Share

Sedikit penyesalan dalam duri

Tok..tok..!

"Sebentar!" seru seorang pria berjalan cepat menghampiri pintu yang terus diketuk meski ada bell yang seharusnya bisa disentuh.

"Tidak sadarkah kamu ini jam berapa?" tanya pria itu membuka lebar pintu lalu menatapi tamunya yang datang tak tau waktu.

Namun, rasa kesal pria berwajah tampan tapi mengintimidasi yang dihiasi senyum itu berubah saat melihat penampilan Arum yang begitu muram dengan wajah sembab, hidung merah, pipi yang masih menyisakan bekas air mata, juga mata merah tergenangan air yang bisa jatuh kapan saja.

"Apa yang ter- " ucap pria yang jadi diam saat Arum memeluknya cepat dengan tangis yang kembali terdengar. 

Isak Arum kembali pecah dan jadi tangis sepenuh hati saat tubuhnya direngkuh pria bertangan hangat dan kuat yang kesalnya berganti jadi kekhawatiran.

"Meski aku tak tau apa yang terjadi, menangislah sepuasmu. Tapi kamu harus cerita padaku setelah tangismu usai, mengerti? " ucap pria yang mengeratkan pelukannya pada tubuh Arum yang terlihat sangat butuh topangan.

Pria tampan yang tak perduli lagi pada semalam apa Arum datang itu hanya mendekap wanita yang menangis sepenuh hatinya dibelakang pintu yang menutup rapat dengan bunyi klik.

"Siapa, hon?" tanya suara berat yang hanya memakai celana panjang memamerkan otot perutnya lalu mengangguk. Melihat pria yang memeluk Arum menempelkan telunjuk dibibirnya yang tebal.

"Ok, aku akan buat minuman hangat untuk kita," ucap Ali menuju dapur setelah mencuci wajahnya di westafel.

Tangan Ali dengan cekatan meracik coklat panas bertabur bubuk kayu manis, sesekali matanya menatap kekasihnya yang sedang memeluk Arum. Wanita yang tangis sepenuh hatinya masih tak kunjung reda. 

Satu dari beberapa orang yang biasa saja dengan bentuk cinta yang ia miliki bersama Marko.

"Siapa yang melukaimu sampai begini, Cinta?" tanya Ali menghapus sisa air mata Arum dan mengecup pipinya. Lalu menyerahkan kompres air dingin yang sudah ia siapkan untuk Arum gunakan pada matanya yang bengkak dan pasti perih.

"Aku mau bercerai." Ucapan Arum membuat Ali menatap Marko dan diam beberapa saat.

"Ok, tapi kenapa? Bukannya kamu bilang tak apa suamimu selalu sibuk."

"Apa ia berselingkuh?" tanya Marko yang mendapat tatapan tajam dari Ali seketika.

"Lebih parah, dia punya anak yang seumuran dengan Arimbi bersama cinta pertamanya." Jawaban Arum membuat dua pria disampingnya makin kaget.

"Cinta pertama? Maya? Bukannya cewek murah itu nikah sama kakek-kakek yang ngasih dia ferrary sama rumah?" ucap Ali menatap Arum yang bersandar pada bahu bidang Marko. 

Arum menutup matanya yang seakan begitu lelah. Bagaimana tidak lelah? ia yang mendengar saja kaget. "Well, kalau itu sudah menjadi keputusanmu." Ucap Marko mengecup pucuk kepala Arum yang memangku kantong berisi es batu yang seharusnya ia kompreskan pada matanya yang merah dan bengkak.

"Tapi kamu yakin, Cinta? Single parent is not an easy thing to do," ucap Ali mengusap lengan Arum yang jemarinya terasa menguat di dalam tangannya. 

Membuat Ali diam. Ia paham, sahabatnya ini sudah berpikir matang mengenai apa yang sudah terlontar dari mulut Arum barusan.

Wanita yang membuka matanya itu menarik nafasnya dalam, membiarkan rasa perih menyebar dalam diri karena sadar ia tak akan bisa mengenyahkan rasa itu.

