Menangis. Aku hanya menangis semalaman. Tidak percaya dengan nasibku.
Aku gagal menikah!
Ya Tuhan, mengingat ini aku meraung-raung seperti orang gila. Danish brengsek sialan itu mencampakkan aku! Aku meringkuk seperti udang memeluk diriku dengan dada yang terasa perih dan perutku yang terus diaduk. Menangis memang percuma, tapi terasa lebih sesak jika aku tak melakukan hal ini. Aku tak percaya! Tidak bisa dipercaya!
"Anna." Aku hanya menggeleng. Aku tak ingin berbicara dengan siapapun, aku tak ingin bertemu dengan siapapun!
Pintu dikunci rapat! Aku hanya ingin seperti ini, tak tahu bagaimana semua kesialan yang kurasakan segera hilang. Awalnya si bajingan itu yang mencoba-coba mengajak menikah, mungkin dia bercanda tapi aku menganggap serius dan banyak hal yang sudah kami lalui bersama tentu jadi akar yang kuat untuk menikah, tapi dia mengacaukan semuanya. Sampai detik ini aku masih belum percaya Ya Tuhan!
Aku dicampakkan oleh laki-laki yang sangat aku cintai. Aku dibuang oleh laki-laki yang kupercayai sepenuh hati.
"Anna!" Momma memanggil, tapi aku seperti orang tuli yang tak ingin mendengar apapun. Kata-kata Danish sialan itu sangat membekas di telingaku dan terus diputar-putar seperti kaset rusak yang mengejekku jika aku tidak berharga sama sekali di matanya!
"Anna! Momma panggil DAMKAR ya!" Aku tak peduli. Bahkan aku rela jika Momma menyewa algojo dan menghabisi nyawaku sekarang.
"Anna!" Hatiku semakin perih saat Ayahku. Ayah adalah laki-laki lembut yang tidak pernah marah dan sangat memanjakan aku. Sedari kecil aku selalu berlimpah kasih sayang dari orang-orang di sekitarku, tapi sekarang aku merasa begitu hina! Aku hanya memeluk diriku masih terisak, bahkan pita suara nyaris putus karena kebayankan menangis. Kepalaku sampai pening.
"Anna."
Kepalaku pening. Perutku semakin terasa mengencang, tenggorokanku terasa dicekik, dadaku dihimpit. Perutku seperti diaduk-aduk.
Aku bangkit dan memuntahkan semua kesialan yang aku rasakan. Setelah semua cairan bening itu keluar aku masih menangis dengan melihat muntahanku sendiri!
Uweeekkk!
Aku tergugu. Duduk lemas di bawah wastafel, sebelum aku terbangun di ranjang rumah sakit!
💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰
"Sayang, maaf, Mommy nggak tahu kamu kayak gini. Mommy malu bangat sama kamu. Maafkan, kami." Aku terduduk di ranjang sambil menerawang kosong.
Mommy si brengsek itu datang dan memeluk diriku. Keluarga kami sudah saling mengenal dan menganggap diriku seperti anak. Hal ini juga yang mendasari diriku begitu kuat untuk menikah, tapi si sialan itu merusak segalanya! Ah! Perutku mau muntah lagi jika mengingat dirinya.
Aku melirik dengan ekor mataku ke arah ayahnya si bajingan itu. Hanya diam. Ayahnya memang tidak banyak bicara, tapi tidak brengsek seperti anaknya.
"Maafkan, Mommy. Maafkan anak Mommy. Nggak pernah Mommy mengajarkan seperti itu. Semalam ayahnya udah pukul Danish sampai babak belur, tapi anaknya tetap ngotot mau pergi. Dia pergi dengan lebam di tubuhnya. Nggak ada yang nganterin ke bandara. Kami semua menghukum dia."
Aku tidak lega sama sekali. Justru rasa benci itu semakin mengakar. Berarti aku memang tak berarti apa-apa jika keluarganya juga tak bisa mencegah dirinya.
