Demian mengikuti Acasha dengan menjaga jarak sepanjang sepuluh meter di belakang. Ia berhenti saat melihat Acasha masuk pada bagian peribadatan dan menunggu di luar. Tidak sampai lima belas menit, Acasha sudah keluar dari sana.
"Sekarang mau ke mana lagi?" gumam Demian lantas mengikuti Acasha tanpa khawatir ketahuan.Demian mengira, Acasha masih akan mampir ke gerai-gerai lain, tapi ternyata Acasha tengah menuju basement, tempat di mana mobil mereka terparkir. Dengan sigap, Demian menempuh jalan lain dan berjalan lebih cepat agar ia bisa tiba lebih awal tanpa didahului Acasha.Klap.Pintu mobil dibuka dengan cepat. "Dia sudah selesai," ucap Demian memberi aba-aba pada Drew.Dengan cekatan, Drew kembali memasang kacamata dan kumis palsunya sebagai bentuk penyamarannya sebagai Pak Sopir.Selang lima menit kemudian, Acasha tiba di mobil. "Lho, kalian sudah di sini rupanya? Kalian tidak menunggu lama, kan?" tanya Acasha melihat Demian dan Pak Sopir tengah bAcasha duduk di kursi, memandangi Athan mengambil sebotol minuman berlapis emas dengan desain eksklusif dari display bar."Malam ini, aku akan menjadi bartender man untukmu. Jadi, jangan sungkan lagi padaku," ucap Athan sembari menuangkan minuman ke dalam gelas, lalu memberikannya pada Acasha. "Silakan," ucapnya sangat ramah.Acasha menerima gelas tersebut. "Terima kasih." Minum dengan perlahan."Bagaimana?" tanya Athan terdengar antusias. Lensa ambernya tampak berbinar."Hmm, enak," ucap Acasha, kembali menyesap perlahan."Katakan saja jika mau lagi," ujar Athan seraya menuangkan minuman untuk diri sendiri."Ah, tidak, Tuan. Ini sudah cukup. Sepertinya, saya tidak kuat minum lebih dari segelas," sahut Acasha, teringat kejadian memalukan saat terbangun setelah mabuk. Tanpa sadar, pipinya mulai merona."Oh, jadi malam itu kamu mabuk karena minum lebih dari segelas? Memangnya habis berapa gelas?" balas Athan terdengar semakin akrab.Acasha terse
"Sebenarnya, sudah dua kali saya mengalami kejadian ini. Pertama, saat di ruang galeri. Kedua, hari ini, di sini. Awalnya, saya tidak bisa melihat dan mendengar ingatan itu dengan jelas. Semuanya bergerak sangat cepat dan acak. Tapi, hari ini, saya melihat ingatan-ingatan itu lagi," Acasha menjelaskan.Athan mendengarkan dengan serius. Ia bahkan tetap diam saat Acasha memberikan jeda dan menatap matanya dalam-dalam."Saya melihat tiga orang dalam ingatan saya. Ada Tuan dan dua orang lain di sana. Saya tidak terlalu paham dengan wajah mereka, tapi entah mengapa ... saya merasa tidak asing." Acasha menggeleng. "Entahlah. Saya tidak tahu siapa mereka. Tapi, saya juga yakin, saya belum pernah melihat mereka sebelumnya. Tapi, kenapa rasanya tidak asing?" sambungnya dengan alis berkerut."Bagaimana dengan ciri-cirinya? Apa kali ini kamu dengar sesuatu?" Athan merespon dengan menjaga ekspresi."Hmm, saya kurang paham. Saya hanya melihat bayangan mereka saja, tapi sangat
Beberapa hari kemudian, di bar pribadi.Athan tengah memutar gelasnya perlahan sambil menatap keluar jendela."Ah, kau sudah datang, Gelsi?" celetuk Athan ketika seorang pria berambut cokelat terang baru saja masuk ke dalam ruangan. "Bagaimana situasi saat ini?" tanyanya seraya berbalik."Ya, Tuan. Saya mendapat informasi adanya laporan kasus orang hilang dalam beberapa hari terakhir. Kebanyakan dari mereka menghilang ketika malam hari dan diduga saat sedang sendirian," jelas Gelsi memberikan laporan."Berapa orang yang hilang?" tanya Athan dengan tatapan serius, alisnya sedikit berkerut di ujung."Sampai saat ini ada sepuluh orang. Jumlah laporan kehilangan setiap harinya juga terus meningkat," terang Gelsi tak kalah serius.Athan mengeratkan rahang. "Kita harus terus waspada. Perketat keamanan di setiap titik kota dan habisi para penyelundup itu! Jangan sampai mereka menyentuh tempat ini!" titah Athan penuh kegeraman."Baik, Tuan," sahut Gelsi de
