Rayhan tahu jika Lily berbohong karena laki-laki itu sudah berteman dengan Lily sejak lama. Pikiran Rayhan kini kalut, dia takut jika benar terjadi sesuatu saat Lily berada di sana. Rayhan hanya mengamati wajah Lily dengan serius. “Oh baiklah. Aku sempat pingsan disana tapi aku baik-baik saja,” ujar Lily. Rayhan terdiam mendengar jawaban Lily. Laki-laki itu khawatir dengan keadaan Lily, tidak menutup kemungkinan jika kondisi Lily semakin buruk karena sampai saat ini Lily belum mendapatkan donor jantung. Donor jantung adalah solusi dari Dokter untuk bisa menyembuhkan Lily.
“Ayolah aku baik-baik saja Ray, tidak perlu khawatir seperti itu,” ucap Lily.
“Baiklah aku percaya kalau ada masalah jangan sungkan untuk meminta bantuanku," ujar Rayhan.
“Oke, terima kasih Ray sudah menjadi sahabat yang selalu ada buat aku. Kata terima kasih tidak cukup untuk membalas semua kebaikan darimu,” kata Lily.
“Hei jangan merasa seperti itu, aku tulus membantumu," ujar Rayhan sambil tersenyum.
Rayhan memang tampan, baik, perhatian, dan mapan diusianya yang baru 24 tahun. Tapi Lily tidak pernah menaruh perasaan terhadap Rayhan. Entahlah, Lily juga tidak paham kenapa dia hanya bisa menganggap Rayhan sebatas sahabat. Lily, Rachel, dan Rayhan sudah berteman sejak lama dan itu membuat Lily tidak pernah ada perasaan lebih terhadap Rayhan. “Oh sepertinya aku harus kembali ke butik Ray karena masih banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan," ujar Lily. Rayhan menyetujui jika Lily harus kembali ke butik karena jam makan siang sudah selesai.
“Oke. Aku pergi duluan Ray,” kata Lily dengan melambaikan tanganya.
“Iya Li,” balas Rayhan dengan ikut melambaikan tangannya.
Dreett ... Dreett ... Dreett
“Halo. Iya ada apa?” ujar Rayhan.
“Bisakah kau ke kantor pusat?" ujar seorang laki-laki dibalik telepon.
“Kau sudah kembali ke Jakarta?” tanya Rayhan.
“Sudah. Cepat ke sini aku ingin meminta bantuanmu," ucap seorang laki-laki.
“Baiklah aku akan ke kantormu,” ujar Rayhan.
“Apakah kau sibuk? kalau kau sibuk aku tidak memaksa," kata seorang laki-laki.
“Come on dude, tidak masalah aku akan membantumu," ujar Rayhan.
“ Baiklah. Aku tutup teleponnya, " ucap seorang laki-laki.
“Oke sampai nanti,” ucap Rayhan.
Huh melelahkan sekali hari ini bagi Rayhan. Barusan sepupunya meminta bantuan untuk mengurusi klien yang akan bekerja sama dengan Wijaya Group. Sepupunya itu adalah CEO dari Wijaya Group, sedangkan dirinya juga CEO tetapi disalah satu cabang perusahaan Wijaya Group. Dirinya saja yang bekerja di cabang sudah sibuk seperti ini apalagi sepupunya itu yang bekerja di pusat. Padahal tadi sebelum bertemu Lily dia sudah ada meeting dua kali dengan klien yang berbeda. Mungkin hari ini dia harus menguras tenaganya. Ah sudahlah lagipula sepupunya itu juga pasti sedang disibukkan dengan pekerjaannya yang lain karena dia barusan kembali ke Jakarta setelah ada pertemuan dengan klien di luar negri. Sudah bisa dipastikan sepupunya itu memiliki pekerjaan yang menumpuk sekarang. Huh, membayangkannya saja membuat Rayhan pusing sendiri. Rayhan sebenarnya heran kenapa sepupunya itu bisa bergelut dengan dua profesi sekaligus. Satu saja menurut Rayhan sudah melelahkan apalagi harus dua. Tapi itu kembali ke diri masing-masing, Rayhan lihat sepupunya itu menikmati pekerjaannya yang sekarang meskipun gurat kelelahan terpancar di wajahnya.