"Maafkan anak Mommy sayang." Ibu si bajingan itu mencium pucuk kepalaku dengan sayang. Sorot matanya menatapku lembut dan penuh kasih sayang. Ibu si bajingan itu sangat baik dan lembut, tapi kenapa anaknya harus brengsek?
"Lekas sembuh, Anna. Semalam ayahnya ngancam, kalau dia berani pergi, Danish akan dicoret dari KK. Dia bukan anak kami lagi. Anak kami, Anna." Semua hiburan itu tidak berarti apa-apa bagiku. Aku mati rasa dan tersisa hanya kebencian yang kain membumbung tinggi.
"Mau makan? Biar Mommy suapin." Aku hanya duduk di atas ranjang. Duduk dalam diam, dan tak ingin melakukan apapun. Aku tengah berduka luar biasa.
"Maafkan Danish, Sayang. Kami bahkan nggak tahu kalau dia melamar kerja di sana. Anak kami hanya, Anna. Mommy hanya mau menantu Mommy itu Anna." Aku masih diam. Tidak merespon apa-apa.
Menunduk dengan tubuh lemah dan perasaan tidak diinginkan sama sekali. Sial sekali hidupku! Aku benci dengan hidupku sendiri!
"Cepat sembuh, Sayang." Semua kata-kata itu tidak ada artinya sama sekali. Aku hanya menunduk saat ibu si bajingan itu memeluk diriku.
Danish sialan! Danish brengsek! Laki-laki pengecut yang pernah aku tahu. Tapi aku tidak akan mengenal laki-laki itu lagi. Seumur hidupku!
💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰
Tanpa sadar bulir air mata itu merembes. Lima tahun aku berjuang, bagaimana aku melawan kesedihan dan luka yang dia torehkan. Dan sekarang dia dengan gampang meminta kesempatan kedua? Kesempatan my ass! Aku bahkan sangat membenci melihat dirinya.
Dengan cepat-cepat aku mengubur air mataku dan tersenyum melihat anak-anak itu bermain. Jika aku terluka dan bersedih seperti ini, perlarianku adalah datang ke taman. Melihat anak-anak bermain tak mengenal rasa lelah, tak ada kesedihan yang terpancar dari wajah-wajah polos itu membuatku ingin kembali ke masa kecil, ketika apa yang aku inginkan semua terpenuhi.
Mataku tak pernah lepas dari dua kembar itu, yang satunya memakai dress berwarna putih dengan bunga-bunga pink, yang satu lagi berwarna merah. Rambut diikat ekor kuda, rambutnya sedikit panjang. Aku tersenyum melihat tingkah mereka. Anak-anak itu seperti terapi bagiku. Saat aku merasa sial seperti ini, melihat anak-anak bermain adalah solusi.
Nora : Oy! Kemana?
Aku hanya membaca pesan dari Nora. Aku memang bolos dari kantor. Kesedihan membawaku kesini. Semoga laki-laki brengsek sialan itu tidak pernah hadir dalam hidupku. Dia hanya membawa luka!
Aku menunduk memijit kepalaku pening karena menangis. Mengingat masa-masa terpuruk dalam hidupku. Saat laki-laki brengsek itu hadir lagi aku merasa kembali terpuruk. Lebih baik dia memang tak usah kembali lagi.
Anak-anak itu berlari ke hadapanku. Aku langsung tersenyum. Keduanya begitu kompak dalam melakukan segala hal.
"Hi, cantik." Aku langsung memeluk satu-satu dan mencium seluruh wajah mereka. Secara ajaib luka yang tadi menganga lebar seperti diembuskan sebuah mantra dan luka itu mengering. Jika mengingat si bajingan sialan itu luka itu kembali.
"Kalian mau main lagi atau mau pergi makan?"
"Bunda, mau makan ice cream."
