Share

BAB 4

Rayhan tahu jika Lily berbohong karena laki-laki itu sudah berteman dengan Lily sejak lama. Pikiran Rayhan kini kalut, dia takut jika benar terjadi sesuatu saat Lily berada di sana. Rayhan hanya mengamati wajah Lily dengan serius. “Oh baiklah. Aku sempat pingsan disana tapi aku baik-baik saja,” ujar Lily. Rayhan terdiam mendengar jawaban Lily. Laki-laki itu khawatir dengan keadaan Lily, tidak menutup kemungkinan jika kondisi Lily semakin buruk karena sampai saat ini Lily belum mendapatkan donor jantung. Donor jantung adalah solusi dari Dokter untuk bisa menyembuhkan Lily.

“Ayolah aku baik-baik saja Ray, tidak perlu khawatir seperti itu,” ucap Lily.

“Baiklah aku percaya kalau ada masalah jangan sungkan untuk meminta bantuanku," ujar Rayhan.

“Oke, terima kasih Ray sudah menjadi sahabat yang selalu ada buat aku. Kata terima kasih tidak cukup untuk membalas semua kebaikan darimu,” kata Lily.

“Hei jangan merasa seperti itu, aku tulus membantumu," ujar Rayhan sambil tersenyum.

Rayhan memang tampan, baik, perhatian, dan mapan diusianya yang baru 24 tahun. Tapi Lily tidak pernah menaruh perasaan terhadap Rayhan. Entahlah, Lily juga tidak paham kenapa dia hanya bisa menganggap Rayhan sebatas sahabat. Lily, Rachel, dan Rayhan sudah berteman sejak lama dan itu membuat Lily tidak pernah ada perasaan lebih terhadap Rayhan. “Oh sepertinya aku harus kembali ke butik Ray karena masih banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan," ujar Lily. Rayhan menyetujui jika Lily harus kembali ke butik karena jam makan siang sudah selesai.

“Oke. Aku pergi duluan Ray,” kata Lily dengan melambaikan tanganya.

“Iya Li,” balas Rayhan dengan ikut melambaikan tangannya.

Dreett ... Dreett ... Dreett

“Halo. Iya ada apa?” ujar Rayhan.

“Bisakah kau ke kantor pusat?" ujar seorang laki-laki dibalik telepon.

“Kau sudah kembali ke Jakarta?” tanya Rayhan.

“Sudah. Cepat ke sini aku ingin meminta bantuanmu," ucap seorang laki-laki.

“Baiklah aku akan ke kantormu,” ujar Rayhan.

“Apakah kau sibuk? kalau kau sibuk aku tidak memaksa," kata seorang laki-laki.

Come on dude, tidak masalah aku akan membantumu," ujar Rayhan.

“ Baiklah. Aku tutup teleponnya, " ucap seorang laki-laki.

“Oke sampai nanti,” ucap Rayhan.

Huh melelahkan sekali hari ini bagi Rayhan. Barusan sepupunya meminta bantuan untuk mengurusi klien yang akan bekerja sama dengan Wijaya Group. Sepupunya itu adalah CEO dari Wijaya Group, sedangkan dirinya juga CEO tetapi disalah satu cabang perusahaan Wijaya Group. Dirinya saja yang bekerja di cabang sudah sibuk seperti ini apalagi sepupunya itu yang bekerja di pusat. Padahal tadi sebelum bertemu Lily dia sudah ada meeting dua kali dengan klien yang berbeda. Mungkin hari ini dia harus menguras tenaganya. Ah sudahlah lagipula sepupunya itu juga pasti sedang disibukkan dengan pekerjaannya yang lain karena dia barusan kembali ke Jakarta setelah ada pertemuan dengan klien di luar negri. Sudah bisa dipastikan sepupunya itu memiliki pekerjaan yang menumpuk sekarang. Huh, membayangkannya saja membuat Rayhan pusing sendiri. Rayhan sebenarnya heran kenapa sepupunya itu bisa bergelut dengan dua profesi sekaligus. Satu saja menurut Rayhan sudah melelahkan apalagi harus dua. Tapi itu kembali ke diri masing-masing, Rayhan lihat sepupunya itu menikmati pekerjaannya yang sekarang meskipun gurat kelelahan terpancar di wajahnya.

Rayhan sudah sampai di Kantor pusat Wijaya Group. Dia langsung masuk kedalam dan naik lift menuju lantai 30 tempat dimana ruangan CEO berada. Pintu bertuliskan CEO adalah tujuan Rayhan sekarang. Rayhan langsung memutar knop pintu ruangan tersebut, "Hai Bara. Hai Dany," ucap Rayhan. Seseorang yang ingin ditemui Rayhan adalah Albara Sabian Wijaya. Sepupu dari Rayhanan Sabian Wijaya. Sepupunya yang bekerja sebagai CEO dan Dokter spesialis bedah di rumah sakit swasta di Jakarta. Dia adalah Bara yang sama dengan anak laki-laki yang memberikan jepit rambut ke Lily. Dunia ini sungguh sempit, dua keturunan dari Wijaya ternyata menyukai gadis yang sama tanpa mereka ketahui. Dany adalah sekertaris dari Bara. Dia juga yang membantu mengurus perusahaan jika Bara ada praktek dan operasi di rumah sakit.

