Share

Chaptire 6

Dua jagoanku tertidur dengan pulas, setelah menghabiskan satu mangkuk ice cream masing-masing dan ayam goreng satu potong. Mereka tertidur dengan memeluk boneka masing-masing. 

Aku hanya menatap mereka dengan penuh cinta. Mencium kepala mereka mengelusnya dan tersenyum bangga. Dua malaikat yang hadir di saat aku merasa dunia tak pernah adil. Dunia tak pernah berpihak pada orang lemah sepertiku. Sumber kekuatan yang Tuhan hadirkan di saat aku berada di titik terlemah dalam hidupku. 

"Bunda, akan lakukan apapun biar kalian bahagia." Wajah mereka sama. Orang-orang di sekitar tak bisa membedakan mana Celine dan Celena. 

Nora : Girls, Danish minta alamat rumah kamu. Serius aku bingung mau jawabnya. Gimana nih? 

Anna : Jangan dilayan! 

Laki-laki sialan! Yang tersisa untuknya hanya kebencian yang kian memupuk. Danish adalah laki-laki paling brengsek yang pernah aku tahu. 

Aku menarik napas panjang berbalik melihat dua malaikat kecilku. Apa reaksi mereka jika tahu Ayah yang mereka nantikan selama ini sudah dekat dengan mereka. Mengingat anak-anakku hadir tanpa ayah membuat luka itu semakin menganga lebar. Mereka tidak pernah salah, karena keegoisan orang dewasa mereka harus merasakan hal ini. Celine dan Celena selalu menantikan sosok ayah dan penasaran bagaimana sosok ayah itu. Sosok ayah yang hadir sebagai malaikat, sosok ayah yang membacakan dongeng di setiap tidur malam, ayah yang mengajarkan mereka bersepeda, ayah yang menghapus air mata mereka saat mereka terjatuh dari sepeda. 

"Bunda akan jadi Ayah buat kalian." Aku selalu berperan ganda. Jadi ibu dan juga sosok ayah buat kedua malaikatku. 

Terkadang aku ingin egois, aku ingin anak-anakku tak punya ayah, tapi pertanyaan dan permintaan polos itu membuat hatiku berdenyut nyeri. 

"Nggak bisa! Dia maksa! Telat! Dia langsung tanya orang-orang di kantor." Wajah Nora yang terlihat panik membuat aku hanya menampilkan wajah datar walau otakku sedang menyusun rencana. Apa yang harus kulakukan setelah ini. 

"Udah biar aja. Nanti aku urus." 

"Cieee ... Pasti urusnya di ranjang ya kan? Si kembar udah bisa punya adik sekarang, mana tahu kalian bisa punya anak kembar lagi, tapi yang laki-laki." 

Aku langsung mengacungkan jari tengah ke arah Nora membentuknya mulutku dengan kata f*** dan dia tertawa terbahak seperti nenek lampir. 

Aku mematikan sambungan telpon. Menunggu anak-anak bangun dan aku harus mengungsi secepatnya. Aku benci jika laki-laki itu tahu anak-anakku. Aku ingin laki-laki itu tak usah mengenal semua anak-anakku! 

Aku memegang ponsel ikut tertidur dengan dua malaikatku, saat mendengar suara mereka yang sudah bersemangat seperti biasanya. 

"Ya ampun, Sayang. Kenapa kalian rusakkan lipstik Bunda?" Aku memijit kepalaku yang terasa berat dan masih mengantuk, tapi aku ingin mengungsi. 

Tas sandang kecil milikku sudah dicoret-coret pakai lipstik dan tas itu merah semua. Jika sudah begini aku hanya menarik napas panjang dan mulai membereskan kekacauan yang mereka buat. 

Dengan menggulung rambutku, aku suruh mereka mandi dan membereskan kekacaun yang mereka buat. Biasanya Celine dan Celena lebih banyak menghabiskan waktu di rumah Aunty Danish. Sial! Kenapa aku harus menyebut nama laki-laki sial itu? Aunty si sialan itu menikah dengan Omku. Mereka juga punya anak kembar perempuan hal itu yang mendasari Aunty Ilene sering mengajak anak-anak bermain karena selalu ingat dengan anak kembarnya semasa kecil. Atau anak-anak akan bersama Momma dan Ayah, mereka sedang menikmati masa tua dan Celine dan Celena yang suka di rumah Oma dan Opa karena merasakan sosok ayah itu. Tapi aku yang tak bisa berjauhan dengan mereka. Tapi aku biasanya selalu menitipkan anak-anak ketika pergi kerja. Menabung demi masa depan mereka. 

