tahu. Setelah semua yang dialaminya, haruskah dia bertahan lebih lama di rumah itu?

"Hari ini saja, Bang. Mumpung Abang juga masih cuti kan dua hari lagi. Jadi masih ada kesempatan buat berbenah dua hari ke depan," jawab Ranti seraya mendekati suaminya.

"Kamu yakin? Nggak mau lama-lama di rumah Ibu dan Bapak dulu? Lingkungan rumah ini belum terlalu ramai jika dibandingkan dengan rumah Ibu."

Bayu membalikkan tubuhnya, menghadap ke arah Ranti. Posisi keduanya saling berhadapan.

"Yakinlah, Bang. Adek yakin, tak lama lagi lingkungan rumah ini akan ramai. Abang lihat di jalan depan sana, ada warung yang menjajakan berbagai sayuran sepertinya. Terus di pojokan perumahan ini tadi, Adek lihat ada minimarket," jawab Rantu sembari menggerakkan telunjuknya pada tempat-tempat yang dia maksud.

"Abang keberatan dengan pilihan ini?" tanya Ranti hati-hati. Walaupun Bayu sempat berkata bahwa urusan rumah adalah keputusan Ranti, tetap saja dirinya merasa bersalah tidak mengajak suaminya itu berunding dulu sebelumnya.

"Tentu saja tidak, Dek. Kebetulan lokasi rumah ini juga tak jauh dari kantor. Sepuluh menit naik motor motor sudah sampai. Dengan rumah Ibu pun tak jauh, setengah jam perjalanan saja. Yang penting bagi Abang, Adek nyaman dengan rumah kita. Tempat tinggal kita, walaupun saat ini Abang hanya mampu untuk mengontrak rumah, insyaAllah jika rezeki kita diperlancar tahun depan kita ambil kredit rumah KPR seperti ini juga. Tak perlu tipe besar. Tipe 36 saja cukup sementara."

Ranti tersenyum bahagia saat mendengar janji yang diucapkan Bayu. Tak mengapa tinggal di rumah sederhana. Tak mengapa harus hidup berjuang dari bawah. Kebahagiaan rumah tangga bukan hanya diukur dari materi semata. Yang terpenting kasih sayang dari keluarga. Dan itu sepertinya sulit Ranti dapatkan dari keluarga Bayu saat ini, entah untuk ke depannya.

Tak mungkin Ranti berterus terang tentang alasan sebenarnya. Alasan yang membuat dirinya tak betah lebih lama di rumah mertua tercinta. Bukan menyelesaikan masalah nantinya, justru akan muncul masalah baru antara dirinya dengan keluarga suaminya itu. Cap menantu tak tahu diri jelas akan disematkan keluarga itu padanya. Ranti harus bermain cantik agar tak terkesan buruk di mata banyak orang. Bagaimana pun, mertua akan selalu benar di mata banyak orang. Saat ini baginya, cukup dapat hidup tenang menjalani kehidupan rumah tangga dengan Bayu, suaminya.

"Kalau begitu, nanti kita langsung belanja alat-alat rumah tangga setelah makan siang ini, Dek."

Ranti tersenyum kecil saat mendengar ucapan suaminya itu. Lega, tak perlu memberikan alasan lebih panjang atas keinginannya yang terpendam.

"Yang penting alat-alat kebersihan dulu, Bang. Sapu, pel, pembersih lantai, sikat kamar mandi. Kita langsung bersihkan rumah setelah belanja nanti. Nanti malam kita bisa pindahan, Bang."

Bayu mengacungkan jempol kanannya.

"Kita langsung makan siang dulu kalau begitu. Hari juga hampir masuk waktu Zuhur. Setelah salat baru kita belanja, Dek."

"Kita langsung cari warung terdekat saja kalau begitu, Bang," ujar Ranti seraya mengambil tas selempang kecilnya. Tas hitam itu merupakan salah satu seserahan saat pernikahan mereka kemarin.

"Mau coba warung seafood, Dek? Di dekat sini, ada warung seafood enak setahu Abang. Adek kan jarang ketemu warung seafood."

Senyum ceria terpancar langsung dari wajah Ranti saat mendengar tawaran suaminya itu. Di daerah asalnya maupun tempat mereka kuliah selama ini menu makanan yang tersaji lebih sering dengan menu ikan air tawar. Jika pun ada ikan laut, tak segar-segar seperti di sini. Sangat wajar jika mengingat letak geografis pulau yang dikelilingi lautan ini.