"Okay! Kita makan ice cream." Aku tersenyum tulus dan manis pada mereka. Obat dari segala obat.
"Bunda, kapan Ayah pulang?"
Tubuhku langsung menegang. Aku selalu bilang ke anak-anak jika Ayah mereka pergi jauh. Jauh sekali!
Permintaan polos mereka kadang membuatku semakin merasa jadi ibu terburuk buat anak-anakku.
"Okay. Bunda antar makan ice cream ya."
"Bunda, nanti Ayah pulang kan? Nanti kita bisa pergi ke taman, pergi makan ice cream sama Ayah kan?" Aku hanya mengangguk dengan air mata yang tak dapat kubendung lagi.
Mengendong Celine dan Celena ke dalam mobil.
💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰
Hayoooo. Siapa ayah mereka?
Kalau itu anak Danish, kira-kira kapan dia tahu anak-anaknya 😋😋😋😋.
Kita hukum Danish ya, dia jahat sama Mama Anna.
See you💋💋💋💋.
ABC NEWSTelah terjadi kecelakaan pesawat Europe Air pada tanggal 28 Juni dini hari, pesawat mengalami kesalahan teknis, dan membuatnya jatuh ke hutan di Ermenonvile, Perancis.Pada pintu bagian kargo tidak tertutup rapat menyebabkan pesawat mengalami tekanan udara di tengah penerbangan.Hal ini menyebabkan kerusakan pada sejumlah bagian pesawat, termasuk mesin yang perlahan-lahan hancur. Tidak ada penumpang yang selamat dalam kejadian ini.Otoritas setempat mengatakan, terjadi ledakan besar, dan sekarang TIM SAR sedang menggerakkan seluruh tim untuk mencari badan pesawat.Penumpang yang berisi 288 penumpang termasuk para awak kabin. Para jenazah sedang diidentifikasi.____________Tubuhnya lemas tak bersisa, semua ini salahnya, semua karena kebodohannya. Bahkan, dia sudah tak sanggup untuk bernapas, bersuara saja rasanya tidak sanggup.Kematian adalah suatu kepastian, perpisahan tak dapat di
Banyak orang yang terobsesi dengan Perancis, terutama Paris dengan ikon khas menara Eiffel yang mendunia. Salah satu kota yang dijuluki sebagai kota paling cinta, kota paling romantis di dunia. Apalagi ingin menghabiskan waktu bulan madu.Sebenarnya, aku tak terlalu banyak berekspektasi tentang bulan madu kali ini, apalagi anak-anakku tidak diikutsertakan, setengah ikhlas aku menjalani ini.Danish memboyong bulan madu ke Eropa, tapi kami lebih berfokus ke Perancis. Aku menghindari Paris, walau kata orang kota romantis, tidak bagiku, kota itu banyak kasus pencopetan, bau pesing, bahkan penduduk lokal sangat tidak ramah pada turis, mereka tak mau berbicara bahasa Inggris, mereka hanya mau berbicara bahasa Perancis.Akhirnya kami memilih di Perancis Timur. Aku lebih suka bangunan gaya kuno yang sudah berdiri sejak abad pertengahan."Aku kenapa selalu terobsesi dengan kerajaan?" tanyaku pada Danish. Kami sedang berada di Perouges, sebu
Lantunan lagu syahdu, mengiringi setiap langkah. Setiap langkah beriringan dengan sebuah tangisan penuh kebahagiaan, aku merasa belum bisa memijak dunia sekarang. Pipi terasa memanas, tubuh terasa ringan, irama jantung yang berdegup kencang, napas serasa dicekik. Aku berusaha untuk menelan ludah walau sulit.Aku bahagia! Ini bukan hari perkabungan, tapi aku ingin meratapi nasibku. Di depan sana, seorang laki-laki yang dulu pernah berjanji akan menikahiku, dan semuanya gagal di saat pernikahan impian itu sudah berada di depan mata.Aku meremas tanganku sendiri, rasanya ingin menampar pipiku jika ingin bukan mimpi, tapi sebuah mimpi yang kubangun bertahun-tahun, dan sekarang menjadi kenyataan."Rileks. Semua akan berjalan dengan lancar." Aku tertawa kecil, sambil menoleh pada Ayah. Laki-laki yang sudah membesarkan aku mengandeng tanganku, dan berjalan menuju altar yang sedang berdiri laki-laki yang pernah mengingkari janjinya sendiri.