"Siram badan! Nanti Bunda pakaikan sabun." Keduanya ribut di kamar mandi. Aku sudah menduga pasti masuk dalam bathtub dan bermain sabun, saling siram-siram hingga kamar mandi itu banjir. Aku tak bisa marah pada mereka, tapi kadang aku sudah diam mereka tahu Bunda marah dan mereka akan jadi anak yang manis. Aku tersenyum, mereka adalah harta paling berharga yang aku punya. 

Aku masuk ke kamar mandi. Benar saja, Celena sedang menyiram kakaknya, kain penghalang basah semua. Aku berdiri melihat mereka. Ketika menyadari kehadiranku bukannya berhenti keduanya semakin tertawa riang, Celena menyiram lagi dan bajuku ikut basah. Aku hanya bisa menghela napas. Anak-anak ajaib dengan tingkah yang ajaib pula. 

"Ayo Bunda mandikan. Kalian mau ke rumah Buna bukan?" Aunty Ilene sangat memanjakan mereka, jadi sudah di sana tak mau diajak pulang. Mereka memanggil Aunty Ilene dengan panggilan Buna dan Ayah. Membuatku tak terlalu merasa bersalah karena mereka terus bertanya ayah mereka. 

"Buna udah janji mau bawa ke mall kan? Beli sepatu." Aku hanya menggeleng, mereka adalah keponakan favorit di antara semua sepupu mereka. 

"Nanti gajian Bunda belikan. Sikat gigi." Aku membuka video animasi biar mereka meniru bagaimana menyikat gigi dengan benar. 

Keduanya sikat gigi dan aku membantu mereka. Mengendong satu-satu dan membawa ke kamar. Memakaikan baju, terkadang belum sempat aku mengantar, Aunty Ilene sudah merampok mereka dan membawa tak mau dibalikan. Terkadang aku bercanda suruh mereka punya anak kembar lagi. Anak-anak jarang merasa kesepian, kecuali bersamaku dan mereka selalu bertanya sosok 'ayah'. Karena bersama Aunty Ilene dan Oma mereka selalu sosok laki-laki sedangkan aku selalu sendiri. 

"Sini sisir rambut." Aku menyisir rambut mereka dan memberi pita di masing-masing sisi. 

"Oi!" Panjang umur. Anak-anak langsung berlari ke luar kamar dan menyambut Aunty Ilene. Dia juga sudah rapih, pasti akan mengajak anak-anak jalan. Aunty Ilene pergi kemana-mana tak pernah lupa untuk membawa anak-anak, terkadang aku merasa mereka lebih dekat dengan Aunty Ilene daripada ibu mereka sendiri. 

"Buna!" Teriak keduanya kompak. Aku melihat pakaianku yang masih basah. 

"Hi, cantik! Kalian tahu aja mau ajak jalan-jalan. Mana wangi semua. Cium dulu." Keduanya kompak lagi mencium pipi Aunty Ilene. Aku tersenyum bangga, tingkah mereka yang membuat bertahan dari semua luka yang aku rasakan. 

"Pamit ke Bunda dulu." Keduanya berbalik. Aku langsung menyambut mereka, ingin memeluk tapi pakaianku basah. 

"Jadi anak yang manis ya." 

"Siap, Bunda kapten!" ucap Celena. Aku tersenyum dan menggeleng. Begitu mengemaskan! 

Aku berdiri mengantarkan mereka ke depan pintu, dan melihat mobil itu menjauh. Mereka pasti sudah menyanyi di dalam. 

Aku memutuskan untuk mandi! 

πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°

Dia diam menatapku begitu juga denganku yang tak ramah menyambutnya. Aku hanya memakai kimono berwarna pink karena baru selesai mandi, belum sempat mengeringkan rambut dan pintu terus berbunyi. 

"Aku lagi nggak pesan o****e. Anda salah alamat!" Kataku sarkas dan menutup pintu. Dia menahan pintu itu. Shit! Aku benci sekali dengan laki-laki itu. Tapi tubuhku selalu berdesir saat menghirup aroma tubuhnya. Harusnya aku membenci juga bau tubuhnya, tapi aku malah diam-diam menghirup sebanyak mungkin. Anna bodoh!

