Share

BUKAN SALAH DIA

Mereka berjalan menuju kontrakan yang diakui Stenly sebagai miliknya. Seruni mengikuti dari belakang dengan perasaannya kian cemas saat mengingat kata-kata pria yang sudah menolongnya tadi.

"Di sini tempatnya?" Stenly berbisik kepada William dengan suara sangat pelan saat sudah berada di teras sebuah kontrakan berukuran 3x3 meter tersebut.

Bangunan itu tak lebih luas dari pos satpam di rumahnya. Dindingnya terbuat dari kayu dengan beberapa lubang terlihat di sana. Sungguh Stenly ingin sekali mengutuk asisten sekaligus sahabatnya yang tak betul mencarikan kontrakan.

"Jangan protes! Hanya tempat ini yang bisa aku dapatkan dalam waktu sesingkat ini!" kata William juga ikut berbisik.

“Setidaknya carilah tempat yang lebih layak. Tempat ini lebih pantas dibilang kandang daripada kontrakan!” lanjut Stenly berbisik.

“Salah sendiri kenapa kau tidak mengajaknya pulang ke apartemen saja tadi. Malah memilih ribet mencari kontrakan segala.”

“Aku rasa kau sudah tahu alasannya!”

“Tentu saja. Maka dari itu harusnya kau berterima kasih padaku karena bisa mendapatkan tempat yang cocok buat kau mengelabui dia!” ucap William merasa punya kesempatan untuk membela diri. Ia lalu menoleh ke belakang, melirik Seruni yang sedang melamun.

“Hai ..., Mbak!" panggil William mengagetkan Seruni yang sedang melamun.

"I—iya, Mas!" jawab Seruni tergagap karena kaget.

"Jangan panggil saya dengan sebutan mas! Panggil William saja. Itu sudah cukup!”

“Ck! Masalah panggilan saja kau protes!” Stenly mencibir.

“Harus itu! Sudahlah, berhenti membelanya!” kata William tak mau kalah.

“Maaf, Mas William!” ucap Seruni gugup. Ia membuat Stenly dan William berhenti berdebat.

“William! Jangan kamu kasi embel-embel Mas!" Kata William kembali protesnya.

"I—ya, William, ada apa?"

"Cepat buka pintunya," perintah William dengan angkuh.

"Baik," jawab Seruni menurut. Ia lalu berjalan menuju pintu dan berniat langsung membukanya. “Terkunci!” ucapnya dengan polos.

“Enggak mungkin. Coba buka lagi!” perintah William.

Seruni menurut saja. Diputranya berulang knop pintu yang memang terkunci. “Enggak bisa. Terkunci pintunya,” lirih Seruni yang masih terus berusaha membuka pintu kontrakan.

“William! Berhenti mengerjai anak orang! Itu pintu memang terkunci!”

"Anggap saja ini hukuman buat dia! Karena dia, kau jadi babak belur,” bisik William membela diri.

"Bukan dia yang bikin aku babak belur seperti ini!" Lagi-lagi Stenly membela Seruni.

"Tetap saja semua ini terjadi karena dia! Gara-gara dia aku jadi ikutan repot!” sewot William.

William sungguh kesal karena waktu istirahat malamnya lagi-lagi terganggu. Terlebih, siang tadi dia sudah cukup kelah menghandle semua pekerjaan Stenly dan ditambah menjadi detektif dadakan untuk memata-matai Kimberly.

"Kau itu aku yang gaji jadi jangan banyak protes!" bisik Steven. Ia kesal dengan tingkah William yang terlihat sekali tidak menyukai Seruni.

"Tak perlu kau ingatkan aku juga paham.”

"Bagus! Kalau begitu jangan banyak protes. Aku bisa saja potong gaji kamu bulan ini!” kata Stenly dengan nada mengancam sampai membuat William mengumpat.

“Shitt! Bisa-bisanya kau mengancamku! Harusnya kau memberiku bonus bukan malah mau memotong gaji!” protes William dengan suara pelan. Ia tak ingin Seruni mendengar perdebatan antar dirinya dan Stenly. Bisa-bisa boss yang selalu menyusahkan ini benar-benar memotong gajinya.

Merasa sudah kelelahan terus mencoba membuka pintu namun tak ada hasil. Akhirnya Seruni memberanikan diri memanggil William.

"Mas! Eh, William, maksudnya!" Ralat Adiba cepat sebelum kena semprot. "Pintunya benar-benar terkunci. Coba lihat ini tidak bisa dibuka," kata Seruni sambil menggoyang gagang pintu dengan kuat dan berakhir rusak.

