Share

TIMBAL BALIK

Seruni langsung membantu Stenly berbaring di pangkuannya saat Dante dan gerombolannya sudah pergi. Sungguh keadaan pria yang sudah menolongnya sangat memprihatinkan.

“Maafkan aku. Ka—kamu jadi begini karena aku!” gumam Seruni dengan suara bergetar. Lagi-lagi tangisnya sudah hampir pecah melihat keadaan Stenly yang sangat memprihatinkan.

 Stenly mengerutkan kening menahan sakit. Tapi, entah mengapa ia merasa nyaman berbaring di atas pangkuan wanita yang ditolongnya. Stenly merasa ada yang salah dengan dirinya. Bagaimana tidak! Stenly tak seperti biasanya. Ia yang biasanya cuek dan tak peduli dengan urusan orang lain, tiba-tiba mau membantu seorang wanita yang sama sekali belum ia kenal. Lebih, parahnya, ia sampai rela babak belur karena wanita itu.

“Tidak masalah, ini hanya luka kecil. Lain kali berhati-hatilah. Jangan sampai kejadian seperti ini terjadi lagi!”

“Harusnya kamu enggak usah menolong saya tadi!” keluh Seruni.

“Kalau tadi saya enggak menolong kamu, apa kamu yakin masih baik—biak saja sekarang?” tanya Stenly sambil menatap lekat wajah Seruni.

 Seruni terdiam, karena apa yang dikatakan sang penolong memang benar adanya. Bisa—bisa malam ini, ia sudah dibawa Dante ke kamar hotel untuk melayani nafsu lelaki gila itu, atau lebih parahnya, bisa saja sekarang ia hanya tinggal nama. 

 Seruni meraup wajahnya. Baru saja memikirkannya, ia sudah ketakutan. “Terima kasih karena sudah mau menolong saya,” ucap Seruni dengan tulus.

“Tidak perlu bilang terima kasih. Ini semua ada timbal baliknya, Nona!” ucap Stenly berhasil membuat Seruni menjauh diri darinya. Dan hal itu membuat kepala Stenly yang semula berada di atas pangkuan Seruni terbentur di aspal.

“Hah! Timbal balik seperti apa maksud kamu?” tanya Seruni kembali merasa terancam. Apa yang dikatakan Stenly, berhasil membuatnya berpikir kelakuan semua pria itu sama saja. Mereka tidak benar-benar tulus saat menolong. Pasti, ada sesuatu yang diincarnya.

“Nanti kamu juga akan tahu!” jawab Stenly sambil memegangi kepalanya yang sakit akibat terbentur.

“Bisa beritahu saya sekarang saja?” tanya Seruni tak lagi ramah.

 “Tidak!” jawabnya cepat.

“Apa bedanya memberitahu sekarang atau nanti!” keluh Seruni.

“Susahlah jangan di bahas lagi. Lebih baik sekarang kamu jawab saja pertanyaan saya,” ucap Stenly menghentikan perdebatan.

“Memangnya kamu mau tanya apa?”

“Siapa nama kamu?” tanya Stenly yang sebenarnya sudah tahu namanya adalah Seruni. Ia tahu nama itu saat orang yang memukulinya tadi memanggil namanya. 

“Jangan tanya nama saya, itu enggak penting!” kata Seruni sambil menggelengkan kepalanya. 

“Oh, ya? Kenapa tidak penting?” tanya Stenly. 

“Pokoknya enggak penting. Lebih baik sekarang kita pikirkan bagaimana caranya mengobati luka-luka kami, itu lebih penting!”

“Oke! Kalau itu mau kamu aku setuju. Tapi, yang jadi pertanyaan sekarang ... bagaimana caranya kamu mengobati luka-luka saya, sedangkan di sini tidak ada p3k?” 

“Bagaimana, ya?” Seruni jadi bingung sendiri. Dan hal itu membuat Stenly tersenyum.

