LEBIH BAIK KITA BERPISAH 4
Allah, aku pernah salah dalam melangkah, membiarkan virus merah jambu itu menyerang dan melumpuhkan diriku terlalu lama, terlalu dalam. Padahal aku tahu bahwa itu dosa. Maka, aku ikhlas menerima peringatan dari-Mu berupa rasa sakit ini. Tapi, jika aku masih boleh meminta, izinkan aku bertemu pengganti dia. Seseorang yang benar-benar baik dan mau menjagaku seperti keinginan Mama. Seseorang yang mau menjaga diri dan kehormatannya sendiri hingga waktunya tiba dan halal bagi kami untuk bersentuhan."Senja, aku mencintaimu. Aku sudah membuktikan berkali-kali kalau aku mencintaimu kan? Tapi aku masih ragu kalau kau punya perasaan yang sama."Aku menatapnya dengan heran."Kenapa begitu? Apa sekian lama kita bersama itu tak cukup?""Senja, kamu terlalu kolot. Berci-uman dan berpelukan saja tak boleh. Itu sudah biasa zaman sekarang ini. Semua pasangan kekasih melakukannya. Itu adalah bukti cinta."Wajahku memanas mendengar kosakata ci-um dan Peluk."Kalau begitu kau cari saja gadis lain yang mau kau perlakukan seperti itu. Aku tidak. Aku hanya akan melakukannya saat kita menikah nanti."Lalu kami akan saling diam berhari-hari sampai Jonas datang dan minta maaf, kemudian berjanji tak akan mengulanginya lagi. Meski entah berapa kali janji itu dia ingkari.Tapi, kenapa aku butuh begitu lama waktu untuk menyadari? Oh, bodohnya aku. Mencintai lelaki yang sama sekali tak pantas dicintai. Entah sudah berapa gadis yang singgah dalam pelukannya. Dan mungkin salah satu dari mereka berhasil dibawanya ke tempat tidur.Tak terasa, air mataku mengalir lagi. Meski berulang kali aku berjanji tak akan menangis, tetap saja air mata ini dengan nakalnya mendesak keluar. Mengetahui bahwa selama menjalin hubungan denganku, dia juga berhubungan dengan gadis-gadis lain, ternyata rasanya amat menyakitkan.Kamu beruntung Senja. Bayangkan jika kamu tahu kebiasaan buruknya selingkuh sana sini saat kalian sudah menikah, tentu akan lebih menyakitkan.Sisi hatiku yang lain berusaha membujuk. Benar, seharusnya aku bersyukur. Oh, plis, berhentilah air mata, aku tak ingin menangis lagi.Tok tok tok…"Senja?"Suara ketukan pintu disertai suara Mama memanggilku terdengar dari luar. Aku cepat-cepat mengusap wajahku yang basah dengan tisu. Masih menggunakan mukena, aku membuka pintu dan mendapati wajah Mama di sana."Ada teman kamu.""Evelyn?""Bukan si Meimei. Cowok, ganteng. Apa itu mantan pacar kamu yang nikah kemarin? Tapi katanya dia kesini mau bayar utang."Wajah Mama tampak heran, pasti tak jauh beda dengan ekspresiku kini. Memangnya siapa yang punya hutang padaku? Jonas? Apa mungkin Jonas yang datang? Rasanya tak mungkin. Tapi aku keluar juga, masih menggunakan mukena yang kupakai sholat dan menunggu azan isya sambil menangis. Uh, memalukan."Hai Senja, Sorry nggak ngabarin dulu. Aku lupa minta nomor WA kamu."Aku membeku sejenak, memandang Biru yang sedang duduk manis di ruang tamu."Kamu ngapain kesini?""Oh, jadi kamu cowok yang mau main-main sama anak saya?"Aduh!Nada suaraku yang ketus rupanya membuat Mama menduga Biru adalah Jonas. Mama keluar dari balik punggungku dan maju satu langkah dengan wajah