Pertemuan bersama Danish adalah kegiatan favorit yang membuatku semangat untuk melakukan apa saja. Tapi, sekarang tak ada bahagia itu, aku tak ingin menemuinya lagi. Sial sekali nasibku.
Aku hanya menangis, dan tidak menceritakan masalah besar apa yang sedang menimpa hidupku. Orang tuaku pasti akan bersedih luar biasa.
Bisa dikatakan, aku tidak baik-baik saja. Jauh dari kata baik-baik saja. Aku takut, aku kecewa, aku terluka, tapi masih ada sisa keegoisan yang membuatku berharap, laki-laki sial itu bertahan. Walau aku sudah siap dengan apa punya yang terjadi. Tidak, aku tidak sekuat itu, luka apa pun yang menimpa hidupku, aku akan mencoba ikhlas.
Dengan tubuh yang lemas, aku hanya memakai jaket denim, celana jeans, dan topi berwarna putih. Topi Danish. Bahkan belum tahu jawabannya, aku sudah bersedih luar biasa, aku hanya menunduk, sembari menyeka air mata yang tak dapat kubendung. Ya Tuhan, apa yang harus kulakukan, aku sangat mencintai laki-l
Aku sudah mandi, dan merasa sedikit lebih baik. Ingat, sedikit! Menahan luka, dan berpura-pura bahagia itu rasanya sangat menyakitkan.Turun dari kamar, aku mengintip melihat di mana orang tuaku, aku tak mau mereka menangkap diriku, aku hanya ingin menyendiri, dan merenungi nasibku.Dengan membuat minuman cereal, dan beberapa potong roti, aku membawa kembali ke kamar, mengunci pintu rapat, dan mungkin meneruskan menangis, atau mencari solusi dari semua ini, atau mungkin tak ada solusi.Kaki telanjang memijak lantai yang dingin, membuat tubuhku dingin dan mati rasa. Bersedih luar biasa, aku gagal, dan kehilangan segalanya.Aku membuka jendela, dan melihat gerimis manja yang membuatku makin teriris.Tak sanggup, aku mundur dan terduduk di atas ranjang, melihat keadaan kamar yang hancur. Aku mencoba untuk menerima fakta yang ada, dan mungkin bisa menerima diriku lagi. Layaknya sebuah guci mahal, ketika terjatuh, maka hancur dan
"Aku hamil!"Hening! Bahkan, jangkrik saja tak berani bersuara. Bumi seolah berhenti sebentar, dan tak lagi berputar pada porosnya. Sendok yang hendak masuk ke mulut enggan masuk dan tertahan di udara.Aku memperhatikan satu-satu wajah orang tuaku, wajah kecewa itu kentara sekali, mau marah, mau mengamuk."Momma sama Ayah marah?" cicitku pelan. Butuh waktu untuk memberitahu ini, aku menguatkan diriku berkali-kali, walau sekarang juga masih tremor. Kecewa sudah pasti, ya, aku bodoh!Momma dan Ayah terdiam beberapa saat, seperti orang bisu, dan akhirnya kembali menghela napas panjang, tidak ikhlas."Ya, aku bodoh. Kupikir, aku akan terus hidup bersamanya, dan menyerahkan segalanya. Sejujurnya, aku yang mendesak dia buat nikah, karena aku hamil." Aku menunduk, memainkan jari-jari tangan seperti anak kecil, mencoba menutupi mataku, dan merasakan kepalaku berdenyut-denyut seperti dipukul dengan palu milik Thor."Aku
"Anna, maaf. Tahu begini, Mommy takkan mengizinkan Danish pergi."Perkataan itu semakin membuatku membenci semua orang. Tak ingin membuka mata, tapi keadaan mendesak agar aku kembali menerima kenyataan hidupku yang begitu pahit. Menyedihkan!"Anna, kamu nggak papa?" Aku hanya menatap Mommy si sialan itu dengan sorot benci yang begitu kentara. Jangan bilang aku lemah, dan sakit aku akan berubah jinak. Tidak semudah itu! Perasaan dendam ini akan kubawa hingga kumati."Anna, maaf apa yang telah terjadi. Mommy di sini bukan sebagai orang tua Danish, tapi sebagai orang tua. Dari dulu, Mommy sudah menganggap kamu anak sendiri. Satu hal yang harus kamu tahu, Ayah Danish memukul anaknya sendiri, karena Danish tetap memilih pergi, mungkin di awal dia sudah dilukai egonya. Semuanya salah kami."Aku hanya terdiam, mau mencari pembelaan, alasan apa pun, aku tidak peduli!Aku mencari-cari di mana Momma. Sungguh, radarku berdiri teg