“Kamu ada obatnya?” tanya Stenly lagi berniat menggoda wanita di sebelahnya. Entah, kenapa ia suka melihat wanita itu kebingungan.

Seruni menggeleng. “Enggak, ada! Tapi, aku bisa beli ke apotek,” ucap Seruni. 

“Itu artinya kamu akan meninggalkan saya di sini sendirian?”

“Iya. Tapi, hanya se—”

Seketika ucapan Seruni terhenti saat sebuah mobil mewah berhenti di tepi jalan.

“Akhirnya kamu datang juga, William,” gumam Stenly saat melihat mobil yang sangat ia kenali. Seorang pria berpakaian formal turun dari sana dan berjalan ke arahnya.

“Mana gawai saya?” tanya Stenly sambil menadahkan tangan ke arah Seruni yang saat ini sedang fokus melihat ke arah mobil mewah.

Seruni gelagapan. “Maaf, saya lupa kalau gawai Anda masih ada sama saya!” lirih Seruni lalu segera mengambil gawai milik Stenly di dalam tasnya. Ia langsung meletakkan di telapak tangan pemilik gawai.

“Astaga! A—apa yang terjadi tu—”

Ehmmm!

Stenly segera berdehem agar William segera menghentikan ucapannya. Entah, mengapa Stenly tak ingin Seruni tahu siapa dirinya.

William diam tak jadi melanjutkan ucapannya. Ia paham apa maksud Stenly. “Sebenarnya apa yang terjadi, Sten? Kenapa keadaan kamu bisa sampai seperti ini! Apa kamu punya musuh?” tanya William.

“Ck! Sudahlah, itu bukan urusan kamu!”

“Maafkan saya. Semua ini terjadi karena saya,” kata Seruni sambil menunduk. Ia harus bertanggung karena semua ini terjadi karena dirinya.

“Jangan menyalahkan diri kamu, Nona!” tegur Stenly tak suka.

William menyatukan kedua alisnya saat melihat respon yang diberikan Stenly. Tak biasanya ia seperti itu. “Siapa wanita ini, Sten? Kenapa aku belum pernah melihat dia!”

“Saya Seruni. Orang yang sudah diselamatkan sama dia.” Seruni memberitahu. Membuat William langsung emosi.

“Jadi, apa yang terjadi sama Stenly itu karena kamu!” bentak William dengan mata melotot.

“William, sudahlah!” tegur Stenly.

“Maafkan, saya!” lirih Seruni.

“Kamu kira dengan meminta maaf semua masalah akan selesai, iya? Apa kamu pikir keadaan Stenly sekarang langsung berubah!”

“Ma—maaf!” ulang Seruni lagi. Ia ketakutan.

“William, cukup. Kamu membuatnya takut!” tegur Stenly dengan suara tegas.

“Tapi, lihat keadaan kamu sekarang, Sten!”

“Aku tidak apa-apa, Will! Hanya sedikit babak belur saja!” ucap Stenly dengan santainya. Padahal, sekarang tubuhnya terasa sakit semua.

“Yang seperti ini, masih kamu bilang sedikit, Sten? Gila, kamu!” geram William.

“Yes, ini hanya sedikit.  Dan apa yang terjadi sama aku sekarang ini ada timbal baliknya,” kata Stenly sambil melirik ke arah Seruni yang terus menunduk.

“Timbal balik?” Marcel mengulang ucapan Stenly. Ia jadi penasaran.

“Nanti juga kamu akan tahu, Will! Sekarang buka pesan yang baru saja aku kirim!” perintah Stenly.

William langsung mengeluarkan gawai. Ia membaca pesan yang dikirimkan Stenly sesuai perintah.

“Ini—”

“Iya!” potong Stenly cepat. Ia tak ingin Seruni curiga.

[Jangan banyak tanya. Lakukan saja sesuai perintahku!] 

Stenly segera mengirimi pesan kepada William agar tak banyak bertanya.

William menghela napas setelah membaca pesan yang dikirimkan Stenly. 

[Oke!] 