Tak lama kemudian Bayu dan Ranti sudah duduk menikmati hidangan seafood mereka di sebuah warung kecil di pinggir .jalan. Kerang dara asam pedas dan udang saos padang menjadi menu makan siang mereka kali. Ditambah sepiring cah kangkung dengan potongan cumi di atasnya, benar-benar menggoda selera Ranti yang selama ini memang jarang menikmati menu aneka hewan laut seperti ini.

"Dek, kamu tak keberatan kan kita mengawali rumah tangga seperti ini? Abang hanya staf biasa di kantor, tak ada jabatan. Kendaraan pun hanya sepeda motor keluaran beberapa tahun yang lalu. Abang tak berjanji, tapi Abang akan berusaha untuk membahagiakan Adek sekuatnya. Abang janji pernikahan kita di atas segalanya."

Tiba-tiba Ranti merasakan genggaman tangan Bayu di jemarinya yang baru saja dicuci setelah menikmati makan siang luar biasa. Ada haru menyelinap di ruang hati Ranti saat mendengar pengakuan laki-laki di hadapannya ini.

"Cinta Abang yang utama ... dan itu di atas segalanya. Kita mulai kehidupan rumah tangga kita dari nol, Bang. Kita berjuang bersama. Kita saling mendukung. Kita saling menguatkan di kala susah nantinya. Kita tertawa bersama di kala bahagia."

Ranti merasa pelupuk matanya menghangat. Netranya mengembun. Ruang hatinya bahagia bak ditaburi bunga-bunga. Cinta, Ranti berharap semoga rasa itu akan selalu menguatkan perjalanan rumah tangganya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • LEBIH BAIK KITA BERPISAH (Season 1)   Lebih Baik Kita Berpisah (ENDING SEASON 1)

    "Abang tak lagi sering memberikan kami uang.""Bukankah jatah bulanan Ibu tetap kami berikan? Bahkan saat Bang Bayu di penjara pun, Kakak tetap memberikan Ibu uang kan? Padahal saat itu Bang Bayu tak lagi memiliki gaji sama sekali. Uang itu murni dari Kakak.""Tapi Abang dulu sering memberikan tambahan uang buatku dan Ibu di luar jatah bulanan itu."Ranti mengerti penyebab semua kebencian ibu mertuanya itu sekarang."Saat itu Bang Bayu masih bekerja kan?" tanya Ranti dengan nada sehalus mungkin."Kakak pasti telah mengguna-gunai Abang hingga tak lagi peduli ke kami. Padahal sekarang ekonomi Abnag jauh lebih baik daripada saat menjadi pegawai negeri dulu. Usaha Abang maju pesat. Tapi mengapa Abang tak royal lagi pada kami? Abang seakan tak berdaya karena cengkeraman tangan Kakak."Jelas sudah semuanya. Fitnah keji itu jelas-jelas membuat luka hati Ranti kembali menganga. Luka yang pernah ada semakin terasa perih karena mendapat siraman air garam di atasn

  • LEBIH BAIK KITA BERPISAH (Season 1)   Kecewa?

    Sontak saja Bayu dan Bu Ratna merasa terkejut atas ucapan Ranti itu. Walaupun diucapkan dengan perlahan sehingga tak ada tamu atau pun anggota keluarga lain yang mendengar, tetap saja Bayu merasa terperanjat. Bingung sekaligus terkejut mengapa sang istri berkata seperti itu. Bu Ratna sendiri memilih diam. Tak mampu entah tak mau membalas ucapan menantunya. Wajah sang ibu mertua tak menunjukkan ekspresi apa pun saat menerima piring yang disodorkan Ranti. Namun bagi Ranti semua itu tak ada maknanya lagi.Selanjutnya tiba acara utama. Bayu memberikan sambutannya. Ranti tak henti melepaskan senyum bahagianya. Kebahagiaan hari ini mungkin tak akan terulang lagi ke depannya. "Terima kasih atas kehadiran semua yang sudah hadir di sini sore ini. Tak dapat kami lukiskan perasaan bahagia kami hari ini. Kalian telah membersamai kami selama ini. Bahkan pada saat kami, terutama saya mengalami masa-masa terburuk dalam kehidupan ini. Ucapan tulus ini kami sampaikan. Ta

