Share

KAMU PERGI, DIA MATI!

“Lepaskan dia!”

 

Stenly yang sudah tidak tahan akhirnya mencoba menghentikan sekelompok pria tak memiliki perasaan yang berhasil membuat ia merasa muak.

Sontak saja sekelompok pria itu menoleh ke sumber suara di mana Stenly dengan santainya berjalan ke arah mereka. Tangannya ia masukkan ke dalam saku celana. Matanya tanpa berkedip menatap ke arah gerombolan seolah sedang memberikan peringatan.

“Lo, siapa! Berani-beraninya ikut campur urusan kita!” bentak salah satu pria saat Stenly sudah berjarak 1 meter dari mereka. Diperlihatkan wajah garangnya bertujuan untuk menakuti Stenly yang sama sekali tak bereaksi.

“Saya adalah manusia yang kebetulan lewat dan kebetulan juga melihat tingkah laku tak ber — etika kalian kepada wanita ini,” jawab Stenly tanpa rasa takut.

Diamatinya satu persatu wajah sekelompok pria itu agar jika terjadi sesuatu padanya nanti, ia bisa menuntut balas. Setidaknya itu yang dipikirkan Stenly sekarang karena dirinya sadar jika saat ini kalah jumlah dari mereka.

 

“Jadi, Lo, berniat jadi pahlawan!” bentak Dante tanpa melepaskan cengkramannya di tangan Seruni. Dante tak suka jika ada orang berani ikut campur urusannya.

 

“Kalau sekiranya itu diperlukan, saya enggak keberatan menjadi pahlawan dari nona ini.” Stenly berjalan semakin mendekat. “Lagi pula saya melihat nona ini tidak mau ikut dengan kalian. Jadi  kenapa masih dipaksa?” lanjut Stenly. Lalu dengan gerakan super cepat menarik tangan wanita yang ingin ditolongnya.

Stenly masih sempat melihat ke arah wanita yang ia tahu namanya Seruni dan untuk pertama kalinya tatapan mereka bertemu.

 Seruni menatap nanar ke arah Stenly — pria yang tidak dikenalinya. Matanya sudah berkaca-kaca. Terlihat sekali kesedihan di dalam sana, Stenly paham itu. 

Seruni menggeleng samar, seolah sedang memberi kode kepada Stenly agar segera pergi dari tempat ini.

 Stenly hanya tersenyum dan menganggukkan kepala seolah mengiyakan. Tapi yang terjadi adalah kebalikannya, Stenly sama sekali tak beranjak dari tempat itu seolah sudah siap menjadi tamengnya.

Seruni, kemari!” teriak Dante dengan suara tinggi. Wajahnya merah karena amarah dan itu membuat Seruni merasa takut dan reflek mencengkram lengan kokoh Stenly seolah sedang meminta perlindungan.

Stenly mengusap pelan tangan Seruni yang masih betah bersarang di lengannya. Ia berusaha memberikan ketenangan. “Apa kalian tidak malu dengan gender kalian? Kalian yang sebanyak ini berani mengeroyok satu wanita! Tak gentle sekali!” ucap Stenly dengan suara tenang. Tapi, itu berhasil membuat Dante merasa terhina.

“Brengsek, Lo, ya! Berani-beraninya menghina gue!” bentak Dante tak terima.

“Apa kita kasi dia pelajaran saja, Bang? Belum tahu dia berurusan sama siapa!”

Dante tidak menjawab. Ia hanya memberi isyarat dengan mengarahkan dagunya saja. Tapi dengan begitu mereka semua yang tak lain adalah anak buahnya sudah paham betul apa artinya.

Melihat itu, hal pertama yang Stenly lakukan adalah menghadap ke arah wanita yang sedang ditolongnya.

“Dengarkan saya,” ucap Stenly sambil menatap mata Seruni dengan serius dan mencengkram pelan bahu wanita itu. “Saya tidak bisa menjamin bisa melawan mereka semua yang jumlahnya cukup banyak. Jadi, cepat pergi dari sini. Kau selamatkan diri dan carilah pertolo—”

Bughhh!

Satu pukulan sudah lebih dulu bersarang dipunggung Stenly tanpa sempat ia menyelesaikan ucapannya. Stenly bereaksi biasa saja, karena baginya ini tak seberapa dibandingkan apa yang sudah dilakukan Kimberly padanya.

Arghhh!

Seruni beriak ketakutan. Wajahnya pucat. Tubuhnya gemetar sampai mengeluarkan keringat dingin.

“Satu pelajaran untuk orang yang berani ikut campur urusan kita!” teriak anak buah Dante yang baru saja memukul Stenly.

“Tunggu apa lagi! Cepat pergi dari sini,” perintah Stenly yang  masih belum bisa melawan kalau wanita yang ditolongnya belum pergi menjauh. Ia tidak mau saat dirinya lengah karena harus melawan mereka semua, salah satu dari mereka mengambil kesempatan untuk membawa kabur wanita yang ditolongnya.

“Saya enggak mau pergi. Saya akan membantu kamu!” tolak Seruni menggelengkan kepala.