garang."Eeehh, Mama. Bukan, bukan yang ini." Aku menarik lengan Mama dengan sedikit panik."Loh, bukan ya? Lalu ini siapa?""Teman Senja." Aku terpaksa mengakui Biru sebagai temanku. Meski dalam hati rasanya aku akan berpikir seribu kali berteman dengan sepupu Jonas."Oh, Mama kira… "Biru menunduk-nunduk sambil tersenyum. Padahal sejak tadi tak sedikitpun aku tersenyum. Sejak aku tahu Jonas mengkhianatiku, rasanya aku melihat semua lelaki sama saja."Saya kesini mau bayar utang Tante. Tadi siang saya pinjam duit Senja buat ongkos ojek karena dompet saya ketinggalan di mobil."Biru meletakkan amplop putih di atas meja. Ih, apa-apaan sih dia ini? Padahal uang yang dia pinjam cuma lima puluh ribu.Wajah Mama mengendur, lalu beliau menarikku agar ikut duduk di sofa yang kosong."Jadi, kalian sudah berteman lama?""Sudah.""Belum."Dua Jawaban yang berbeda keluar dari mulut kami bersamaan. Biru menatapku, matanya seakan berkata : siapa suruh bohong!Mama menatap kami bergantian sekilas, lalu tertawa. Aku salah tingkah, membetulkan mukena yang sebetulnya tak perlu dirapikan lagi."Kalian ini. Ya sudah, Mama buatin minum dulu ya. Duduknya jauh-jauhan aja."Biru tertawa kecil saat Mama sudah masuk ke dalam."Aku suka sama Mama kamu. Cool.""Aku nggak mau punya Ayah tiri. Apalagi yang kayak kamu."Biru tertawa lagi. "Kamu lucu Senja. Dan cantik. Dan anggun. Dan…""Astaga kamu ini. Sebaiknya kalau urusanmu sudah selesai, kamu pulang deh. Aku masih banyak kerjaan.""Nangis?""Ih, sok tahu.""Itu. Mata kamu merah dan sembab."Aku refleks membuang pandang, dan tanpa sadar mengusap mataku dengan mukena. Apakah terlihat dengan jelas bahwa aku habis menangis? Sungguh memalukan.Aku baru mau menjawab ketika Mama keluar lagi sambil membawa satu gelas teh hangat dan sepiring bolu karamel."Mama, aku lihat di depan banyak tanaman. Mama suka nanam bunga ya?"Mama. Lancar banget dia manggil Mamaku Mama."Eh iya. Kamu lihat?" Mama sumringah. Beliau memang sangat mencintai bunga dan hobi bertanam."Di rumah, Mami juga suka nanam bunga, kadang sampai beranak banyak. Mama mau nggak aku bawain anaknya red lipstick, itu loh aglonema yang daunnya merah? Emmm… Mami juga punya kaktus San Pedro…""Wah, Mama mau dong. Tapi memangnya boleh ya diminta?""Boleh Ma. Soalnya banyak banget di rumah. Emm… nanti aku fotoin lagi deh bunga apa aja yang bisa dibawa. Tapi… aku nggak punya nomor WA Senja."Oh itu maksudnya. Dasar cowok penuh modus. Aku jadi curiga tadi siang dia hanya pura-pura lupa nggak bawa dompet dan pinjam uangku. Sepertinya itu cuma alasan supaya bisa datang kesini lagi. Huh, sorry ya. Jonas dan sepupunya, beserta seluruh keluarga dan keturunannya sudah aku black list."WA Senja atau WA Mama?"Sukurin."Dua-duanya boleh Ma. Siapa tahu kan pas Mama lagi sibuk, aku bisa WA Senja. Sayang soalnya Ma. Mami aku suka bagi-bagi tanaman.""Kapan-kapan, ajaklah Mami kamu main ke sini ya."Hah?"Mama apa-apaan sih? Kita kan baru kenal sama dia. Jangan mau mau aja deh Ma. Siapa yang tahu kalau dia ini suka bohong.""Loh? Katanya tadi sudah berteman lama."Aduh. Dari sudut mata, aku melihat Biru menahan tawa. Lalu kulihat dia mengeluarkan ponsel dan menyimpan nomor ponsel yang disebutkan oleh Mama. Nomorku dan nomor Mama. Aku menggaruk kepala dibalik mukena. Bersiap-siap, sepertinya mulai saat ini hidupku akan terus diganggu makhluk berwarna Biru… eh bernama Biru ini.