  • LEBIH BAIK KITA BERPISAH (Season 1)   Lima Belas Tahun Pernikahan

    Ranti melihat aneka masakan yang tersaji. Ayam goreng mentega, sate ayam, selada, kari telur, aneka lalapan, dan tak ketinggalan sambal tomat khas buatan emak Agung. Makanan setengah berat pun sudah tersaji. Bunga menambahkan es kelapa muda sebagai penghilang dahaga.Mengedarkan pandangannya pada keluarga dan pegawai yang sudah hadir. Sebagian sedang menunaikan salat Asar di ruang musala keluarga. Ranti belum melihat sosok tamu istimewanya sore ini. Semoga mereka akan hadir agar semuanya dapat diselesaikan.Masih ingat dengan semua yang dilihatnya dua hari yang lalu, Ranti berusaha sekuat tenaga menahan genangan bulir bening yang siap tumpah dari ujung kedua netranya. Tak ingin menunda lagi, semuanya harus diputuskan sekarang. Berpuluh purnama telah terlalui, kenyataan itu masih tetap sama. Bahkan mungkin sampai ratusan purnama berlalu pun, dirinya tak akan mampu merubah kenyataan itu."Dek, mau dimulai acaranya sekarang?" tanya Bayu yang tiba-tiba muncul

  • LEBIH BAIK KITA BERPISAH (Season 1)   Fitnah Tak Berkesudahan

    Ranti cepat merangkul ibunya. Seolah-olah ibunya meninggalkan pesan terakhir untuk dirinya. Bulir bening membasahi pipi mereka berdua."Sudah, jangan menangis. Ibu tahu, kamu wanita yang kuat, Ran. Wanita yang tegar. Terus seperti ini ke depannya. Hidup ini ujian, bukan hidup jika tak ada cobaan. Ibu percaya, kamu mampu melewati apa pun yang akan terjadi nanti. Ingat, Ibu akan selalu mendukungmu!"Ranti kembali terisak saat mendengarkan pesan ibunya itu. Dirinya kuat karena ada ibunya. Lantas bagaimana jika sosok yang memeluknya sekarang tak ada lagi suatu saat nanti?"Sudah, hapus air matamu! Sebentar lagi mau menjemput Faiz dan Farah kan?"Bu Dewi mengurai pelukannya. Mengelap air mata yabg membasahi pipi putri tercintanya.Ranti menganggukkan kepalanya. Tak ada lagi panggilan si kembar semenjak kelahiran Faiz dan Farah karena yang kembar tak hanya mereka.Bu Dewi beranjak dari duduknya, meninggalkan Ranti yang sedang merapikan

  • LEBIH BAIK KITA BERPISAH (Season 1)   Pesan Ibu

    "Ibu tak punya beban lagi jika suatu saat dipanggil Yang Maha Kuasa untuk menyusul ayah kalian. Anak-anak kami sudah bahagia dengan kekuarganya masing-masing. Walaupun sampai saat ini Ryan dan Bunga belum memberikan Ibu cucu, tak apa. Enam cucu Ibu darimu dan Bayu rasanya sudah cukup memberi kebahagiaan bagi Ibu di usia yang sudah sepuh ini."Sampai saat ini memang Ryan dan Bunga belum mampu menghadirkan cucu untuk ibu mereka. Tak kurang kasih sayang Bu Dewi tetap pada menantunya itu. Tak menyalahkan apalagi menghujat sang menantu atas amanah yang belum mereka dapatkan. Semuanya takdir. Jika janin itu belum hadir di rahim Bunga, artinya Allah belum berkehendak menghadirkan cucu dari anak dan menantunya itu. Allah belum mengizinkan dirinya mendapat cucu dari sang putra bungsu. Bukankah semua yang terjadi di bumi ini atas izin-Nya? Bahkan langit mendung pun tak akan jadi hujan jika Allah belum berkehendak. Sehelai daun hanya akan luruh dari tangkainya jika Allah men

  • LEBIH BAIK KITA BERPISAH (Season 1)   Gadis Impian Ryan

    Melalui berpuluh purnama, sikap ibu mertua Ranti tak pernah berubah. Selalu hanya menimbulkan masalah jika sosoknya tiba-tiba muncul di rumah anak dan menantunya. Ranti memilih tak lagi peduli dengan semua sikap yang ditunjukkan wanita itu padanya ataupun anak-anak mereka.Empat kali melahirkan dengan kondisi kehamilan ketiga dan keempat sepasang bayi kembar, Ranti tak pernah merasakan kehadiran sosok ibu mertua membersamai saat harus bertarung nyawa melahirkan cucunya. Untunglah, saat persalinan keempat ada sosok suami yang menungguinya. Menguatkan Ranti untuk terus berjuang menghadirkan anak mereka ke dunia.Tangis haru sempat dirasakan Ranti saat mengingat momen persalinan ketiganya. Tanpa kehadiran sang suami kala itu membuat dirinya bertekad harus kuat berjuang sendiri. Alif sudah duduk di kelas sekolah menengah saat ini. Sedangkan Fayza, Hanun, dan Hanif duduk di bangku sekolah dasar. Ranti memilih sekolah Islam dengan sistem full day untuk keempat