William membalas pesan yang dikirimkan Stenly dengan singkat. Ia malas berdebat karena paham pada akhirnya tetap Stenly yang akan menang.

“Hai ..., Nona,” panggil Stenly saat melihat Seruni terus menunduk. “Ikut saya pulang dan obati semua luka-luka saya!” perintah Stenly membuat Seruni kaget.

“Hah! I—ikut kamu pulang. Ke rumah?” tanya Seruni gelagapan. Terlihat sekali jika ia sedang panik.

“Ke hutan!” ejek William. Entah mengapa ia jadi kesal jika melihat Seruni yang menurutnya hanya sok polos saja.

“Diam, kamu, Will!” tegur Stenly yang langsung membuat William bungkam.

“Bukankah tadi saya sudah bilang. Semua ada timbal baliknya. Ini maksud saya. Kamu yang membuat saya jadi seperti ini ‘kan? Jadi, kamu juga yang harus mengobati luka-luka saya sampai sembuh!” kata Stenly dengan santainya.

“Tapi, saya harus pulang sekarang. Ibu pasti sudah menunggu saya,” kata Seruni.

“Alasan!” cibir William.

“Bilang sama Ibu kamu, kalau kamu akan pulang telat malam ini. Bereskan. Pasti beliau tidak akan menunggu!”

“Tapi—“

“Jangan kebanyakan tapi, Nona! Itu sama saja beralasan. Kamu tahu tubuh saya rasanya sudah tidak karuan sekarang!” ucap Stenly mulai kesal. Jiwa arogan-nya mulai terlihat.

“Ibu pasti akan marah!” gumam Seruni sambil melihat jam di pergelangan tangannya yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

“Saya tidak peduli! Itu urusan kamu,” kata Stenly tak mau mendengar alasan Seruni.

“Kalau begitu saya enggak mau ikut sama Anda!” tolak Seruni akhirnya.

“Saya tidak terima penolakan! Karena ini sudah menjadi tanggung jawab kamu.”

Seruni mendengus kesal. Ia baru sadar jika pria yang menolongnya ternyata memiliki sifat angkuh dan pemaksa. “Oke! Saya akan ikut Anda pulang untuk mengobati luka-luka Anda sebagai ucapan terima kasih saya. Puas, Anda!” kata Seruni penuh kekesalan. Ia tak habis pikir kena hanya mengobati luka-lukanya saja harus ikut pulang ke rumah. Bukankah di sini juga bisa. Tapi, Seruni yang sudah keburu kehilangan respek jadi malas bertanya. 

“Bagus!” ucap Stenly merasa menang. Ternyata tidak sulit mengendalikan Seruni. Pikirnya.

“Tapi setelah itu saya berharap tidak akan pernah bertemu dengan Anda lagi, sekalipun saya dalam keadaan bahaya seperti tadi!”

“Yakin?” tanya Stenly sambil tersenyum.

“Tentu saja!” jawab Seruni yakin.

 Stenly hanya mengangkat bahunya sebagai respon. “William! Kamu tidak keberatan ‘kan antar aku dan Nona ini pulang?”

 William yang sejak tadi sibuk dengan gawainya karena mengerjakan tugas yang diberikan langsung mengangguk. “Baiklah. Tidak masalah,” jawabnya lalu dengan cekatan membantu Stenly untuk berdiri dan masuk ke dalam mobil.

“Tunggu apa lagi, Mbak! Cepatlah masuk, jangan membuang waktu,” tegur William saat melihat Seruni masih belum melakukan pergerakan.

Tanpa menjawab Seruni langsung berjalan menuju pintu mobil yang sebelumnya sudah dibuka oleh William.

Brakkk!

Seruni sengaja menutup pintu mobil dengan dibanting. Ia sedang melampiaskan kekesalannya. 

“Santai saja, Nona! Saya tidak akan melakukan kejahatan seperti orang-orang tadi,” kata Stenly dari kursi penumpang bagian depan saat mobil sudah melaju. Ia merasa lucu melihat wajah Seruni yang cemberut.