Rayhan sudah sampai di Kantor pusat Wijaya Group. Dia langsung masuk kedalam dan naik lift menuju lantai 30 tempat dimana ruangan CEO berada. Pintu bertuliskan CEO adalah tujuan Rayhan sekarang. Rayhan langsung memutar knop pintu ruangan tersebut, "Hai Bara. Hai Dany," ucap Rayhan. Seseorang yang ingin ditemui Rayhan adalah Albara Sabian Wijaya. Sepupu dari Rayhanan Sabian Wijaya. Sepupunya yang bekerja sebagai CEO dan Dokter spesialis bedah di rumah sakit swasta di Jakarta. Dia adalah Bara yang sama dengan anak laki-laki yang memberikan jepit rambut ke Lily. Dunia ini sungguh sempit, dua keturunan dari Wijaya ternyata menyukai gadis yang sama tanpa mereka ketahui. Dany adalah sekertaris dari Bara. Dia juga yang membantu mengurus perusahaan jika Bara ada praktek dan operasi di rumah sakit.
Dany bukan hanya sekedar sekertaris bagi Bara, tapi dia adalah sahabat Bara. Dany mengetahui seluk beluk kehidupan Bara dari mulai kecil, karena memang dia berteman dengan Bara dari kecil saat Rumah keluarga mereka bersebelahan. Meskipun sekarang tidak lagi bersebelahan sejak Bara SMP tapi mereka tetap bersahabat sampai sekarang dan bahkan Dany mengetahui gadis yang Bara berikan jepit rambut itu meskipun dia belum pernah bertemu dengan gadis itu. "Hai Ray. Bagaimana kabarmu?" tanya Dany sedangkan Bara hanya bergumam membalas sapaan Rayhan. Rayhan sudah tahu sifat sepupunya itu seperti kulkas berjalan yang berarti dingin dan datar.
"Kabarku baik Dan. Jadi ada yang bisa aku bantu?" ucap Rayhan.
"Oh iya, jadi begini Ray perusahaan kita akan bekerja sama dengan perusahaan lain untuk mengerjakan proyek yang baru berjalan. Bara meminta bantuanmu untuk mengawasi proyek baru itu," ujar Dany.
"Lalu?" kata Rayhan.
"Kamu dan Dany pergi meeting dengan perwakilan perusahaan yang bekerja sama dengan kita besok. Supaya kamu mengerti seperti apa proyek yang akan kita lakukan. Kebetulan besok aku ada operasi," ujar Bara.
"Syukurlah kalau besok. Hari ini aku sungguh lelah bertemu dengan klien terus daritadi pagi," ucap Rayhan dengan menghembuskan nafas dan memperlihatkan wajah yang kelelahan.
"Come on Ray. Mana nih Rayhan yang punya semangat menggebu," ucap Dany sambil tertawa.
"Diamlah Dan. Kamu sendiri juga pasti tahu itu melelahkan," ucap Rayhan.
"Oke baiklah, aku akan diam," ujar Dany dengan menahan senyum, sedangkan Bara hanya menyunggingkan senyum tipis.
"Kalau tidak ada lagi yang dibicarakan aku akan kembali ke kantor cabang," ujar Rayhan.
"Baiklah, kamu boleh kembali ke kantor cabang. Hanya itu yang ingin aku bicarakan," ujar Bara.
"Oke, aku duluan," ucap Rayhan sambil berdiri dari sofa dan berjalan membuka pintu ruangan Bara.
"Anak itu sangat bisa diandalkan Bar, tapi aku kesal dengan sikapnya yang seolah-olah kita seumuran. Padahal kita lebih tua darinya," ucap Rayhan.
Rayhan tidak seumuran dengan Bara dan Dany. Mereka terpaut 2 tahun, namun Rayhan tidak pernah memanggil mereka dengan sebutan kak, mas, ataupun abang. Rayhan hanya memanggil nama saja yang menurutnya sangat cocok dan lebih akrab dibangingkan dengan panggilan lainnya. Rayhan memang memiliki sifat yang supel berbeda sekali dengan Bara. Bara lebih sering menampakkan wajah datarnya dan jarang tersenyum. Dany terkadang heran dengan Bara yang jarang sekali tersenyum, pernah sekali tersenyum tapi sangat tipis.
"Sudahlah memangnya kamu mau dianggap tua?" ucap Bara.
"Benar juga sih," ujar Dany sambil menggaruk tengkuk lehernya yang sama sekali tidak gatal.