***LEBIH BAIK KITA BERPISAH 60 (ENDING)Berita kelahiran baby G menjadi trending topic berhari-hari di keluarga besarku dan keluarga besar Biru. Bergantian, mereka datang menengok, membawakan aku dan Baby G hadiah yang bermacam-macam. Belum lagi aneka rupa snack dan camilan supaya aku banyak makan dan ASI ku lancar. "Mantap Senja. Jahitan aman?"Ulfa meledekku. Aku curhat padanya tentang jahitanku yang entah sebanyak apa, karena bayiku yang besar. Untung saja, posisi jongkok yang selaras dengan gravitasi bumi membuat bayi keluar dengan mudah."Aman. Cuma masih ngiluuuuuu. Hiksss. Kamu sih nggak ngerasain.""Isshh sama aja. Jahitan secar malah lebih parah sakitnya. Belum lagi suntik epidural. Uh, kalau bisa minta, aku mau bius total rasanya."Ulfa melahirkan secar beberapa bulan yang lalu."Bedanya, besok kamu harus hati-hati Ja kalo MP lagi." Ulfa mengedipkan sebelah mata."MP apaan?""Malam pertama setelah nifas. Bilang Biru jangan grasa grusu. Harus pelan-pelan, soalnya kayak perawan
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 59Sebuah kejutan yang sama sekali tak pernah kuduga. Kupikir tadinya, Tante Mala dan keluarganya telah membawa Erika pergi, seperti yang dia ucapkan setelah mendengar penolakan Jonas. Tapi kini, gadis itu berdiri di hadapanku, menatapku dengan pandangan benci, sementara aku, sekuat mungkin menahan sakit dari pergerakan bayi yang mulai mencari jalan keluar."Erika…"Bahkan, untuk berkata-kata pun sulit karena menahan sakit yang luar biasa. Perutku terasa diremas, dipelintir, seakan ada sesuatu yang besar berguling-guling di dalam sini, mendesak desak jalan lahir hingga bagian bawahku ikut terasa ngilu. Aku bertahan untuk tetap duduk, membiarkan air ketuban mengaliri kakiku, membasahi kasur dan sebagian jatuh ke lantai."Senja…"Dia berhenti sejenak, menatap wajahku yang meringis, tak bisa berpura-pura biasa saja dan menyembunyikan rasa sakit ini. Aku sendiri hanya diam sambil menatapnya, sementara hatiku terus berdoa agar Allah menjagaku. Ya, meski Biru ada di
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 58Seperti dugaanku, Mama memang langsung histeris saat aku menceritakan kejadian kemarin. Mama memegang tanganku, lalu memeriksa seluruh tubuhku."Kamu nggak apa-apa kan? Ya Allah, Senja. Kenapa kamu nekad seperti itu? Kalau lelaki itu kalap gimana? Kamu juga Biru, kenapa kamu izinkan saja Senja melakukan hal berbahaya. Jangan terus-terusan menuruti keinginannya. Dia ini kadang harus dilarang secara tegas. Kalau perlu, kamu kurung saja di rumah."Tuh kan?Di seberangku, Biru meringis karena ikut kena damprat. "Iya, Ma, maaf, aku salah," ujar Biru dengan suara lembut."Mulai besok, Senja diawasi dua puluh empat jam. Lagi hamil besar, kok bisa-bisanya kepikiran nantangin penjahat."Mama masih belum puas."Mama marah bukan karena lemari dan keramik-keramik itu, tapi marah karena kamu nekad. Sejak dulu Mama bilang apa? Manjat pohon, naik motor lelaki, aduh Senja. Kapan berhenti bikin Mama khawatir? Mama kira setelah nikah, kamu bakalan kalem, ternyata…""Ma, aku