Dia menatapku sendu, tapi harusnya dia tahu sorot mata yang aku tunjukkan penuh kebencian! Aku memang sangat membencinya! Setelah dia mencampakkan aku di saat besok aku harus memakai gaun pernikahan dan tengah hamil. Sebenarnya sebelum pernikahan itu aku sudah tahu jika aku hamil, aku ingin memberitahukan dirinya tapi sudah terlanjur kecewaβ€”begitu kecewa. 

"Anna!" Fuck! Aku benci sekali dengan apapun yang keluar dari mulutnya. Apalagi dia menyebut namaku, membuatku semakin muak padanya. 

"Sebenarnya apa yang kamu harapkan? Kamu sudah bahagia dengan pekerjaaanmu, aku sudah bahagia dengan hidupku. Aku sebentar lagi akan menikah!" Entah pinjam kata-kata itu dari mana, tapi aku ingin menunjukan jika aku tak butuh laki-laki sampah seperti dirinya! 

Dia menatapku dengan sorot terluka. Sebenarnya yang terluka aku atau dia? Kenapa harus dia yang bersikap seperti korban? Di saat dialah yang mematahkan segalanya! 

"Aku ingin kita berteman." 

"Teman?" Aku bertanya dengan sarkas ingin meludahi wajahnya saking muak! 

"Maaf. Aku tidak berteman dengan laki-laki BRENGSEK!" Aku menekankan kata-kata brengsek karena dia memang brengsek! 

"Anna, apa tidak ada kesempatan kedua? Apa pintu maaf itu tidak ada sama sekali?" 

"Pintu maaf buatmu, jangan pernah tampakkan wajahmu di sini! Jangan pernah!" 

Dia menarik napas gusar. Walau berpisah bertahun-tahun aku sangat mengenal karakternya. 

"Bye, Tuan BRENGSEK! Aku muak melihatmu!" Aku langsung menutup pintu dengan kasar. Anna dulu yang bisa dia bodoh-bodohi tidak ada lagi. Yang tersisa hanya ada benci dan dendam! 

Aku masuk ke dalam kamar bergulung dalam selimut dan menangis. Itu yang kulakukan tiap hari saat mengingat nasib sialku, gara-gara si bajingan tak tahu malu itu!

Aku tak pernah menampakkan sedih atau terluka di hadapan anak-anakku. Yang aku tunjukkan hanya kebahagiaan, aku tak ingin anak-anakku bersedih. Walau aku sendiri menangis sendirian. Hingga saat ini luka itu masih menganga lebar. 

"Danish sialan!" Aku berteriak seperti orang gila. Anak-anakku tak pernah tahu Bunda mereka hampir jadi gila karena ayah mereka yang brengsek! 

πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°

Puas menangis, makan, dan berdandan lebih baik dan terlihat lebih pantas aku kembali menunjukkan Anna yang terlihat seperti wanita tegar luar biasa walau sendiri aku hanya wanita rapuh yang jika disentuh aku akan berderai menjadi butiran debu. 

Aku akan menjemput anak-anak. Aku butuh mereka, aku butuh mereka agar luka itu sedikit mengering. Dengan suara mereka, dengan pertengkaran yang sering mereka lakukan menjadi pengalihan dari segala rasa sakit yang aku rasakan! 

Aku melihat keadaan sudah gelap. Anak-anak pasti sudah mandi, makan malam. Di rumah Aunty Ilene mereka punya kamar sendiri, pakaian mereka dan segala kebutuhan. Mereka paling betah di sana, Aunty Ilene tidak banyak melarang mereka seperti yang aku terapkan. 

Aunty Ilene tak pernah bercerita anak-anak pada laki-laki sial itu. Keluarganya memang mau menghukum dirinya dengan tidak tahu kabar jika laki-laki sial itu punya anak. Lagian dia yang mencampakkan aku! Artinya dia juga membuang anak-anaknya. Aku seperti seonggok sampah yang tidak diinginkan sama sekali, jadi manusia brengsek seperti dia tidak butuh aku yang butiran debu ini! 

Kebanyakan melamun aku tak sadar jika sudah sampai di rumah Aunty Ilene. Ada sebuah mobil hitam terparkir di sana. Mereka punya tamu, tapi aku hanya butuh anak-anakku dan membawa mereka pulang. Besok pagi aku bisa mengantarkan lagi karena aku juga harus kerja. 

"Om, singa itu itu memang ganas?" 

"Ya. Singa buas karena mereka bertahan untuk hidup. Seperti kalian, kalau nggak makan nggak hidup." 

"Celine tadi makan wafle." 

