Ketika Xin Yue dan Jue Xin sedang menikmati sarapan mereka, tiba-tiba terdenga suara ribut yang ditimbulkan oleh kekacauan kecil dari luar kedai.Ada seorang pria tua yang diseret dengan kuda. Kuda itu ditunggangi oleh seorang pria muda. Dengan tanpa perasaan, pria yang sudah tidak berdaya itu tidak mampu lagi berlari mengikuti kecepatan si kuda. Sehingga ia terjatuh, dan terseret. Bagian depan tubuhnya bergesekan dengan jalanan yang kasar. Seluruh badannya pun terluka. Ia berteriak minta ampun. Minta tolong dilepaskan. Namun, teriakannya diabaikan.Semua orang menonton. Tidak ada yang berani menolong. Mereka tahu betul, siapa si penunggang kuda. Huang Yu Shin, yang katanya seorang polisi. Ia terkenal dengan kebengisannya terhadap seorang kriminal. Tidak pandang buluh jika sudah berhadapan dengan hukum.. Ia akan menghukum berat orang yang melakukan tindak kriminal. Bahkan jika kejahatannya ringan seperti mencuri. Kali ini, pria tua itu bernasib sial. Aksi kriminalnya ketahuan oleh Yu
Keesokan harinya perjalanan berlanjut.Memasuki kota Wuhuang, Xin Yue dan Jue Xin sama-sama menuntun kuda masing-masing. Berjalan beriringan."Ini kota apa?" tanya Xin Yue. Ia melihat ke sekeliling. Begitu padatnya masyarakat di sini."Ini adalah Wu Huang," jawab Jue Xin. "Kotanya para pesilat. Sebagian pendekar di sini mengenalku. Sebisa mungkin, jangan sampai mereka tahu identitasmu. Bahaya."Xin Yue mengangguk. Jue Xin yang lebih mengerti. Ia menurut saja. Ia juga tidak ingin menyebabkan masalah yang nantinya merepotkan Jue Xin untuk menyelesaikan.Jue Xin menawarkan, "Kau mau melihat-lihat kota ini?""Apakah bagus?" tanya Xin Yue.Jue Xin tersenyum. Lalu ia mampir ke sebuah tempat penitipan kuda. Ia mengikat Ma Feng dan Ma Tian pada sebuah pohon. Setelah itu, ia mengulurkan tangan kanan pada Xin Yue.Gadis itu segera meraihnya. Memeluk lengan si pria. "Kau yang lebih tau jalannya."Mereka berdua memasuki pusat kota yang ramai. Banyak sekali rumah yang bagus, penjual makanan, penju
Tian Tang dan Di Tang, dua pengawal rahasia kerajaan itu sedang menjalankan misi yang diperintahkan oleh Kaisar Zhang Han. Menyelidiki kebenaran akan kematian Putri Xin Yue. Mereka melakukannya tanpa sepengetahuan para pangeran.Kebakaran kota Wu Huang menyisakan hangus pada manusia dan bangunannya. Tidak luput, kedua kuda milik Xin Yue dan Jue Xin, yaitu Ma Feng dan Ma Tian juga ikut jadi korban. Berkali-kali, Xin Yue masih menyalahkan diri. Juga tidak henti Jue Xin menghiburnya, agar tidak terlalu sedih. Mereka kini harus berjalan kaki menuju ke persinggahan selanjutnya. Kota Gong Zhou.Gong Zhou bukanlah kota besar. Namun menjadi porak poranda akibat perseteruan antara pihak persilatan dan prajurit pemerintah. Problematika bangsa yang belum juga menemui akhir.Jue Xin menggandeng tangan Xin Yue. Mereka berjalan dengan perlahan memasuk gerbang kota. Mereka merasa miris, tatkala melihat banyaknya korban dari rakyat jelata atas pertikaian kedua kubu itu. Mayat mereka terbaring di bebe
Markas Elang PerakJin Tian Mao duduk di singgasananya. Ia tengah mendengarkan laporan penting dari seorang kepercayaan klan ini. Seorang pendekar muda berambut cepak berdiri dengan hormat di hadapannya. Namanya Duan Yi.Duan Yi melaporkan, "Putri itu memiliki kekuatan yang sangat dahsyat. Tuan Muda Jin ada bersamanya."Bukannya marah apalagi murka, Tian Mao malah tersenyum. "Aku sangat mengenal sifat putraku sendiri, Jin Jue Xin. Kelicikannya mampu mengelabuhi si putri polos itu. Sementara ini, kita awasi saja dulu pergerakan mereka dari jauh. Kita lihat, Jue Xin punya rencana apa."Duan Yi patuh, "Baik, Tuan Besar."Luo YangKeesokan harinya. Xin Yue baru bisa menyapa Feng Xin. "Perjalanan jauh sungguh membuat kami lelah, apalagi aku. Semalam saat kau datang, aku sudah tidur. Baru pagi tadi Tukang Jahit memberi tahu aku."Feng Xin tersenyum ramah. "Kalau ku tahu kita akan bertemu lagi, aku pasti akan membawakan arak yang lezat."Jue Xin langsung bersikap berbeda dari Xin Yue yang ra