Aku kembali berdiri kaku, memandangi sebuah gaun mewah berdiri angkuh di depanku. Aku memperhatikan gaun itu lamat-lamat, dan meyakinkan diriku, ini yang aku inginkan, ini yang aku tunggu-tunggu selama ini.Aku kembali mengehela napas, gaun pengantin sudah tersedia di depanku, dan aku kembali meragukan hatiku, di saat semua sudah siap. Bukan, aku tidak meragukan Danish sama sekali, aku yakin laki-laki itu akan bertanggung jawab, tapi aku meragukan diri sendiri, dan kembali dilempar pada kejadian lima tahun ke belakang, aku gagal menikah.Di saat aku sudah memimpikan pernikahan impian, aku sudah menghayal tentang sebuah rumah tangga yang harmonis, keluarga kecil yang bahagia, dan impian itu dirusak beberapa jam, rasanya masih membekas hingga kini."Kamu suka?" Aku berbalik ke arah Danish yang memeluk pinggangku, sambil mencium pipiku. Aku tersenyum ke arahnya, sambil mengangguk.Gaun berwarna ungu dengan tulle berwarna putih di bawa
Dengan menyemprotkan parfum ke beberapa bagian tubuh, leher, pergelangan tangan, keliling tubuh bagian depan dan belakang, aku mencium parfum tersebut, dan tersenyum. Bernapas lega!Aku masih berdiri di depan kaca, sambil mengukur gundukan bulat di perutku, mengelus-elusnya. Kembali tersenyum dengan kebahagiaan, tak menyangka takdir membawaku sejauh ini.Aku mengikat rambutku dan memastikan sekali lagi penampilan.Hari ini, perayaan untuk keluarga kecilku, dan semua keluarga akan berkumpul.Aku menengadahkan wajah ke atas, bernapas lega, dan bersyukur masih bisa bertahan hidup sejauh ini, dengan keluarga yang harmonis, keluarga yang selalu mendukung, serta anak-anak yang sangat menggemaskan semuanya.Ganggang pintu bergerak, aku alihkan pandangan ke pintu bercat putih tersebut. Menyambut calon suami yang sangat mengesalkan, tapi harus kuakui hidupku sepi jika dia tak berada di sekelilingku. Aku merentangkan kedua tanga
"Jadi, pada akhirnya kamu tetap memilih tytyd jelek itu?" Aku hanya memalingkan wajahku, malu tentu saja. Aunty Ilene berbicara mana peduli dengan perasaan orang lain, asal apa yang dia keluhkan keluar."Aunty marah?""Lebih ke kecewa, sih. Malu juga, mereka itu memang paling dekat, Dennis itu abangku, Bella itu sahabatku dulu, punya anak sebiji Danish, keponakan favorit yang akhirnya mengecewakan semua orang." Aku kembali menghela napas. Mau bagaimana lagi, aku kembali hamil dengan laki-laki itu, dan aku mencintai Danish, biarlah jadi wanita bodoh, aku akan melakukan apa saja demi kebahagian anak-anakku."Mungkin udah takdirnya, Aunty. Nyatanya aku kembali dengannya, walau awalnya sakit hati, dendam. Tapi, Danish sudah punya banyak anak." Aku menjilati bibirku. Kami sama-sama menghela napas berat.Sekarang, anak-anak lebih dikuasai Mommy Danish, aku tak banyak berbuat karena tahu wanita itu sedang menikmati perannya sebagai nenek, setel