"Celena juga."

Aku langsung menahan napasku saat laki-laki sial itu mengendong dua anak-anakku dan mereka terlihat begitu akrab. Ya Tuhan kenapa harus terjebak situasi ini? 

Mataku langsung mencari sosok Aunty Ilene, semoga dia tidak membocorkan apa yang terjadi. 

Aunty Ilene hadir dia menempelkan jari di bibirnya. Aku mengangguk dan mengerti keadaan sekarang. Sepertinya rumah ini tidak aman lagi. Aku harus mengungsikan anak-anakku ke lain tempat. 

Aku hanya berdiri di depan pintu. Tak ada satupun yang menyadarkan kehadiranku. Mereka masih sibuk bercengkrama rentang binatang liar. Celine dan Celena adalah anak yang rasa ingin tahu begitu besar, jika sudah bertanya sesuatu maka akan terus bertanya. 

Mereka sangat serasi dan terlihat begitu akrab dalam sekejap mata. Ya Tuhan berdosakah aku jika memisahkan mereka? Anak-anakku butuh sosok ayah. Tidak-tidak! Jangan lembek, Anna! Kamu akan dibuang lagi seperti sampah. Kamu harus melindungi anak-anakmu! 

"Ehem!" Mereka mengalihkan perhatian padaku. 

"Bunda!" 

"Om. Itu Bunda kami. Bunda, kata Om mau ajak ke kebun binatang lihat singa. Kata Om bisa juga naik gajah sama beri makan gajah." Semoga dia salah nangkap. Semoga dia tidak curiga! 

"Pulang ya." 

"Nggak mau! Mau di rumah Buna. Nanti Om ini akan ajak kami ke kebun binatang." Aku menggeleng. Tak ada kebun binatang, karena laki-laki sial ini binatang sebenarnya! 

"Kamu ngapain ke sini?" Aku bertanya padanya dengan raut wajah tak senang. Anak-anak bahkan tak mau beranjak dari pangkuannya. Sial! 

"Yaudah. Have fun." Aku harus bergegas sebelum ketahuan laki-laki sial itu. 

"Bentar ya. Om janji, kita akan ke kebun binatang besok." 

Anak-anak dengan patuh mengangguk dan langsung meloncat dari pangkuannya, menonton TV. 

Aku langsung berjalan menuju mobilku. 

"Anna." Jika kunci mobil yang aku pegang tajam seperti pisau, aku takkan segan berlari ke arahnya dan menusuk dirinya hingga tewas. Aku begitu muak dengan dirinya! 

"Anna!" Dia mengejarku dan memegang tanganku di saat aku menepis tangannya. 

"Kamu udah punya anak?" Nadanya terlihat begitu kecewa. Aku hanya berdiri menatap laki-laki sial ini. Saat melihat dirinya, aku merasa kesialan selalu menyertai hidupku. 

"Ya! Aku sudah punya anak, sudah punya suami! Puas!" 

"Tapi kamu nggak pakai cincin!" Aku menunduk melihat jari-jari tanganku yang polos. Hatiku kembali terasa nyeri mengingat cincin pernikahan kami yang masih aku simpan sampai sekarang. Sial! Kenapa hidupku harus menyedihkan seperti ini? 

"Itu bukan urusanmu. Ingat! Aku udah punya anak, dan aku udah punya suami! Hargai perasaan dia!" 

"Tapi tadi kamu bilang calon suami. Sekarang suami!" Aku hanya tersenyum miris. Malas melayan masuk dalam mobil dan pergi dari rumah itu. 

Dia masih berdiri di sana menatapku yang menjauh. 

Andai dia tidak merusak segalanya, kami akan menjadi keluarga harmonis dengan anak-anak yang lucu. Dia yang merusak semuanya dan dia tidak layak mendapatkan kesempatan! 

πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°

Lagi demen bangat pasangan ini😍😍😍. Semoga kalian cinta dengan Anna dan Danish seperti aku yang sudah jatuh cinta duluan pada mereka 🀩🀩🀩. 

Cerita Aunty Ilene di : MY SEXY EDITOR. 

CEK YA. BIAR TAHU BAGAIMANA KISAH ILENE DAN SUAMINYA DAN ANAK-ANAK KEMBARANYA. 

SEE YOU DI SANAπŸ’‹πŸ’‹πŸ’‹. 

Orang tua Danish di : NANNY TO MOMMY

ORANG TUA ANNA : I WAS NEVER YOURS. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status