  • LEBIH BAIK KITA BERPISAH (Season 1)   Tuduhan

    "Bu Ayu, Bu Rina, bawa anak-anak ke kamar mereka."Ranti tak ingin keempat bocah itu merekam peristiwa yang mungkin tak bisa ditebaknya nanti. Setelah keempat anaknya pergi, Ranti menyiapkan diri terhadap hal buruk yang akan terjadi."Ibu, silahkan duduk! Bang Bayu sedang makan di dapur, sebentar lagi selesai."Ranti pun mendudukkan tubuhnya di sofa panjang yang menghadap ke layar kaca. Bu Ratna tak menyambut ajakan menantunya itu."Tak perlu basa-basi. Ibu langsung pada tujuan saja." Wajah ibu mertua Ranti itu merah seperti menahan amarah. Ranti sendiri bingung, apalagi yang menjadi sumber kemarahan wanita yang ada di hadapannya ini. Seharusnya dirinya yang mungkin seringkali harus menahan amarah atas sikap keluarga mertuanya itu. Bukan sebaliknya."Kalian baru pulang umroh kan? Hebat sekali kalian berangkat umroh dengan ibumu, sedangkan aku, ibu dari suamimu tak kalian ajak. Kalian benar-benar kurang ajar. Bayu semakin jadi an

  • LEBIH BAIK KITA BERPISAH (Season 1)   Ribut Lagi?

    Pekik girang bocah menyambut kedatangan mereka saat memasuki rumah. Hanun bahkan tak mau lepas dari gendongan Ranti lagi. Sedangkan Hanif memilih terus berada di punggung ayahnya. Wajah-wajah yang tadinya kelihatan lelah tak tampak lagi saat mereka melihat senyum bahagia keempat bocah itu."Alif sukses ya menjaga adik-adik?" tanya Ranti sembari tersenyum melihat putra sulungnya itu."Siapa dulu, Bunda. Aliffff."Putra sulung Ranti itu tampak bangga saat disebut sukses menjaga adik-adiknya. Senyum bahagia senantiasa terkembang di bibirnya yang memiliki pola senyuman khas ayahnya. Kulit Alif memang mewarisi Ranti, tapi tidak dengan bentuk wajahnya. "Bu Ranti, Bu Dewi, Pak Bayu, makan dulu. Kami sudah siapkan menu istimewa hari ini."Ucapan Bu Ayu itu membuat Ranti menolehkan kepalanya pada wanita yang telah menjaga anak-anaknya selama mereka pergi. Bu Ayu bersedia tak pulang setiap hari dan menginap di rumah itu bersama Bu Rina. Bunga dan

  • LEBIH BAIK KITA BERPISAH (Season 1)   Kisah Masa Lalu

    Hari ini Ranti, Bayu, dan Bu Dewi tiba kembali di tanah air setelah selesai menunaikan ibadah umroh mereka. Rangkaian ibadah yang mampu membuat mereka semakin mendekatkan diri pada-Nya. Tangis bahagia tak mampu Bu Dewi tahan saat melihat Ka'bah di depan matanya. Melangitkan doa dan pinta di tempat yang paling diidamkan oleh umat muslim sedunia."Semua aman?" tanya Ranti kepada adiknya yang menjemput mereka di bandara. Berpisah dengan rombongan yang masing-masing dijemput keluarga mereka."Aman, Kak. Tenang saja."Ryan memilih fokus pada kemudi. Menjalankan kendaraan dengan perlahan karena posisi antrian di pintu keluar yang mengular."Ibu berdoa di sana untuk jodohmu. Disegerakan mumpung Ibu masih ada."Kali ini Bu Dewi yang berbicara. Wanita itu memang sempat memohon satu pinta yang khusus di sana. Usianya sudah menua. Tak ingin putra bungsunya tak ada yang mengurus jika dirinya sudah tiada."Apaan sih, Bu! Namanya jodoh ... kal

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status