"Itu lebih baik daripada punya ayah yang menyalahkan kehadirannya, putri kami... putriku, putri kesayanganku..." ucap Arum membuat Ali menarik nafas lalu memeluk arum yang suaranya bergetar.

"Apa aku perlu menghajar pria tak tau terimakasih itu?" ucap Marko penuh keseriusan.

"Menghajarnya hanya akan menambah masalah, Honey, dan aku tak ingin kamu terlibat masalah lagi." Ucap Ali dengan suara lembut membuat Marko menatap Arum yang masih berada di dalam dekapan Ali.

Dua orang pria yang kehadirannya lebih banyak dibandingkan Bagas, sesibuk apapun mereka dalam hidup arum dan Arimbi. 

Dua orang pria yang tau kehidupan wanita yang matanya begitu sembab ini, bahkan lebih paham dari siapapun.

Apalagi, Arum bukanlah wanita yang akan sangat murah menunjukan airmatanya. Jadi bisa dipastikan sahabat mereka ini sudah sangat terluka dan tak lagi bisa menahan rasa.

"Jika keputusanmu sudah bulat lakukan saja. Toh, kamu tetap punya dua suami," ucap Marko serius tak urung membuat Arum tersenyum meski hatinya masih sakit.

"Terimakasih, aku tak tau apa yang akan kulakukan tanpa kalian."

"Oh ayolah, Cinta, kamu akan bertahan meski tanpa aku dan Marko," ucap Ali membuat senyum kembali tercipta di bibir wanita yang menggelengkan kepalanya tak setuju.

"Kami hanya peran pembantu yang selalu mendukungmu, Arum," tambah Marko mengusapi pipi Arum yang tatapannya jadi begitu yakin. Dibalik sembab dan merahnya. Lalu mengambil gelas berisi coklat panas yang sudah mendingin dari meja.

"Perlu kupanaskan lagi?"

"Tidak, Li, thanks. Aku harus pulang setelah ini," ucap Arum meminum habis coklat dinginnya yang beraroma kayu manis. Hatinya jadi sedikit lebih tenang juga jauh lebih baik berkat dua pria yang selalu ada untuknya juga Arimbi. 

Gadis kecil yang mungkin akan bangun saat merasakan dekapan dan kecupan tak henti darinya saat ia sudah sampai rumah nanti.

'Mama kangen sekali padamu, Sayang.' Batin Arum ingin segera melihat wajah bulat nan tembem Arimbi juga menciumi pipinya yang kenyal juga memeluk putri kesayangannya itu yang jelas-jelas bukan kesalahan. 

"Aku antar ya?" ucap Ali pada Arum yang menggeleng.

"Tidak perlu, Li. Besok kalian ada kerjaan, kan? sebagus-bagusnya mata kalian itu, pasti akan membuat penata rias mengomel."

"Itu sudah tugasnya, memastikan aku dan Ali terlihat sempurna didepan kamera," jawab Marko.

"Aku tau, tapi kalau diantar aku tau aku akan mengeluh panjang dan rasanya aku lebih butuh tidur panjang setelah ini."

"Thats good, Cinta. berendamlah jika perlu, air hangat akan membuat saraf-sarafmu lebih releks. Setelah itu tidurlah selama yang kamu mau. Kami bisa menjemput Arimbi untuk mengantarnya sekolah besok," ucap Marko membuat Arum menatapnya.

"Aku akan sangat menyukai itu, ko. Thanks"

"Selalu," ucap dua pria berbadan bagus itu bersamaan.

"Tidakkah ponselmu tau ini sudah terlalu malam untuk terus berbunyi?" ucap Ali membuat Arum menggeleng.

"Sayangnya tidak, tapi biarlah. Aku pulang dulu." Ucap Arum berdiri. Diikuti dua orang pria yang mengantarnya sampai mereka berdiri disamping mobil Arum yang meski sudah mendingin. 

"Oh, apa ini?" ucap marko merasakan pelukan Arum yang terasa lain, begitu erat. 

"Kamu tak sendiri, Cinta" ucap Ali mengusap kepala arum sedang Marko membalas pelukan wanita yang menghapus matanya yang kembali tergenang.