Pagi yang cukup cerah dengan matahari yang mulai menampakkan sinarnya. Hari ini Lily akan pergi ke rumah sakit bersama Rachel untuk memeriksakan kesehatannya. Gadis itu sudah berjanji untuk melakukan check up setelah pingsan di New York. Kedua gadis itu masuk ke dalam ruangan Dokter Santi. Beliau adalah dokter spesialis jantung sekaligus Bunda dari Rachel. Kedua sahabat itu memanggil Dokter Santi dengan sebutan Bunda, meskipun bukan anak kandung dari Dokter Santi tetapi Lily sudah dianggap seperti anak sendiri. Kedua gadis itu sudah tiba di rumah sakit dan melangkahkan kakinya menuju ruangan Dokter Santi.
Lily memutar knop pintu ruangan Dokter Santi, “Selamat pagi Bunda,” sapa Lily.
“Pagi Lily,” balas Dokter Santi.
“Bagaimana keadaanmu Li?” tanya Dokter Santi.
“Aku baik-baik saja dan kuharap seterusnya seperti itu,” ucap Lily dengan berwajah murung.
“Syukurlah kalau begitu. Oke, saatnya kita melakukan pemeriksaan sayang,” ajak Dokter Santi.
“Dunia berasa milik berdua ya,” sindir Rachel.
“Bunda lupa kalau ternyata ada kamu,” sahut Dokter Santi.
“Gimana sih Bunda sama anak sendiri lupa,” gerutu Rachel.
“Maaf ya anak Bunda yang paling cantik,” puji Dokter Santi.
“Ayo katanya ingin periksa Lily?” ujar Rachel.
“Oh iya, ayo sayang,” ajak Dokter Santi.
Dokter Santi mulai melakukan beberapa pemeriksaan kepada Lily. Lily berharap pemeriksaannya saat ini mendapatkan hasil yang baik. Gadis itu sudah lelah harus melakukan pemeriksaan terus menerus dan mengkonsumsi obat yang menurutnya tidak enak. Perasaannya jadi tidak tenang melihat kerutan di dahi Dokter Santi yang sedang melihat hasil pemeriksaan, apakah dirinya baik-baik saja? Dokter Santi terus terdiam dan membuat Lily semakin khawatir. Bagaimana kondisinya saat ini?
Kedua pasangan itu tampak tergugu setelah mendengarkan perkataan wanita paruh baya itu. Salah tingkah yang kini Bara rasakan. Sedangkan Lily pun juga sama tapi ada hal lain yang mengganggunya. Tentu saja gadis itu mencoba untuk menutupinya. “Apa mama salah bicara?” tanya mama Bara. Bukan tanpa alasan mama Bara bertanya seperti itu, karena kedua pasangan itu langsung diam setelah dirinya bertanya seperti itu. “Bukan seperti itu ma, hanya saja kami belum punya pikiran seperti itu,” jelas Bara. “Ohh begitu .... sudah saatnya kalian memikirkan masa depan, ingat! umur kalian tidak muda lagi, lagipula mama juga ingin cepat-cepat punya cucu,” papar mama Bara. “Astaga, tadi ditanya nikah sekarang cucu! Bisa gila dirinya,” batin Bara. Disisi lain Lily tertawa canggunng melihat anak dan ibu itu. Entahlah dirinya merasa aneh karena mereka membicarakan mengenai masa depan. Lily saja merasa pesimis dengan masa depannya. Andai penyakitnya tidak hadir dalam hidupnya, mungkin ia akan merancang mas
Sosok perempuan yang baru saja menghampiri meja mereka membuat suasana hening seketika. “Hai,apa kabar kalian?” sapa perempuan itu lagi. Perkataan perempuan itu membuat mereka tersadar kembali. Rayhan menolehkan kepalanya ke arah Dany, seolah meminta penjelasan mengenai perempuan itu. Dany yang ditatap hanya meringis kecil.“Ekhem ... hai juga Kiara!” balas Dany dengan senyum yang terkesan dipaksa. Kiara memandang keduanya dengan tatapan senang, sedangkan salah satu sosok laki-laki di depannya itu sepertinya tidak begitu menyukai keberadaannya. Terlihat jelas tatapan datar yang ditujukan padanya. Padahal dulu hanya tatapan memuja yang sering didapatkannya dari sosok laki-laki itu.Jauh sebelum Kiara mengenal Bara dan Dany, ia mengenal Rayhan lebih dulu. Sosok sahabat yang selalu mendukungnya dan selalu ada disampingnya. Namun, semua itu musnah saat Rayhan menyatakan perasaannya pada Kiara. Tidak ada yang murni dari persahabatan antara perempuan dan laki-laki. Entah salah satu atau ked