“Astaga, kau merusak gagang pintunya!” teriak William terdengar berlebihan di telinga Stenly.

“Maaf!” ucap Seruni tak enak hati.

“Sudah tak apa. Itu hanya gagang pintu,” ucap Stenly. “ Itu hanya gagang pintu. Jangan berlebihan kau, William!”

“Tapi, sekarang bagaimana caranya kita membuka pintu ini!" ucap Marcel kesal. Ia melihat ke arah Stenly yang ternyata sedang memberikan tatapan tajam kepadanya.

"Gampang. Tinggal kamu dobrak saja pintunya! Kamu bukan pria lemah ‘kan?" kata Stenly tanpa berpikir.

"Aku yang dobrak pintu ini?” William balik bertanya sambil menunjuk dirinya sendiri. Lagi-lagi ia yang terkena imbasnya.

"Tentu saja. Apa kau keberatan?” tanya Stenly memancing. Ia yakin sahabatnya ini tak akan berani menolak.

“Oh, tentu saja tidak!” jawab William dengan cepat. Gajinya sebagai jaminan sekarang.

"Tadi katanya kamu tinggal berdua sama teman. Kenapa enggak minta dia saja yang buka?" tanya Seruni. Ia mulai bosan mendengar perdebatan dua orang yang baru saja ia kenal.

"Dia sedang ada pekerjaan di luar kota. Kalau dia ada di dalam pasti dia sudah membukakan pintu dari tadi tanpa diminta," ucap Stenly mencari alasan.

 Kontrakan ini sudah dibeli oleh William atas perintahnya tadi. Jadi, sudah pasti tidak ada orang di dalam.

Ja—jadi hanya ada kita bertiga di sini?” tanya Seruni takut-takut. Ia jadi membayangkan jika Stenly juga sama jahatnya dengan Dante.

“Aku jangan dihitung karena setelah ini aku akan pulang. Istriku sudah menunggu di rumah!” potong William cepat, membuat Stenly mati-matian menahan tawa sehingga membuatnya merasakan sakit di area wajah dan perutnya yang penuh lebam.

Stenly tak habis pikir William bisa memberikan alasan seperti itu. Jangankan istri, pacar saja sahabatnya tak punya.

“Apa tidak sebaiknya saya pulang saja?” tanya Seruni mencoba menawar. Jujur ia benar-benar tak berani jika harus berdua saja dengan pria yang baru dikenal tak lebih dari satu jam.

“No!" tolak Stenly tanpa bisa dibantah. “William! Tolong cepat dobrak pintunya! Jl" lanjut Stenly kali ini memerintah William. Ia tak ingin Seruni mendebatnya.

"Minggir, Mbak!” kata William sambil mengibaskan tangannya. Ia langsung memasang kuda-kuda.

Seruni reflek bergeser dari posisinya sekarang memberi jalan William untuk mendobrak pintu.

“Satu, dua, tiga!” William langsung berlari menghantamkan tubuhnya ke pintu.

Brakkk!

Hanya dengan sekali dobrak William sudah bisa membuat pintu kontrakan itu terbuka. Pintu yang hanya terbuat dari triplek itu bahkan terlepas dari engselnya dan seketika membuat William tersenyum bangga.

"Kuat kan aku!” ucap William dengan menepuk dadanya bangga.

"Kuat ... kamu hebat!" sahut Seruni dengan mata berbinar.

"Kau boleh pulang sekarang! Terima kasih karena sudah mau mengantar kita berdua," usir Stenly sama sekali tidak menanggapi ucapan William. Entah mengapa ada rasa tak suka saat wanita yang ditolongnya memuji William. Baginya itu sangat berlebihan.

"Baiklah, istriku juga sudah menunggu di rumah," ucap William. Tanpa bicara lagi ia langsung saja pergi dari tempat itu. Bahkan, berpamitan kepada Seruni saja tidak. Bagi William ia sama sekali tak memiliki urusan dengan wanita itu. "Sahabat sekaligus boss sendiri ya, begini!" gerutu William saat sudah berada di dalam mobil.

"Bantu saya masuk dan segera obati luka-luka saya!" Stenly memerintah dan langsung dituruti Seruni. Bagi Seruni makin cepat ia mengobati luka-luka Stenly, makin cepat ia pulang ke rumah.

Stenly tersenyum menyeringai saat dengan mudahnya Seruni menuruti perintahnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status