Stenly mendengus. “Ayolah! Kamu mau kita mati konyol di sini karena keras kepalanya kamu, iya?”

Bugh!

Satu pukulan kembali menghantam punggung Stenly dan lagi-lagi membuat Seruni teriak ketakutan.

Stenly memejamkan mata menahan sakit. “Cepat pergi dari sini! Saya tidak bisa melawan mereka semua sendiri dan itu akan membahayakan kamu!” ucapnya sedikit meninggikan suaranya. 

Stenly mengambil gawai di saku celananya tangannya dan segera diberikan kepada Seruni.

“Cepat pergi dan bawa ini. Satu lagi ... jika nanti terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada diri saya, segera hubungi nomor yang terakhir menghubungi saya! Paham kamu ‘kan?” 

Bugh!

Lagi-lagi satu pukulan mendarat dipunggung Stenly dan hal itu sudah cukup membuat Seruni sadar. Segera Seruni berlari mengikuti apa kata pria yang tidak dikenalinya dan membawa serta gawai pria itu.

Dante yang melihat Seruni berlari menjauh dari mereka langsung berniat mengejar.  Stenly yang sudah memprediksi hal itu akan terjadi langsung menjanggal kaki sang ketua komplotan hingga jatuh tersungkur mencium aspal.

“Bang Dante!" teriak anak buahnya secara bersamaan.

"Brengsek!" umpat Dante. "Kalian kenapa diam saja bantu gue dan hajar dia!"

Sebagian dari mereka segera membantu Danye untuk berdiri dan sebagian lagi langsung menghajar Stenly. Tapi, kali ini Stenly tak tinggal diam, ia melawan dan membuat beberapa orang dari mereka babak belur. Dante yang melihat itu semakin marah dan menyuruh mereka semua untuk memegangi Stenly.

"Kenapa kalian lemah sekali! Menghadapi satu orang saja tidak becus! Sekarang cepat pegangi dia! Biar gue yang memberi dia pelajaran!"

"Baik, Bang."

Bugh! Bugh! Bugh!

Stenly langsung diserang oleh mereka semua secara bersamaan. Mereka sengaja melakukan itu agar pria sok jago ini kewalahan dan kehabisan tenaga. Tidak sampai di situ saja kini Stenly dipegangi tangannya agar tidak lagi bisa melawan. Kini tiba giliran Dante memberikan Stenly pelajaran.

“Lo, memang pantas diberi pelajaran!” Dengan leluasa Dante melayangkan sebuah pukulan tepat di ulu hati Stenly. Berkali-kali Dante melakukan itu sampai akhirnya Stenly menyemburkan darah segar sari mulutnya. Posisinya yang dipegangi membuat Stenly tak bisa melakukan apa-apa.

 

"Hajar terus Bang! Jangan kasi kendor."

"Iya, Bang. Hajar!"

“Mampusin sekalian, Bang!”

"Hahaha!" Mereka semua tertawa senang melihat Stenly yang sudah tidak berdaya. Bahkan tubuhnya sudah terkapar di aspal, kesadarannya mulai menghilang.

"Makanya jangan ikut campur urusan Abang kita! Sok jagoan sih, Lo!"

Bugh! Bugh! Bugh!"

Mereka sama sekali belum puas. Stenly masih terus dipukuli dan di tendang dengan posisi tangan dan kaki yang dipegangi. Tubuhnya semakin terasa lemah, wajah putih sudah babak belur dan dipenuhi luka memar di mana-mana. Sudut bibirnya sampai dan terus mengeluarkan darah. Sungguh keadaan Stenly saat ini sangat mengenaskan.

Dari kejauhan Seruni melihat semua itu. Sungguh itu membuat Seruni menangis histeris. Lokasi kejadian yang sepi karena sudah larut malam membuat ia kebingungan ingin meminta pertolongan kepada siapa. Sampai akhirnya ia teringat akan gawai yang diberikan pria itu. 

"Aku harus menghubungi nomor yang tadi pria itu bilang," kata Seruni lalu mencoba mengoperasikan gawai yang rupanya tidak di kunci.

"Cantik banget, ya ..., Allah. Pasti pacar pria itu,” kata Seruni dengan mata berbinar saat melihat wallpaper gawai dengan foto seorang wanita cantik sedang tersenyum. 

Seruni segera membuka log panggilan masuk di mana nomor yang dimaksud pria yang sudah menolongnya itu berada.

“William.” Seruni membaca nama kontak yang terakhir menghubungi Stenly. Tanpa pikir dua kali Seruni segera menghubunginya.

Tutttt! 

Baru di dering pertama panggilan langsung diangkat oleh orang di sebrang sana.

“Halo, ada ap—”

"Mas William! To—tolong!” Seruni langsung menyebutkan nama pria itu sesuai yang tertera di gawai begitu sudah mendengar suara pria dari seberang. Ia langsung menangis sambil meminta tolong.  Sehingga membuat orang yang berada di seberang sana panik luar biasa.

"Anda siapa? Kenapa gawai ini ada sama Anda?" tanya William begitu mendengar suara wanita menghubunginya menggunakan gawai Stenly.

