Share

TIDAK BISA DIHAPUS

Setelah kepergian Audrey, barulah Stefan terbangun. Stefan melihat ke sisi ranjangnya dan mendapati bahwa wanita yang menemaninya semalam telah pergi. 

"Dia pergi, aku bahkan belum memberikannya cek," pikir Stefan. 

Stefan mengernyitkan alisnya ketika meliha jejak darah di spreinya, Stefan pun bangkit lalu merapihkan dirinya. Ketika Stefan turun dari kapal pesiar, nampak Tuan Jorge tengah menunggunya. 

"Halo Tuan," sapa Tuan Jorge. 

"Ini adalah Nona Claudia," Tuan Jorge memperkenalkan. 

"Dia yang akan menemani Tuan, seperti janjiku," ujar Tuan Jorge. 

"Bukankah dia sudah mengirimakannya tadi malam?" pikir Stefan. 

"Hari ini Claudia baru saja kembali dari Italia," jelas Tuan Jorge. 

"Ah berarti semalam ….?" pikir Stefan lagi. 

Stefan hanya memandangi Claudia dengan acuh, lalu berlalu begitu saja masuk ke dalam mobilnya. 

"Jalan!" perintah Stefan kepada supirnya. 

Sementara itu Cedric menghampiri Xavier, "jadi bagaimana semalam?" tanya Cedric. 

"Apakah indah?" tanya Cedric. 

"Indah kepalamu!" jawab Xavier. 

"Gadis yang kau kirim tidak pernah datang," jawab Xavier lagi. 

"Maksudmu?" tanya Cedric. 

"Aku menunggu semalaman, namun pelayan itu tidak datang," jawab Xavier. 

Salah satu dari mereka menyela perdebatan antara Cedric dan Xavier, "itu sepertinya pelayan yang kau perintah salah memasukan wanita itu, dia memasukannya ke kamar 666" ujarnya. 

"Haissh bodoh sekali!" ujar Cedric kesal. 

"666 ? Harusnya 999," ujar Cedric lagi.

Xavier pun segera masuk ke mobilnya dan melajukannya. Sementara itu, setengah nyawa Audrey nampak telah hilang di ambil oleh Stefan pada malam itu. 

"Hei!" sapa Xander. 

"Apa kau sedang sakit?" tanya Xander. 

"Tidak, aku baik-baik saja," jawab Audrey.

"Kau terlihat pucat," ujar Xander. 

"Aku baik-baik saja, istirahat sebentar akan terasa cukup," jawab Audrey.  

"Ayo! aku antar kau pulang," tarik Xander ke lengan Audrey dan memaksanya masuk ke mobilnya. 

Merasa memang sedang sakit, Audrey pun patuh dengan pengaturan dari Xander.  Sebelumnya Xander ke apotik terdekat dan membelikan obat penurun panas untuk Audrey. 

"Terima kasih," ujar Audrey. 

"Masuklah dan beristirahatlah!" ujar Xander. 

Audrey membaringkan tubuhnya di sofa, pikirannya masih melayang di malam pertamanya. Keindahan yang dia ingin jaga untuk orang yang akan di takdirkan untuknya kelak telah hancur dalam hitungan satu malam saja. 

"Stefan Wyatt," ujar Audrey. 

Audrey meminum obat pereda panas dari Xander dan mulai tertidur karena pengaruh obat yang baru saja di minumnya.

Di Gedung Wyatt Corporation, nampak Stefan sedang memikirkan sesuatu,

"Arthur," panggil Stefan kepada asistennya.

Stefan ingin mengatakan sesuatu, namun tertahan di kerongkongannya. Ini pertama kalinya dia merasa tertarik ingin tahu tentang seorang gadis, merasa ini janggal dan sesuatu yang terasa aneh, Stefan pun mengurungkan niatnya yang ingin meminta Ethan menyelidiki tentang wanita yang menemaninya semalam. 

 "Apa jadwalku hari ini?" tanya Stefan kepada asistennya, Arthur. 

Artgur pun menyebutkan rangkaian agenda kerja Stefan. Wyatt Corporation semakin memperkuat bisnis di dunia entertaiment. Stefan mengetuk-ngetukan jarinya di atas meja kerja mahoni solidnya. 

"Apa saja yang di kerjakan Xavier akhir-akhir ini?" tanya Stefan. 

"Bermain dan sekolah," jawab Arthur. 

"Setelah ini aturlah sekolah asrama yang bagus untuknya!" Perintah Stefan. 

"Baik Tuan," jawab Arthur 

Xavier adalah adik kesayangannya, sebelum ibu mereka tiada karena kanker. Ibunya berpesan kepada Stefan agar menjaga Xavier kesayangannya itu. Karena itulah Stefan sangat memperhatikan Xavier yang akan segera memasuki masa perkuliahan. 