Dany bukan hanya sekedar sekertaris bagi Bara, tapi dia adalah sahabat Bara. Dany mengetahui seluk beluk kehidupan Bara dari mulai kecil, karena memang dia berteman dengan Bara dari kecil saat Rumah keluarga mereka bersebelahan. Meskipun sekarang tidak lagi bersebelahan sejak Bara SMP tapi mereka tetap bersahabat sampai sekarang dan bahkan Dany mengetahui gadis yang Bara berikan jepit rambut itu meskipun dia belum pernah bertemu dengan gadis itu. "Hai Ray. Bagaimana kabarmu?" tanya Dany sedangkan Bara hanya bergumam membalas sapaan Rayhan. Rayhan sudah tahu sifat sepupunya itu seperti kulkas berjalan yang berarti dingin dan datar.

"Kabarku baik Dan. Jadi ada yang bisa aku bantu?" ucap Rayhan.

"Oh iya, jadi begini Ray perusahaan kita akan bekerja sama dengan perusahaan lain untuk mengerjakan proyek yang baru berjalan. Bara meminta bantuanmu untuk mengawasi proyek baru itu," ujar Dany.

"Lalu?" kata Rayhan.

"Kamu dan Dany pergi meeting dengan perwakilan perusahaan yang bekerja sama dengan kita besok. Supaya kamu mengerti seperti apa proyek yang akan kita lakukan. Kebetulan besok aku ada operasi," ujar Bara.

"Syukurlah kalau besok. Hari ini aku sungguh lelah bertemu dengan klien terus daritadi pagi," ucap Rayhan dengan menghembuskan nafas dan memperlihatkan wajah yang kelelahan.

"Come on Ray. Mana nih Rayhan yang punya semangat menggebu," ucap Dany sambil tertawa.

"Diamlah Dan. Kamu sendiri juga pasti tahu itu melelahkan," ucap Rayhan.

"Oke baiklah, aku akan diam," ujar Dany dengan menahan senyum, sedangkan Bara hanya menyunggingkan senyum tipis.

"Kalau tidak ada lagi yang dibicarakan aku akan kembali ke kantor cabang," ujar Rayhan.

"Baiklah, kamu boleh kembali ke kantor cabang. Hanya itu yang ingin aku bicarakan," ujar Bara.

"Oke, aku duluan," ucap Rayhan sambil berdiri dari sofa dan berjalan membuka pintu ruangan Bara.

"Anak itu sangat bisa diandalkan Bar, tapi aku kesal dengan sikapnya yang seolah-olah kita seumuran. Padahal kita lebih tua darinya," ucap Rayhan.

Rayhan tidak seumuran dengan Bara dan Dany. Mereka terpaut 2 tahun, namun Rayhan tidak pernah memanggil mereka dengan sebutan kak, mas, ataupun abang. Rayhan hanya memanggil nama saja yang menurutnya sangat cocok dan lebih akrab dibangingkan dengan panggilan lainnya. Rayhan memang memiliki sifat yang supel berbeda sekali dengan Bara. Bara lebih sering menampakkan wajah datarnya dan jarang tersenyum. Dany terkadang heran dengan Bara yang jarang sekali tersenyum, pernah sekali tersenyum tapi sangat tipis.

"Sudahlah memangnya kamu mau dianggap tua?" ucap Bara.

"Benar juga sih," ujar Dany sambil menggaruk tengkuk lehernya yang sama sekali tidak gatal.

Pagi yang cukup cerah dengan matahari yang mulai menampakkan sinarnya. Hari ini Lily akan pergi ke rumah sakit bersama Rachel untuk memeriksakan kesehatannya. Gadis itu sudah berjanji untuk melakukan check up setelah pingsan di New York. Kedua gadis itu masuk ke dalam ruangan Dokter Santi. Beliau adalah dokter spesialis jantung sekaligus Bunda dari Rachel. Kedua sahabat itu memanggil Dokter Santi dengan sebutan Bunda, meskipun bukan anak kandung dari Dokter Santi tetapi Lily sudah dianggap seperti anak sendiri. Kedua gadis itu sudah tiba di rumah sakit dan melangkahkan kakinya menuju ruangan Dokter Santi.

Lily memutar knop pintu ruangan Dokter Santi, “Selamat pagi Bunda,” sapa Lily.

“Pagi Lily,” balas Dokter Santi.

“Bagaimana keadaanmu Li?” tanya Dokter Santi.

“Aku baik-baik saja dan kuharap seterusnya seperti itu,” ucap Lily dengan berwajah murung.

“Syukurlah kalau begitu. Oke, saatnya kita melakukan pemeriksaan sayang,” ajak Dokter Santi.

“Dunia berasa milik berdua ya,” sindir Rachel.

“Bunda lupa kalau ternyata ada kamu,” sahut Dokter Santi.

“Gimana sih Bunda sama anak sendiri lupa,” gerutu Rachel.

“Maaf ya anak Bunda yang paling cantik,” puji Dokter Santi.

“Ayo katanya ingin periksa Lily?” ujar Rachel.

“Oh iya, ayo sayang,” ajak Dokter Santi.

Dokter Santi mulai melakukan beberapa pemeriksaan kepada Lily. Lily berharap pemeriksaannya saat ini mendapatkan hasil yang baik. Gadis itu sudah lelah harus melakukan pemeriksaan terus menerus dan mengkonsumsi obat yang menurutnya tidak enak. Perasaannya jadi tidak tenang melihat kerutan di dahi Dokter Santi yang sedang melihat hasil pemeriksaan, apakah dirinya baik-baik saja? Dokter Santi terus terdiam dan membuat Lily semakin khawatir. Bagaimana kondisinya saat ini?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status