“Siapa yang bisa jamin!” ucap Seruni dengan ketus.

“Saya hanya minta kamu merawat luka-luka saya mulai malam ini! Tidak lebih dari itu,” ungkap Stenly sambil membenarkan posisi duduknya.

“Mulai malam ini?” tanya Seruni mengulang ucapan Stenly. 

“Iya. Mulai malam ini. Karena setelah malam ini, kamu masih harus merawat luka-luka saya sampai benar-benar sembuh.

Mendengar itu membuat Seruni ingin mengumpat. Tapi, karena sudah malas berdebat akhirnya Seruni memilih untuk mengalah. “Baiklah, saya akan merawat kamu sampai benar-benar sembuh. Puas, kamu!”

“Tentu saja!” jawab Stenly sambil mengedipkan sebelah matanya yang bengkak.

Setelah itu tidak ada lagi yang bicara. Baik Stenly dan Seruni sibuk dengan pikirannya mereka masing-masing. Sedangkan William lebih memilih fokus dengan jalanan. Sepuluh menit berlalu sampai mobil yang dikendarai William berhenti di sebuah gang sempit kawasan padat penduduk.

William segera turun dari mobil,  membuka pintu dan membantu Stenly untuk turun dari mobil.

“Sudah beres semuanya?” Stenly berbisik tepat ditelinga William.

“Beres, Boss,” jawab William ikut berbisik.

“Bagus!” ujar Stenly sambil menganggukkan kepala.

Malas-malas Seruni turun dari mobil. Ia berjalan dengan langkah gontai lalu berdiri di samping Stenly dengan wajah cemberut.

“Sekalian tolong ... papah aku sampai ke dalam, Will. Setelah itu kamu boleh pulang.”

“Oke!”

“Tunggu! Kalau Mas William pulang, itu artinya kita berdua saja di kos’an kamu?” tanya Seruni tampak siaga.

“Yang bilang kalau kita bakalan berdua saja itu siapa?”

“Ya, enggak ada,” jawab Seruni jadi salah tingkah.

“Makanya jangan sok tahu!” ucap Stenly menyindir.

“Ya, maaf!”

“Sudahlah, jangan dibahas lagi. Ayo, kita masuk. Tubuh semakin terasa sakit sekarang,” keluh Stenly sambil memegangi perutnya yang terasa sakit. 

“Baiklah. Kalau begitu biar saya yang memapah Anda sampai ke kos’an. Mas William bisa langsung pulang!”

Stenly dan William saling pandang mendengar apa yang diusulkan Seruni barusan. Mereka berdehem menetralkan rasa terkejutnya.

“Aku lagi nggak buru-buru. Jadi, biar aku saja yang memapah Sten sampai ke dalam kos’an,” ucap William. Kalau dia pulang sekarang tanpa mengantarkan Stenly masuk ke dalam kos’an yang ada Stenly Cuma akan mutar-mutar  saja di dalam gang tanpa tahu tujuannya.

“Kamu cukup ikut kita saja,” kata Stenly akhirnya. Ia merasa lega dengan jawaban William barusan. Terlebih ia masih belum tahu letak kos’an yang di sewa William untuknya.

“Lagi pula, Mbak, enggak akan kuat memapah Stenly sampai ke dalam. Dia ini berat sekali,” kata William sengaja menggoda Stenly.

“Terserah kalian. Sekarang cepat tunjukkan di mana kos’annya. Saya mau obatin luka-lukanya biar saya bisa cepat pulang,” kata Seruni mulai tidak sabar.

“Sabar, Nona. Jangan terburu-buru. Semua itu harus dilakukan secara perlahan,” ujar Stenly asal.

“Ma—maksud, kamu?” tanya Seruni gugup.  “Ka—kamu enggak ada niat aneh-aneh sama saya?” lanjutnya bertanya.

“Kita lihat saja nanti!”

Bersambung.....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status