15 tahun yang lalu saat penduduk Sinoi dibantai habis, hanya Stefen dan Laura yang masih hidup. Keduanya mulai hidup bersama setelah itu.
"Kau tidak dibunuh dan berhasil kabur?" tanya Stefen.
"Aku sedang dalam perjalanan jauh dari kota bersama kakakku, tapi mereka ...." jawaban Laura dimengerti oleh Stefen.
"Ah. Kalau begitu penduduk Sinoi sekarang hanya tinggal kau dan aku. Kau adalah penduduk asli, pasti bisa menggunakan sihir," ujar Stefen. Tapi Laura menjawab dengan gelengan kepala.
"Hah? Yang benar saja? Kau tidak pernah menggunakan sihir?" bingung Stefen. Namun dibalas anggukan Laura.
"Meskipun aku penduduk asli, keluargaku belum pernah mengajarkan sihir padaku, namun mereka melakukan sesuatu pada tubuhku," terang Laura.
Stefen mengerti, itu sebabnya Laura berhasil kabur. Bau tubuh khas penduduk Sinoi tidak tercium dalam tubuh Laura, sehingga para tentara itu tidak menemukannya.
***
Peperangan telah usai, Stefen dan Laura yang masih berusia 10 tahun itu mengunjungi desa kembali. Mereka melihat seluruh penduduk dan tentara yang tumbang mengisi tanah desa dengan kumpulan mayat yang tergeletak di tanah. Stefen berencana mengambil barang berharga yang masih tersisa di sana.
"Cari apa saja yang bisa dijual!" ucap Stefen.
Lalu mereka berdua mulai mencari barang berharga di sekitar ribuan mayat.
"Maafkan aku," ujar Laura yang mengambil cincin dari jemari mayat seorang tentara.
"Bagaimana keluarga mereka bisa mengidentifikasi mereka kalau kita mengambil barang-barang mereka di sini?" tanya Laura, ia merasa tindakannya ini kurang tepat.
"Hei. Kau lupa? Mereka yang membunuh keluargamu! Mulai sekarang aku akan mengajarimu. Pokoknya dengarkan aku dan lanjutkan, ambil semua barang berharga, agar kita berdua bisa bertahan hidup," jawab Stefen. Laura kembali mencari barang berharga.
Setelah beberapa saat kemudian,
"Ini, sudah semuanya," ucap Laura sembari menyodorkan sekantong barang berharga yang ia temukan.
Stefen memperhatikan anak perempuan itu. Rambut berwarna biru yang cukup panjang sebahu, lalu matanya yang berwarna senada yang terlihat begitu indah. Ketika melihat anak itu bersih dari noda di wajahnya, ia cukup menarik, tapi dengan segera ia menyangkal semua itu.
"Ini. Pegang," pinta Stefen memberikan pedang pada Laura.
"Berat apa tidak?" tanyanya.
"Emmhhh tidak terlalu berat menurutku," jawab Laura. Perlahan Stefen memperhatikan rambut itu, lalu ia merencanakan sesuatu.
"Balik badan!"
"Eh?"
Stefen membalikkan badan Laura dan Zrashhh. Stefen memotong rambut Laura dengan belatinya menjadi lebih pendek.
"Kenapa kamu memotong rambutku?" tanya Laura kesal, dia cukup kaget dan tidak percaya apa yang dilakukan Stefen padanya. Rambut yang paling dia cintai ini dipotong begitu saja.
"Mulai sekarang kau harus tetap berambut pendek," ujar Stefen tegas.
"Kamu mau menyuruhku pura-pura jadi anak cowok dan belajar berpedang?" tanya Laura dengan kesal.
"Ternyata kamu tidak sebodoh yang kukira. Meskipun kamu anak cewek, jadilah kuat. Bagaimana jika aku suatu hari nanti tidak bisa melindungimu?" Stefen melewati tubuh Laura. Sedangkan Laura tersipu karena malu.
"Nanti, kau jangan bicara seperti anak cewek kecuali saat kita berduaan saja," ucap Stefen.
"Lalu?"
"Bicaralah seperti anak cowok. Mulai sekarang, namamu adalah Estel."
****
Suara burung khas di pagi hari kota pelabuhan Ziarkia. Stefen dan Laura berkembang membangun kelompok tentara terkenal di negara Ziarkia.