Audrey semakin menenggelamkan diri dalam kesedihannya, sepekan lebih hanya mengurung diri di Apartemennya saja. 

'Dzrt' ponsel Audrey menerima notifikasi pesan pekerjaan paruh waktu berikutnya. Audrey tak merespon, sampai pada akhirnya Mia mendatangi Apartemen Audrey. 

"Hei kau nampak kacau sekali," ujar Mia. 

Audrey hanya tersenyum mendengarkan gumaman sahabatnya itu dan malah menarik selimutnya lagi. 

"Hei kau ini kenapa?" tanya Mia. 

"Apa kau sakit?" tanyanya lagi seraya menarik selimut dari tubuh Audrey. 

"Ayolah! Kemana semangatmu pergi?" tanya Mia. 

"Ayo bangun!" perintah Mia. 

Mia menarik sahabatnya itu untuk bangun dan mendorongnya masuk ke dalam kamar mandi.

"Cepatlah! aku akan menunggumu disini," ujar Mia. 

Mia sangat pandai dalam membujuk Audrey, jika Audrey sedang murung. Mia adalah teman sedari kecil yang Audrey miliki. Sebagai pengidap Autisme, sungguh hidup terasa tidak mudah untuk Audrey. Ketika Audrey dikucilkan dari keluarganya, Mia dan keluarganyalah yang mendukung Audrey sehinga sedikit demi sedikit bisa keluar dari kotak yang bernama Autisme.

Mia bahkan membantu Audrey merapihkan dirinya, sebagai teman yang mendampingi Audrey dalam masa-masa pemulihan diri dari Autisme, Mia sangat memahami bagaimana menangani Audrey. Mia tidak ingin Audrey kembali kedalam masa-masa kesendirianya, memblock jiwa dan emosinya hanya untuk dirinya sendiri. 

"Ayo saatnya kita bekerja!" ajak Mia. 

"Mia ….!" panggil Audrey. 

"Kau tidak bisa menolaknya sayang, jadi patuhlah!" ujar Mia. 

Audrey pun patuh ikut mau Mia, karena baginya Mia adalah separuh nyawanya dan juga seperti saudari kandung yang tidak pernah dia miliki. 

Mia mengepang dua rambut panjang hitam Audrey, "nah sudah rapih," ujar Mia. 

Audrey masih terlihat kikuk, karena dirinya masih merasa trauma atas apa yang terjadi di kapal pesiar kala itu, tak jarang Audrey kehilangan fokusnya. Melihatnya Mia segera saja mengambil alih pekerjaan Audrey. 

"Hei kau ini kenapa?" tanya Mia. 

"Aku …." jawab Audrey meragu. 

"Aku tidak apa," jawab Audrey dengan suara tercekat. 

"Aku sangat mengenalmu, katakan ada apa?" tanya Mia. 

Audrey langsung saja memeluk Mia dan menangis sejadi-jadinya, "hei tenanglah aku ada di sini," ujar Mia menenangkan. 

"Jadi katakanlah kepadaku apa yang terjadi!" pinta Mia. 

Audrey menceritakan apa yang terjadi pada dirinya malam itu, di Autumn of the Seas. Mendengarnya membuat darah Mia terasa mendidih, Mia adalah orang yang paling mengerti bagaimana Audrey berjuang keluar dari keadaan Autismenya, dan sekarang dia harus menyaksikan teman baiknya ini mengalami trauma seperti ini. 

"Maafkan aku ...." ujar Mia tak bisa berkata-kata lagi. 

"Maafkan aku karena tidak ada bersamamu di malam itu, tidak menjagamu dengan baik," ujar Mia. 

"Kau tidak salah, hanya saja nasibku begitu buruk," ujar Audrey. 

"Apa kau ingat bagaimana wajahnya?" tanya Mia. 

"Ya, sangat jelas," jawab Audrey. 

"Sayang! Ini pasti sangat berat untukmu," ujar Mia lagi sambil memeluki Audrey. 

"Kau duduk tenanglah disini, aku akan menanangani bagianmu," ujar Mia seraya bangkit berdiri dan meninggalkan Audrey. 

"Stefan Wyatt," ucap Audrey lirih sendu. 

Tiba-tiba saja nama Stefan Wyatt menjadi nama yang tidak bisa dihapus jejaknya dari hati dan ingatan Audrey. 

Audrey berdiri lalu pergi ke arah balkon roof toop hotel tempat dia bekerja paruh waktu. Audrey melepaskan ikatan kepangan rambutnya, Angin malam mengehebuskan tiupan yang indah ke rambut hitam Audrey. Audrey mendongak ke atas, menatap bintang di langit seraya menahan butiran bening dari matanya agar tidak terjatuh. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status