“Pa—panjang ceritanya, Mas! Kelamaan kalau saya harus cerita. Bisa-bisa yang punya gawai ini keburu mati babak belur!" jelas Seruni dengan suara sesenggukan.

"Hah! Apa maksud Anda? Jangan bilang orang yang punya gawai ini sedang berkelahi?"

"Lebih dari itu. Dia sedang dikeroyok sama gengnya Dante!" Seruni akhirnya memberitahu. Tangisnya tak bisa berhenti. Apalagi saat melihat orang yang sudah menyelamatkannya terus dipukuli.

"Astaga, Sten!" teriak Willam.

"Mas, bisa ke sini sekarang? Tolong! Kalau Mas Willian kelamaan bisa-bisa pria itu keburu mati di tangan Dante!” ucap Seruni semakin membuat William kalap.

"Saya akan ke sana sekarang. Cepat share lokasi!” perintah William meninggikan suaranya.

“Saya enggak bisa share lokasi dengan gawai canggih kayak gini, Mas. Bingung ... caranya gimana!”

“Astaga, gaptek sekali Anda!” ucap William sambil mengacak rambutnya frustasi. Sungguh dalam keadaan panik begini dia jadi mendadak darah tinggi.

“Mbak dengarkan saya. Sekarang juga, Mbak share lokasinya pakai gawai punya Mbak. Gampangkan? Mbak tinggal salin nomor saya. Paham!”

"I—iya, Mas. Tunggu sebentar," ucap Seruni paham. Ia segera mengambil gawainya yang ada di dalam tas dan segera mengikuti apa yang dikatakan William.

Lima belas menit sudah berlalu sejak Seruni mengirimkan lokasi. Tapi, sampai sekarang pertolongan belum juga datang. Seruni melihat pria yang menolongnya semakin lemah jadi tidak tega. Ia tak bisa terus diam. Akhirnya Seruni memberanikan diri menghampiri pria yang menolongnya. Meskipun, ia sadar bahaya sedang menantinya.

“Dante, berhenti!" teriak Seruni memberanikan diri. Sungguh, ia tak ingin membuat orang celaka karena dirinya. 

Mereka semua menoleh ke arah Seruni, termasuk Stenly yang awalnya sudah hampir tidak sadarkan diri.

"Sudah kuduga, kamu akan kembali lagi ke sini Seruni! Tapi, sayang, akibat keras kepalamu itu, membuat orang ini menjadi tak berdaya!” seru Dante sambil menginjak lengan Stenly.

“Cukup, Dante! Tolong, jangan sakiti dia lagi!” teriak Seruni. Tangisnya kembali pecah melihat kekejaman Dante. 

"Kenapa kamu kembali lagi, Nona! Cepat pergi dari sini! Ini sangat berbahaya!" perintah Stenly dengan suara tak terlalu jelas.

"Kamu pergi, dia mati!" ancam Dante sambil menendang perut Stenly dengan keras, sehingga membuat pria yang sudah babak belur itu kembali menyemburkan darah segar dari mulutnya.

“Arghhh! Aku bilang cukup, Dante! Jangan sakiti dia lagi!” ucap Seruni sambil berteriak. Takut ... sudah pasti. Tapi, lebih dari itu, ia menangis karena semakin merasa bersalah. Terlebih, ia sadar tak bisa menolong pria yang sudah menolongnya.

Stenly melihat itu jadi tidak tega. Ia berusaha menenangkan, meskipun saat ini ia sudah kehabisan tenaga.

“ Te—tenanglah, Nona. Sa—saya tidak apa-apa!” ucapnya dengan terbata. Meskipun yang terjadi sebenarnya adalah hal sebaliknya.

Seruni lantas duduk di samping Stenly lalu memberanikan diri mengelap bekas darah yang ada di mulut Stenly. Hal sederhana yang dilakukan Seruni menimbulkan desir aneh di dalam diri Stenly dan menimbulkan kemarahan di dalam diri Dante. 

"Kamu masih bisa bilang enggak apa-apa! Apanya yang nggak apa-apa, hah! Lihatlah, wajah kamu saja sudah dipenuhi luka dan darah di mana—mana!" bentak Seruni tanpa sadar. Suaranya jadi serak karena terlalu banyak menangis.

"Hahaha! Kalian jangan drama di sini! Ini bukan sinetron kejar tayang!"  ucap Dante mengejek. Ia sengaja menyembunyikan rasa cemburunya dibalik tawa yang diperlihatkannya.

Melihat ketuanya tertawa, semua anggotanya pun ikut tertawa. Mereka merasa senang melihat tontonan gratis di hadapan mereka. Tapi kesenangan itu tidak berlangsung lama. Tawa mereka segera hilang saat melihat mobil polisi tengah berpatroli terlihat dari kejauhan. 

“Sial!” Dante memaki. “Ayo, segera tinggalkan tempat ini,” perintah Dante kepada anak buahnya. Untuk sekarang ia tak ingin berurusan dengan namanya polisi karena statusnya masih menjadi tahanan kota.

“Siap, Bang!”

Dante beserta anak buahnya segera pergi meninggalkan Seruni dan Stenly. 

Bersambung....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status