"TUAN TENTARA BAYARAN! ANGGOTA KELOMPOK SERK!"
Tentara SERK yang beranggotakan 10 orang, merupakan kumpulan anak yatim piatu yang dilatih Stefen cara mempertahankan hidup dan bermain pedang.
"Sudah lama sejak terakhir kita punya waktu senggang begini, bagaimana kalau kita latihan bersama?" bisik Baron pada Stefen, salah satu anggota tentara SERK.
"Boleh saja. Bawa mereka semua ke aula pelatihan."
Stefen memperhatikan Laura di sampingnya.
"Kecuali Estel, dia akan berlatih terpisah dengan mereka," terang Stefen. Anggota lain selalu heran dengan sikap pilih kasih Stefen padanya.
"Kamu memberi Estel perlakuan spesial lagi?"
"Bagaimana dengan kami?" ujar anggota lain yang merasa iri.
"Kenapa? Kalian iri? Tidakkah kalian tau apa yang membuat Stefen memperlakukannya dengan beda? Tentu saja karena Estel adalah orang yang paling berbakat dan paling cerdas di antara kita. Jika kalian ingin mendapatkannya juga, maka buatlah Stefen mengaku dengan kekuatan. Biar aku yang memberi kalian perlakuan spesial. kalau kalian iri, jadilah seorang jenius seperti Estel."
Anggota lain tersadar dengan ucapan Baron yang masuk akal.
"Tentu saja itu mustahil!" ujar mereka yang menjadi lemah.
"Nah. Bagaimana Estel, ucapanku benar, kan?"
"Ah! Itu ...,"
Laura melihat Baron yang begitu masih membelanya. Tanpa ia ketahui rahasia di balik dirinya ini adalah hanya seorang perempuan yang menyamar menjadi seorang laki-laki.
Baron masih mengira Stefen memungutnya berkat aku. Saat pertama kali memasuki kota Ziarkia, aku meminta Stefen untuk menolongnya, Baron yang sebelumnya hanya seorang pengemis di jalanan.
"Adikku sedang sakit. Mohon beri aku sekeping saja!" lirih Baron ketika pertama kali kami bertemu.
Stefen bilang mereka pura-pura jadi satu keluarga supaya dikasihani dan sebenarnya itu sebuah bentuk penipuan, tapi tetap saja, setelah aku mendesaknya Stefen mengulurkan tangan pada Baron dan sekarang dia menjadi wakil pemimpin kelompok tentara bayaran SERK.
****
Di tempat terpisah, Stefen mengajari ilmu pedang tingkat tinggi pada Laura.
"Fokuslah! Namanya adalah 'Tankendon' latihan pedang untuk manifestasi fisik dari pikiran kita!"
Stefen memberi contoh pada Laura, menunjukkan ilmu pedang andalan Stefen. Stefen memfokuskan matanya dan mengayun pedangnya melingkar dengan lembut, dalam sentuhan nafas, pedang itu memancarkan cahaya berwarna biru, Laura takjub melihatnya.
"Luar biasa."
"Selesai. Giliranmu, semakin kamu fokus, maka kamu akan bisa menggunakan teknik Tankendon yang levelnya lebih tinggi dari ini. Kamu juga akan bisa meminjam energi alam yang paling cocok untukmu."
Laura, di dalam dirimu aku merasakan kekuatan yang tersembunyi, kau adalah seorang penyihir. Ilmu pedang ini akan sangat mudah kamu pelajari, ucap Stefen dalam hati.
Laura melihat pedang di tangannya, Stefen pernah mengatakan padanya meskipun Laura adalah seorang perempuan, ia harus menjadi kuat untuk mempertahankan diri sendiri.
Laura mulai memfokuskan kekuatannya pada pedang, Laura menutup matanya lalu ia menggerakkan pelan pedang itu dan merasakan penyatuan kekuatannya dengan alam dalam pedang. Namun, kekuatan yang muncul dari pedangnya terlihat api di ujung pedangnya.
"Aku berhasil. Ini Tankendon versi diriku, benar, kan, Stefen?" ucap Laura dengan penuh bangga.
Stefen tidak heran melihat keberhasilan Laura. Sejak pertama kali bertemu, Laura adalah anak yang kuat, ceria, penuh semangat dan jenius.