"Kalau sudah sampai rumah kasih kabar, dan tidurlah sedang tak seenak apapun rasamu, kamu sangat butuh itu. Urusan Arimbi serahkan pada kami," ucap Ali membuat Arum menatapnya begitu lekat. Sampai Ali merasa heran. 

"Ya, aku titip Arimbi." Ucap Arum masuk ke dalam mobil lalu melambai pada dua pria yang terus menatapnya. 


Ali dan Marko terus berdiri memperhatikan Arum melajukan mobil menjauhi apartemen dua model pria yang wajahnya menghiasi banyak majalah tak hanya di dalam negri.

"Arum dan Arimbi akan baik-baik saja, kan Ko?" tanya Ali bersender pada bahu Marko.

"They will, Li. Both of them have us." JAwaban Marko membuat Ali menatapnya lalu mengangguk.

"Ya, they have us. Arum dan Arimbi memiliki kita."

*

"Mas?" ucap bibir yang matanya masih terpejam menyusurkan tangannya putihnya pada permukaan kasur yang dingin. Tak menyisakan kehangatan Bagas sama sekali.

Maya yang ahirnya bangun tak mendapati pria yang menyentuhnya begitu lapar di atas ranjang berkali-kali sampai ia tak sadar sudah jatuh tertidur. 

"Mas Bagas? Mas?" Mata wanita yang tak mendapati panggilannya dijawab itu langsung menatap pintu kamar mandi yang terbuka lebar. Ia tau Bagas tak ada di sana.

"Son of a bitch!" Maya yang tak menggunakan sehelai benang pun itu langsung turun dengan merutuk tak perduli pada rasa yang timbul ditubuh bagian bawahnya.

"BRENGSEK!" seru maya membuka pintu kamarnya kasar setelah menggunakan bajunya cepat dan mendapati zizi yang keluar dari kamar Carmen.

"Bisakah lo pelanin suara lo, May? atau putri lo bakal bangun."

"Persetan dengan itu!" seru Maya menyambar kunci mobil ditangan zizi kasar.

"Lo bisa bilang permisi kek!" ucap zizi tak terima.

"Kalo lo gak terima, anterin gue ke rumah ipar sialan lo, ITU!" ucap Maya membuat Zizi memperhatikannya dari ujung rambut ke ujung kepala.

"Why? Bukannya masalah kalian udah selesai?"

"Kalau udah kelar gue gak akan uring-uringan kayak gini."

"Come on, Maya. Lo sama sekali gak luka walau gue berharap ketemu elo yang memar di sana-sini minimal ada bekas tamparan di pipi lo."

"Gue lagi gak mau bercanda, Zi!" seru Maya pada zizi yang hanya mengangkat bahu tak perduli..

"Setidaknya lo pantes dapet itu, Maya."

"Kalo lo masih mau bercanda gue pergi sendiri!"

"Wait. Gue gak akan ngizinin lo bawa mobil baru gue dengan emosi," ucap Zizi meminta kunci mobilnya kembali.

"Brengsek!" Maya melempar kunci mobil pada Zizi yang menarik nafasnya.

"Kita emang brengsek, May. Tapi gue tetep gak akan ngizinin lo nyetir mobil kesayangan gue."  Zizi berjalan mengikuti Maya yang menutup pintu apartemenya kasar. Tak perduli jika putrinya yang sudah lelap terbangun.

BRAK!!

"Jangat buat gue nyesel udah dukung lo, May," ucap Zizi pelan dan membuka pintu yang ditutup di depan mukanya, lalu melangkah cepat mengikuti sahabatnya yang emosi itu. Wanita ayu yang terus merutuk diantara suara musik yang sengaja Zizi keraskan didalam mobil kesayangannya yang ia minta dari Arum. 


"Aku benar-benar tidak mengerti kakakmu, Zi. Ini yang selalu kami harapkan dari dulu. Lepas dari Arum. Dan semudah apa Arum melepasnya. Tapi kakakmu malah pergi kerumah istri sialannya itu."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status