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 57PoV SENJAAku dan Biru tiba di rumah sakit tiga puluh menit setelah Jonas menelepon, dan mengabari bahwa dia membawa Erika ke rumah sakit karena pingsan di perjalanan. Ini sudah jam delapan malam. Dari kejauhan, kulihat Jonas duduk di selasar rumah sakit, memandangi tanaman bougenville di halaman kecil di depannya."Jonas, apa yang terjadi?""Erika pingsan, dan terlihat linglung. Ada apa sebenarnya? Dan, oh, bagaimana kabar Zara?""Zara baik-baik saja. Kamu nggak perlu mengkhawatirkan dia."Jonas tampak menghembuskan napas lega."Oh, syukurlah. Beberapa hari ini, perasaanku nggak enak, aku terus teringat pada Zara."Aku terdiam, terenyuh dalam hati. Ternyata, naluri seorang Ayah dalam diri Jonas, telah tumbuh dengan subur. "Orang tuanya sudah datang kan? Kamu sudah menjelaskan semuanya sama dia?"Jonas mengangguk."Kalau begt6, ayo kita pulang. Kita sudah nggak ada hubungannya lagi dengan Erika.""Tapi, dia temanku, Senja. Aku nggak bisa membiarkan dia sep
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 56PoV ERIKAKenapa semua harus berakhir seperti ini? Senja, bagaimana caranya dia bisa tahu semua pembicaraan dan rencanaku dengan Clay? Perempuan hamil itu benar-benar mengerikan. Dia seperti bisa membaca pikiran orang lain, menebak dengan tepat apa yang kupikirkan. Dan tatapan matanya yang lembut itu, dengan cepat akan berubah menjadi waspada saat melihatku. Sejak awal, dia sepertinya tahu bahwa aku mendekati keluarga Biru dengan maksud tertentu.Kalaulah bukan karena cinta, mana mungkin aku mau melakukan ini semua. Tapi, ternyata, orang yang kuperjuangkan, menyerah begitu saja. Clay, begitu mudah dia mengucapkan perpisahan, tanpa sedikitpun memikirkan perasaanku, apalagi menghargai perjuanganku.Aku menghentikan mobil sewaan di depan rumah Senja. Tak mungkin membawa mobilku sendiri karena Mama dan Papa akan dengan mudah melacaknya.Rumah itu sepi dan tampak tenang. Sebuah rumah yang penuh dikelilingi bunga-bunga indah. Pohon mangga, jambu air dan rumpun m
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 55"Berhentilah bertualang Jonas. Aku gerah melihatmu gonta ganti pacar.""Tunggu sampai aku mendapatkan dia.""Siapa?""Senja.""Bukannya lo udah pacaran lama sama dia?""Lama sih lama Bro. Tapi apa gunanya kalo sekedar nyium aja gak bisa, apalagi lebih dari itu."Bugh!Aku menonjok bahunya sedikit agak keras. Jonas tertawa dan melompat menjauh."Itulah gadis yang baik dan seharusnya langsung lo lamar. Dia mampu menjaga diri, bahkan dari orang yang dia cintai."Tawa Jonas makin keras."Ya gimana? Gua nggak mau beli kucing dalam karung. Kalo sebenarnya dia udah nggak perawan gimana?""Ya, berarti lo harus instropeksi diri, apa saja yang pernah lo lakukan sama gadis-gadis lainnya. Karena jodoh itu sekufu Jonas, lo tahu artinya kan?""Selevel maksud lo?""Ya, semacam itulah. Kalo ternyata dia nggak suci lagi, berarti lo juga sama."Dia terkejut, tapi hanya sejenak. Detik berikutnya, Jonas sudah kembali tertawa."Gila. Nggak bisa gitu, Bi. Biar gua bejat, gua har