Cahaya matahari sudah mulai nampak yang menandakan hari telah berganti. Seorang perempuan menatap langit-langit kamar dengan mata sayunya. Sejak semalam kedua mata itu belum menutup sama sekali. Entah seperti apa penampilannya sekarang. Ia yakin pasti rupanya sudah seperti zombie.Sambil mendengus kesal, ia menyampirkan selimut yang sejak semalam bertengger manis menutupi kedua kakinya. Kaki kecilnya mulai menginjak lantai yang dingin karena pendingin ruangan yang menyala di kamarnya. Berjalan sampai di depan pintu balkon, ia menyibak gorden yang menutupi pintu balkon yang terbuat dari kaca itu.Terlihat orang sedang berlalu lalang di jalanan. Banyak orang yang sudah melakukan aktivitasnya. Apalagi matahari sudah mulai terik, tandanya para pekerja akan kembali memulai pekerjaan mereka. Begitu juga dengan Lily, dengan semangat yang membara ia memasuki kamar mandi unuk membersihkan diri.Ia meringis melihat penampilannya di cermin. Sangat menyedihkan! Kantung mata yang menghitam, wajah
Dany berusaha menyadarkan Bara yang sejak tadi termenung memandangi wanita paruh baya yang ada di depan mereka. Dany mengakui jika wanita itu sangat cantik, bahkan masih terlihat muda meskipun usianya sama dengan kedua orang tuanya. Tapi, tetap saja yang dilakukan Bara terlihat memalukan. Apalagi sahabatnya itu sudah punya kekasih.Tunggu! Berbicara mengenai Lily, mengapa wajah wanita paruh baya di depannya terlihat mirip dengan Lily. Dany terus saja memindai wanita di depannya dengan intens. Dirinya seperti melihat Lily dalam versi tua. Tapi, apakah Lily memiliki hubungan dengan klien mereka kali ini?Saat asyik memikirkan itu di kepalanya, suara deheman dari wanita itu menyadarkan mereka berdua. “Apa ada masalah dengan penampilan saya? Sepertinya sejak tadi kalian terus saja memperhatikan saya,” ujar Wanita paruh baya itu. Mereka berdua yang mendengar itu jadi salah tingkah. Betapa memalukannya mereka!“Bukan begitu Bu Liana, hanya saja saat
Suasana di dalam restoran itu sangat ramai berbeda dengan meja yang ditempati oleh Lily dan Bara. Keheningan tercipta diantara keduanya setelah Kiara yang kebetulan sedang berada di sana ikut makan di meja mereka. Sebenarnya Lily tidak keberatan, meskipun di dalam hatinya ia sedikit tidak rela jika waktu berduanya dengan sang kekasih diganggu. Apalagi yang mengganggu adalah Kiara yang merupakan perempuan masa lalu kekasihnya.Tidak ingin dianggap sebagai kekasih yang agresf dan posesif, ia mencoba untuk acuh dengan keberadaan Kiara. Jujur saja ini bukan sifatnya sama sekali. Entahlah semenjak Bara menjadi kekasihnya sifat itu muncul begitu saja. Ia hanya tidak ingin kehilangan Bara. Tidak bisa dibayangkan hidupnya tanpa Bara, pasti hambar.“Maaf, jika aku menganggu kalian,” ujar Kiara dengan wajah menyesal. Baiklah ia keterlaluan! Lily bisa melihat raut wajah Kiara yang tulus. Seperti benar-benar menyesal karena menganggu waktunya dengan sang kekasih. Hati
Seorang perempuan sedang berlari tergesa-gesa di koridor rumah saki. Terlihat juga seorang laki-laki yang mengikuti perempuan itu dari belakang. Mereka menghiraukan orang-orang yang menatap dengan aneh. Namun, ada juga yang memaklumi karena pasti ada sesuatu yang membuat mereka berlari seperti itu. Mereka berhenti di ruang UGD, di sana terlihat Bi Asih yang duduk di kursi depan ruangan tersebut.“Bi, bagaimana keadaan ibu?” tanya Lily dengan gusar. Keringat membasahi dahi Lily setelah berlari menuju ke UGD. Bi Asih yang menelepon Lily tadi mengabari jika ibunya terpeleset di kamar mandi. Parahnya kepala ibunya terbentur wastafel sampai berdarah. Hal itu yang membuat Lily khawatir dan takut jika terjadi sesuatu terhadap ibunya.“Ibu sudah ditangani oleh dokter dan bibi disuruh menunggu di sini,” balas Bi Asih.Lily menghembuskan napas dengan lega, setidaknya ibunya sudah ditangani oleh pihak medis. Sekarang ia juga ikut duduk di samping Bi