Sedetik sebelum vampir mengerikan itu menggapai pundak Acasha, tiba-tiba saja, seorang pria bermantel hitam sudah berdiri di depan Acasha. Tanpa sempat memperlampat kecepatan dan menghentikan larinya, Acasha seketika menabrak pria itu dengan keras.Brukk!Dengan sigap, pria itu menangkap tubuh ramping Acasha dan mendekapnya dengan erat. Acasha diam tak berkutik. Ia terus memejamkan pelupuk dan merapatkan wajahnya hingga mampu mencium aroma mawar yang sangat kuat dari pemilik tubuh itu."Acasha, kamu baik-baik saja? Adakah yang terluka?" tanya sang pria terdengar khawatir.Mendengar suara yang dikenalnya itu, Acasha mengangkat dagunya perlahan dan menatap pria yang mengkhawatirkan dirinya."Athan?" batin Acasha terkejut. Tanpa sadar, air matanya mengalir.Lalu, ia memberanikan diri untuk menoleh ke belakang setelah tak mendengar suara menakutkan yang membuat bulu kuduk merinding. Namun, Acasha tidak lagi menemukan sosok vampir mengerikan yang sempat meng
Di malam itu juga, Athan mengumpulkan orang-orang kepercayaannya di ruang pertemuan. Empat dari lima orang sudah berdiri di posisinya masing-masing saat Athan tiba di sana."Di mana Demian?" tanya pria berambut cokelat gelap yang tak lain adalah Drew. Ia datang tanpa kumis palsunya malam ini."Dia menemani Acasha di kamar. Mungkin, dia akan menyusul nanti," sahut Chesy, menaikkan sebelah alis.Drew manggut-manggut. "Hmm, oke."Athan berdiri di antara mereka dan mengamati satu per satu wajah yang telah hadir di sana."Satu Forbidden Blood hampir menyerang Acasha malam ini. Aku heran, bagaimana bisa dia lolos dan menyelinap masuk ke taman belakangku? Adakah dari kalian yang bisa menjelaskan situasi ini?" tanya Athan dengan suara mengintimidasi.Gelsi menoleh dan memberikan salam penghormatan pada Athan. "Maaf, Tuanku. Izinkan saya menjelaskan terlebih dahulu."Athan melipat tangan di depan dada. "Katakan.""Malam ini, kami menemukan sepuluh Forb
Acasha menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Ia berusaha menggunakan intuisinya untuk memilih lorong mana yang harus dia lalui untuk menemukan kamar Athan karena dia sering melihat Athan berkeliaran di lantai bawah daripada lantai di atasnya.Setelah cukup lama menimbang-nimbang, akhirnya, Acasha memilih lorong yang terhubung menuju perpustakaan. Suasana di sana lebih tenang dan nyaman dibandingkan lorong satunya karena lorong tersebut jarang dilalui oleh penghuni mansion yang lain.Dengan langkah pasti dan penuh percaya diri, Acasha menjejakkan langkah di sana. Pencahayaannya temaram, mengandalkan lampu-lampu gantung di sisi kanan dan kiri dinding karena hari masih gelap dan orang-orang di mansion masih tertidur.Hanyalah Acasha yang tiba-tiba saja terbangun dan memiliki ide gila untuk berkeliaran di area mansion seorang diri. Padahal, ia baru saja mengalami insiden menakutkan beberapa jam lalu. Namun, itu tidak menjadi penghalang bagi Acasha karena At
"Apa Tuan berubah pikiran?" Acasha mengulang pertanyaan. Suaranya terdengar sangat lirih, bahkan lebih mirip seperti berbisik. Berbanding terbalik dengan debaran jantungnya yang semakin riuh. Athan menatapnya tajam. Tanpa berkata, tanpa menimbulkan suara. Napasnya pun berembus dengan teratur, seirama dengan gerak bahunya yang naik dan turun. "Kenapa dia diam saja?" batin Acasha tanpa tahu harus berbuat apa. Dalam beberapa waktu yang mendebarkan itu, mau tak mau membuat Acasha harus memperhatikan wajah tampan itu dari jarak dekat dan lebih detail. "Matanya sangat indah," gumamnya membatin sekaligus merasa takjub melihat pancaran mata yang jernih dan tajam itu, seolah ada energi sihir yang memikat dan menariknya untuk masuk lebih jauh. Ketika kewaspadaan Acasha melemah, Athan mulai memangkas jarak yang tersisa sambil mengungkung tubuh Acasha dengan kedua tangan yang bersandar pada rak buku. Seketika, Acasha memejamkan mata hingga tak sadar menge
Gretta tetap diam, tak menanggapi. Hanya terlihat pundaknya yang naik turun dengan cepat dan suara napasnya yang terengah-engah."Lepas!" perintah Orion tiba-tiba.Gretta langsung menarik mulut dan tangannya dari sana. Ia pun terduduk dengan lemas."Bersihkan dirimu. Jangan keluar sampai aku mengizinkan!" titah Orion sembari menyimpulkan ikatan.Ketika Orion berbalik dan mulai melangkah menyeberangi kamar, Gretta sontak berdiri dan berlari menyambar pakaiannya yang tercecer di lantai, lalu mendekapnya erat sambil berlari menuju kamar mandi.Brakk.Dengan napas tersengal-sengal, Gretta bersandar pada pintu dan memerosotkan tubuhnya hingga terduduk di lantai. Tubuhnya membeku dan berwarna pucat, bahkan ujung jemari tangan dan kakinya sudah membiru.Seluruh tubuhnya gemetar dan nyaris mati rasa akibat kulit polosnya terlalu lama terpapar dinginnya malam musim dingin yang menusuk hingga ke tulang.Sungguh biadab! Vampir keji itu memang tak punya h