Pangeran Shan Han tidak sampai hati melihat kondisi Jue Xin. "Kak Jue Xin?" panggilnya. JueXin mendengar suara Pangeran Shan Han. Perlahan, ia membuka mata. "Ini, minumlah..." Shan Han menyodorkan mulut botol bambu itu ke mulut Jue Xin. Kelihatan sekali, pria itu menolak, dengan menggelengkan kepalanya. "Kau harus minum dan makan sesuatu, supaya kekuatanmu pulih. Kalau kau sampai mati, Kak Xin Yue pasti akan sangat sedih. Dia pun enggan hidup lagi." Mendengar nama Xin Yue disebut, Jue Xin pun bertanya dengan suara yang begitu lirih. "Dia... masih... hidup?"Shan Han mengangguk. "Makanya, kau harus makan, harus minum. Ayo, kubantu." Ajaib! Semangat hidup Jue Xin kembali. Ia melahap roti yang disuapkan oleh Pangeran Shan Han. Juga meminum habis airnya. "Aku... aku akan coba membantu kalian." JueXin menganggukkan kepala, seraya berucap dengan lirih, "Terima kasih." Shan Han meninggalkan Diao Lu Peng dengan hati-hati. Dari sana, sang pangeran segera pergi ke Taman Sinar Rembulan, tem
Beberapa hari di kediaman Iy Long Tou, akhirnya kesehatan Jue Xin pulih. Begitu juga Xin Yue. Luka mereka sudah sembuh. Mereka pun memutuskan, akan mencari kitab Jurus Penakluk Iblis di wilayah Selatan.JueXin berkata pada Feng Xin, "Kalau kau ingin melanjutkan misi perdamaian, silakan. Tidak apa-apa."FengXin langsung mempertanyakan maksud Jue Xin. "Kau ini bicara apa? Sebagai sahabat, aku tidak akan meninggalkan sahabatku yang sedang dalam kesusahan. Aku bersedia menanggung bahaya bersama kalian. Menaklukkan Bidadari Merah, bukankah bagian dari misi perdamaian yang harus kita wujudkan juga?"Sebenarnya Jue Xin tersentuh akan niat tulus Feng Xin. "Tapi..."Feng Xin pun meyakinkan sahabatnya. "Sudah! Keputusanku sudah bulat. Aku akan mengikuti ke mana pun kalian pergi. Lagi pula, aku juga tidak ingin Bidadari Merah lahir kembali, dan menimbulkan kehancuran di dunia kita ini."Tidak ada yang bisa menahan tekad Feng Xin, maka Jue Xin pun berkata, "Baiklah."Di dalam sebuah ruangan.Iy L
Ada sekawanan pesilat berkuda. Berjumlah empat orang. Beberapa di antaranya memegang obor. Mereka dilengkapi dengan aneka jenis senjata.Jue Xin mengenal mereka. Pendekar Angin, Pendekar Awan, Pendekar Petir, dan pimpinan mereka, seorang wanita, yaitu Pendekar Hujan. Mereka berasal dari aliran hitam. Tentu saja, berseberangan dengan Elang Perak. Mendengar julukan mereka, Feng Xin yang sebenarnya adalah Dewa Halilintar Wu Heng hanya beringsut diam-diam. Untuk apa manusia fana menguasai ilmu seperti itu lalu menerapkannya untuk kejahatan? Mereka berempat sedang mengobrak-abrik jalanan.Lu Meng yang sudah tobat, hendak menghentikan semua itu. Namun, Jue Xin melarang. "Jangan gegabah! Mereka terlalu berbahaya."Lu Meng masih bersikeras. "Tapi..."Jue Xin berusaha menenangkannya. "Sabar, kita lihat dulu apa mau mereka."Kemudian, datang beberapa anak buah mereka, membawa sekumpulan gadis. Para gadis itu menangis dan ketakutan. Mereka berasal dari desa-desa sekitar. Tentu saja, mata Lu Meng
Kemudian tinggallah Xin Yue dan Jue Xin berdua.Xin Yue bertanya, "Benarkah, lukamu sudah tidak apa-apa? Wanita itu menusukmu cukup dalam.""Ini bukan luka besar," jawab Jue Xin. "Aku sungguh baik-baik saja. Kau sendiri bagaimana? Masih terasa lemas?"Xin Yue menggelengkan kepala. "Sudah tidak lagi." Ia mendesah. "Ah, kau ini memang hebat soal racun. Jarum Perakmu itu, sungguh menyiksa. Tapi Racun Pelemah Otot ini membuat orang jadi mengantuk terus, kalau tidak minum penawarnya."Jue Xin merasa bersalah. "Itu pujian?""Tergantung." Xin Yue malah menggodanya.Lalu Jue Xin berdiri. Ia tersenyum. Ia belai rambut Xin Yue. Ia meraih sang belahan jiwa dalam dekapan. "Memelukmu adalah sesuatu yang paling kusukai di dunia ini."Xin Yue juga melingkarkan kedua tangannya di pinggang Jue Xin. "Dan pelukanmu adalah tempat terindah yang pernah kurasakan."Bing Bing menangis ketika prosesi tutup peti sang ayah. Apalagi, ketika peti mati itu dimasukkan ke liang lahat. Lu Meng mendekapnya. Bing Bing