Aku menghalau sinar matahari, yang terasa begitu membakar kulit. Merasa seperti vampire. Berjalan terburu-buru, aku langsung masuk ke dalam mobil.Membuka kardigan, karena terlalu panas. Aunty Ilene menyambutku dan tersenyum. Hari ini, kami akan pergi ke dokter untuk memeriksa kandungan. Yeah, setelah berkabung sekitar dua bulan, benar-benar mengurung diri, tak pernah keluar rumah, yang membuatku seperti takut dengan matahari. Terkadang, ada saat aku merasa tidak berguna sama sekali, aku hanya jadi beban bagi orang tuaku, bagi Aunty Ilene dan suaminya.Aku telah berhasil melewati masa-masa trimester pertama yang melelahkan, dan hari ini kami akan periksa kandungan, sekalian mengecek jenis kelamin. Siap tak siap, tapi sedikit perasaan membuncah yang membuatku tak sabar untuk melihat anakku. Aku akan berpijak kuat pada dunia, untuk membela anakku, tidak ada yang boleh menyakiti dirinya.Aku melihat ke jalanan. Sedikit perasaan sedih membuatku ter
SAMBUNGAN CHAPTIRE 25!Danish's POVKalian pikir aku akan bodoh? Aku akan mengikuti sandiwara murahan tersebut? Tidak! Sejak awal, aku sudah tahu jika itu adalah anak-anakku. Walaupun, tanpa bukti yang aku temukan, aku tetap akan mengenali anak sendiri. Sebenarnya, aku sangat menyesali, setan apa yang merasuki diriku agar membuang para berlian ini?Aku merasa jadi bajingan paling beruntung ketika mengetahui fakta itu. Tinggal bagaimana membujuk Anna untuk menikah denganku, kami pernah gagal menikah, dan sekarang aku ingin menunjukan padanya keseriusan dan menikah, menikah untuk terakhir kalinya.Wanitaku.Aku hanya mengikuti mobilnya yang menuju rumahnya, dan akan kujadikan rumahku selanjutnya, aku dan Anna harus tinggal dalam satu atap.Ketika melihat kecantikannya yang tak pernah memudar, ketika Anna keluar dari mobil dan menyusul Celine dan Celena. Entah kebaikan apa yang pernah kulakukan di masa lalu, hingga Tuhan
Ayah memintaku untuk menemuinya segera, tapi aku punya alasan yang lebih urgent. Aku tahu, apa yang mau dibicarakan Ayah.Setelah pulang kerja, aku akan menemui Mommy si sialan. Misi dimulai sekarang. Jadi, begini kira-kira skenarionya. Aku sudah menghire seorang mahasiswa yang butuh uang. Jadi, dia akan berpura-pura mengaku sebagai kekasih Danish brengsek, dan punya anak kembar. Aku akan membawa anak-anakku, aku ingin buat ibunya serangan jantung. Ya, sedikit jahat tidak masalah, karena anak mereka dasarnya tak punya otak.Aku sedang bersemangat untuk berdandan, tampil secantik mungkin, aku ingin menunjukkan aku sudah bangkit, tinggal balas dendam saja.Aku memulas mata dengan eyeshadow berwarna abu-abu, tinggal lipstik. Merasa begitu cantik, dan tampil percaya diri.Berpikir, saat menemui kata-kata hasutan apa yang membuat ibunya jadi membenci anaknya sendiri. Walau aku tahu, Mommy si sialan itu berhati lembut. Menarik napa
Danish's POV.Bayangan tentang pernikahan menari-nari di kepalaku, berserta banyak kesebelasan anak berlari di segala sudut ruangan.Dengan langkah yang mantap, aku masuk ke dalam rumah, selangkah lagi aku akan membawa Anna dalam dekapan hangat, dan tidak akan pernah bisa dilepaskan lagi.Sambil bersiul, aku memainkan kunci mobil. Berpikiran untuk resign dari G00gle, dan bekerja di cabang G00gle demi Anna, dan anak-anakku."Danish, kamu sudah punya anak?" Langkahku terhenti, karena pertanyaan Ayah. Aku tersenyum, dan merasa bangga sebagai seorang ayah. Merasa sebagai seorang pahlawan, walau terlambat."Ya. Ayah sudah tahu? Padahal aku rencananya mau buat kejutan." Aku mencoba memperjelas, di saat wajah Ayah mengeras.Bugh!Dalam sekali pukulan, kepalaku langsung berputar, aku mencoba meludah sebentar, dan berdarah. Pukulan itu tidak main-main."Kamu benar-benar bajingan! Kamu mau
Kalian pernah berpikir seandainya kata penyesalan itu tidak pernah terciptakan? Seandainya, perasaan menyesal itu tak ada mungkin aku tidak akan sekalut ini.Aku benar-benar merenungi nasibku, memandang ke jalanan, ditambah suasana yang seperti terus menghukum diriku, sekarang hujan turun tak begitu deras, tapi tidak juga gerimis, dan intens. Seperti perasaanku yang teriris, dan menangis, karena penyesalan.Aku melihat jam yanga melingkar pergelangan tangan, sedang menunggu Raja. Hanya ingin berbagi, walau mungkin dia akan menertawakan kebodohanku. Sungguh, aku sanggup menyebut kata 'menyesal' hingga jutaan kali, demi Anna memaafkan diriku.Aku menatap bangku kosong di depanku, dan membayangkan Anna tersenyum manis ke arahku. Ah, wanita itu. Sekarang dia sangat membenci diriku. Entah apalah arti diriku tanpa Anna. Wanita itu adalah orang hebat di belakangku, hingga aku sampai pada tahap ini, dan menyakiti dirinya semakin dalam.Ann