"Pertahankan itu dan ayunkan pedangmu sebanyak 1.000 kali lagi. Kalau apinya sampai padam, kamu harus mengulang hitungannya dari awal!" tegas Stefen.
"Apa kamu sudah gila? Lagi-lagi latihan yang berat untuk menghukumku? Atau … apa tehnik bela diriku memang bagus? Baron bilang aku jenius."
"Tidak. Kamu sangat payah!" sanggah Stefen.
"Kejam!" ucap Laura kesal.
Swishhh swishhhh suara ayunan pedang.
"Hah, hah, hah."
"Akhirnya kamu selesai," ujar Stefen.
Sejak tadi Laura berlatih pedang, ia hanya melihat Stefen yang memperhatikan dokumen di tangannya.
"Kamu sudah bekerja sangat keras," ucap Laura.
"Kenapa memangnya?" tanya Stefen.
"Menurutku, kamu bisa mendaftar jadi tentara istana di kerajaan ini, ilmu pedangmu itu sangat bagus," puji Laura. Stefen yang mendengarnya tersipu malu.
"Aku ... tidak pernah berfikir begitu."
"Kamu tidak punya cita-cita?" tanya Laura.
"Kita ini hanya perlu makan dan berusaha bertahan hidup tiap harinya, buat apa memikirkan cita-cita?"
Sambil berjalan kembali ke kediaman Stefen dan Laura mengobrol tentang cita-cita keduanya.
"Kau sangat payah ternyata, mau tau apa cita-citaku? Aku ingin hidup dengan bebas, Aku ingin pergi ke mana pun kakiku membawaku, ke tempat yang tidak ada ancaman kematian."
Stefen memperhatikan senyuman manis dibalik wajah Laura. Cita-cita Laura membuatnya berhenti berjalan.
"Mendengarmu bicara begitu, kurasa aku jadi punya cita-cita juga sekarang. Aku ingin jadi surga yang adil supaya semua orang yang ada di bumi, bisa dengan bebas pergi ke mana pun yang mereka mau."
Deg.
Perkataan Stefen membuat jantung Laura berdebar.
Surga? surga adalah karunia dewa yang dianugerahkan pada keluarga kerajaan. 'Aku akan menjadi seorang kaisar yang mempersatukan seluruh negeri' seolah ia berkata begitu.
Laura langsung terduduk dengan perasaan malu.
Tidak. Aku jatuh cinta padanya?
Kabar kritis Stefen sampai ke telinga Astra di kediamannya. "Apa katamu? Stefen tidak sadarkan diri? Apa yang terjadi padanya selama ini?" Astra kaget mendapat kabar baru tentang Stefen yang kondisinya kritis. “Saya dengar Yang Mulia mogok makan berhari-hari, seminggu hanya minum satu gelas air hangat, rutinitasnya berburu binatang dan membagikannya kepada orang miskin, namun tubuhnya yang tidak seimbang menyebabkan dia dicakar oleh seekor beruang besar." Air mata Astra mengalir cukup deras tanpa suara, kedua telapak tangannya terkepal penuh haru. "Kenapa dia tidak berselera makan? Mungkinkah dia sedang merasa kehilangan aku atau... dia dibuat sedih oleh wanita berambut biru itu?" suara Howard teringat kembali, Howard pernah mengatakan padanya jika Red adalah Laura Estelle. Tidak-tidak, tidak mungkin seperti itu. Astra menatap dirinya di cermin, mata hijaunya menghilang, emosinya terkikis, kini ia telah kehilangan kekuatan sihir pemotongannya. Menjadi manusia biasa membuat
Baron berusaha membangunkan Laura dengan menepuk lembut pipinya, ia mengamati bagian tubuh Laura yang terlihat di hadapannya, ia tidak melihat satupun luka di tubuhnya, mengapa Laura sendirian dan terbaring seperti ini? dia benar-benar berniat untuk meninggalkan semuanya? Pikir Baron, yang ia tahu, Laura adalah wanita yang sangat kuat dan gigih. Untuk pertama kalinya dia melihat Laura terjatuh lemah seperti ini, melihat pahlawan wanita yang sangat berjasa atas kehidupannya, Baron merasakan sakit hati yang luar biasa karena telah gagal menjaganya dan membalas kebaikan Laura selama ini. “Laura, Laura, bisakah kamu mendengarku?!” panggil Baron dengan lembut. Tidak ada satupun pergerakan yang terlihat, di tengah hujan yang sangat deras dan angin kencang, Baron memaksakan diri untuk menempatkan Laura di atas kudanya. Meski dalam perjalanan Baron berharap Laura baik-baik saja, kini ia memikirkan keduanya dengan perasaan khawatir yang sama pada Stefen dan Laura. Mengapa kalian berdua t