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 54"Pilihan ada ditanganmu, Clay. Apakah akan terus hidup dalam penyesalan, atau bertobat dan menebus dosa."Biru membantu Clay berdiri, dan aku terkejut melihat dia menangis. Lelaki seperti dia? Yang tega melakukan kejahatan luar biasa, membunuh orangtuanya sendiri, menangis?"Dosaku tak mungkin lagi diampuni. Aku telah membunuh orang tuaku sendiri."Suaranya tercekat di tenggorokan. Aku sendiri, sejak melihat air matanya menetes, telah pula merasakan sedih. Sampai usiaku ini, aku memang tidak pernah merasa derita seperti dirinya. Hidupku bahagia dan lurus-lurus saja. Tapi, bukan berarti empatiku tak terasah."Allah itu maha pengampun, Clay. Berdoalah, dan meminta."Clay menghela napas dalam-dalam, menatapku sejenak, lalu memandang Biru."Aku akan menyerahkan diri, tapi, tolong izinkan aku melihat bayi itu… keponakanku."***Aku memandang lelaki itu, dengan langkahnya yang terpincang-pincang, dan tatapan mata penuh kerinduan. Aku tak pernah menyangka ada hidu
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 53Apa yang harus kulakukan pada bayi ini? Oh, Clay menungguku. Bukankah seharusnya dia menungguku mengabarinya? Bukankah hari ini, dia seharusnya pergi dari negara ini? Meski aku masih belum mengerti, kenapa dia mau repot-repot membawa bayi.Tok tok tok…Aku tersentak. Kaca jendela mobilku diketuk orang dari luar. Dan ketika aku mengangkat kepala, aku terkejut bukan kepalang, mendapati wajah Tante Ivana dan Om Irwan disana. Jantungku rasanya berhenti berdetak."Buka pintu, Erika."Gemetar, aku malah terpaku padanya, menatap wajah Tante Erika, dan Om Irwan. Jika biasanya aku melihat mereka ramah dan murah senyum, kali ini, wajah itu tampak dingin sekali. Kenapa ini bisa terjadi? Bagaimana mereka bisa ada disini? Kenapa mereka tahu akan membawa bayi ini? Sungguh, kepalaku rasanya mau pecah karena dijejali beribu pertanyaan."Erika!"Sementara itu, Zara masih terus menangis. Suaranya melengking-lengking memekakkan telinga. Dia terus bergerak, meronta-ronta, beru
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 52Aku tersenyum, meski dalam hati, gugup setengah mati. Bagaimana dia bisa menebak dengan begitu sempurna bahwa aku punya hubungan dengan Clay?"Clay siapa?" ujarku, mencoba mengeluarkan suara yang meyakinkan.Senja menatap wajahku dengan pandangan meneliti, lalu dia tersenyum."Kamu yakin nggak mengenal seseorang bernama Clay?"Aku menggeleng "Baiklah, tapi kalau suatu saat aku tahu kamu bohong, aku mungkin akan marah padamu. Karena, ini hal yang sangat penting."Aku membuang pandang, jengah melihat tatapan mata bulatnya yang tajam."Jangankan kenal, dengar namanya saja baru ini. Kupikir, itu sejenis mainan anak-anak."Senja tersenyum, mengangkat gelas susu dan meneguknya perlahan-lahan. Aku melangkah ke depan, ketika kemudian, suaranya terdengar lagi."Manusia yang cerdas tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Jika iya, dia lebih bodoh dari keledai."Aku terdiam sejenak. Apa yang dia maksud? Siapa yang lebih bodoh dari keledai? Aku gegas meninggalkan d