Seminggu setelah Stefen siuman, Stefen mendapat balasan dari Kirim yang kembali membawa pesan tentang Laura, namun mirisnya Stefen mendapat kabar yang menyedihkan, hadiah yang diberikannya tidak diterima dan yang lebih mengejutkannya adalah Laura meninggalkan Nest dan juga Ziarkia, dia sangat sedih mendengar hal itu, ia melampiaskan emosinya dan kembali berburu ditemani para pengawalnya, gambaran mimpi buruk selalu muncul di benaknya dan tidak pernah berhenti. "Enyahlah di hadapanku!." Kata-kata Laura sangat menusuk, membuatnya kehilangan semangat hidup, betapapun dia mengalihkannya untuk berburu, dia masih terus mengingat kata-kata itu berulang kali. Suatu ketika seekor beruang besar hampir terjatuh menimpa tubuhnya yang lebih kecil. Para penjaga sudah siap turun tangan membantu Stefen, namun dengan cepat menggunakan jurus pedang tankendon, beruang besar itu terluka. Darah kental beruang itu muncrat ke seluruh tubuh Stefen. Stefen berbalik dan pergi dengan tatapan kosong, sementar
Max tersulut emosi dengan ucapan Kirim, semua hanya karena ikrar ketika wilayah kekuasaannya berhasil diambil alih menjadi milik Ziarkia. Mau tak mau ada beberapa penegasan yang menjadikan dirinya tak bisa melawan balik. Kirim bisa menatap mata tegas itu sebagai emosi Max yang sangat kontras, sehingga ia memberi cibiran padanya. "Kalau tatapan itu bisa membunuh! Aku yakin bahwa itu sudah bisa menebak keinginan hasrat untuk membunuhku!" Terdengar kasar jika kalimat itu dilontarkan di hadapan wanita yang dicintai Max. "Dengar, Kirim, aku bisa mengusirmu sekarang juga dan melarangmu untuk datang kemari lagi!" Max tidak ingin jika wanita yang ia cintai melihat emosi dirinya yang berapi-api dia sungguh menjaga martabat itu, agar Laura bisa memandangnya sebagai pria yang baik dengan penuh ketulusan. Tapi tak bisa dipungkiri lagi jika perang saling tatap terus berlanjut antara dirinya dan kirim. "Coba saja kalau bisa!" ucap Kirim melawan balik dengan menatap matanya.. Laura ha
Seminggu kemudian, kehidupan di Nest aman terkendali, Laura mulai mendapatkan pelajaran baru tentang pedang, guru yang melatihnya terlihat tangguh dan juga lincah, wajahnya terlihat sangar dan menakutkan namun ternyata pria itu sedikit periang dan juga suka bercanda dengannya. Laura yang sudah sangat lama tidak berlatih pedang merasa gerakannnya kembali kaku, ia mendapatkan kesulitan mengimbangi tubuh saat berlatih bersama gurunya yang berkulit sawo matang, rambutnya panjang hingga di kucir di belakang, namun ia memiliki penampilan yang sangat gagah dan juga telaten. Bunyi perlawanan pedang masih terus berlanjut, Laura sudah merasa terintimidasi oleh serangan gurunya, hingga dalam gerakan terakhir berhasil membuat pedangnya terjatuh, sang guru memintanya beristirahat. hah hah hah suara helaan nafas Laura. "Luar biasa, Nona. Ini baru perlatihan pertama, tapi gerakanmu terlihat sudah terbiasa memakai pedang," puji guru. Laura tersenyum setelah mendengar pujian dari gurunya, rasa
Pencarian Ritim masih terus dilakukan hingga malam hari, Max telah memerintahkan seluruh bawahannya untuk tidak menyerah dan mengeluh sampai Ritim ditemukan. Terlalu lama menunggu, ia akhirnya kembali menemui Laura di kamarnya. Di belakang pintu, ia hendak mengetuk tapi perlahan ia urungkan niatnya karena merasa gagal melindungi Laura dari bahaya, karena merasa malu untuk bertatap muka, Max hanya mampu berkata dibalik pintu mencoba memanggil namanya. "Laura, apa kau sudah tidur?" tanyanya dengan suara yang rendah. Laura masih terisak, hatinya masih mengingat segelintir ingatan yang kembali padanya, mendengar suara Max, ia langsung membuka pintu dan menyenderkan kepalanya. Max tertegun sebentar hingga ia perlahan membalas Laura dengan pelukan. Saat ini Laura merasa sedikit stress antara keberuntungan dan kesedihan yang membuatnya bertahan hidup selama ini ternyata telah lama dalam lingkaran ramalan ibunya. Ia membutuhkan sandaran untuk hatinya yang sedang bersedih, dan Max tepat di
Ritim sudah hampir sekarat semenjak ia melarikan diri dari Nest. Ini adalah pertama kalinya ia merasa sesak nafas karena bau darah yang menyengat dari Laura, ia bertanya-tanya pada dirinya mengapa ia merasakan hal itu? Tidak bisa mendekatinya dan melarikan diri. Kesal disertai dengan emosi karena terpaksa berpisah dengan pangeran Max yang sangat dicintainya. Kembali ke Black Hall tempat persembunyian ras iblis Raja Neon, dengan nafas yang tersenggal dan langkah kaki yang kikuk, Ritim terus memaksakan diri untuk terus berjalan. Howard yang kebetulan berjalan tak sengaja memperhatikannya di kejauhan, ia melihat Ritim dengan wajah yang pucat dan melihat wanita itu terus berteriak. "Panggil Raja Neon, sekarang! Cepat!" teriak Ritim pada bawahan yang sedang berjaga. Tak kunjung lama Raja Neon datang menghampirinya, Howard yang berada di kejauhan penasaran dengan apa yang sedang dia lihat di hadapannya, ia pun dengan hati-hati bersembunyi untuk memperhatikan Raja Neon dan Ritim mengobrol
"Ibu, apa yang akan kau lakukan padanya?" tanya seorang laki-laki remaja yang berdiri dengan penasaran melihat penyihir wanita itu bersiap-siap membuka pakaian Laura yang saat itu masih anak-anak dan terbaring di atas kasur dengan tak berdaya. "Aku melihat ada malapetaka untuknya setelah ini, tapi, aku ingin dia bisa hidup seperti anak normal lainnya, di bawah sinar matahari dan melihat benda-benda indah di sekelilingnya," balasnya. Sejak Laura terlahir ke bumi, ia sudah memiliki penyakit langka yang membuat dirinya tidak bisa dekat dengan matahari dan bulan. Ia hanya bisa berdiam di rumah dengan tubuh yang memiliki banyak tanda seperti luka bakar. Penyakitnya ini membuatnya sangat menderita hingga dirinya tak sanggup untuk hidup lebih lama lagi dan memilih untuk tidak bicara pada siapa pun. Tidak dibiarkan keluar, menatap teman sebaya yang terdengar bergembira di lapangan membuatnya sangat iri. Betapa dirinya hidup dengan tubuh yang begitu lemah, hingga ia merasa berkecil hati dan
"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Neon dengan mata yang terbelalak, ia terkejut karena ia kembali pada waktu sebelumnya menyerang, dirinya di tempat yang sama dan melihat rakyat Ziarkia baik-baik saja, dia masih mengingat apa yang dia lakukan sebelumnya karena hampir menyerang seluruh pengawal di Ziarkia. Namun yang lebih mengejutkan adalah ia menatap Lyra di hadapannya berdiri dengan penuh luka di sekujur tubuhnya."Apa kau sudah gila! Kau benar-benar memilih mati!" teriak Neon.Lyra tidak bergeming, kepalanya sudah mulai terasa berat dan matanya menjadi remang-remang, kekuatannya sudah diambang batas.Sementara Raja Ziarkia yang masih terperangkap dalam sangkar salju tak kuasa menahan derita dan terus memukul sangkar salju, berharap ia bisa membantu Lyra yang sudah berkorban untuk Ziarkia.Lyra menatap kekasihnya dengan senyuman yang sangat tulus, ada perasaan yang sangat bersalah di dalam hatinya ketika ia memandang pandangan Neon dan kekasihnya."Semua ini salahku! Jika saja ak