Share

BAB 2 Misteri Sebuah Gelang

Author: Endah Tanty
last update Last Updated: 2025-07-13 22:26:50

Luna duduk di sofa ruang tamu, tangannya sibuk menggulir laman sebuah situs lowongan pekerjaan.

Berkali-kali ia menghela napas karena tidak menemukan pekerjaan yang sesuai.

Lama-lama, Luna merasa bosan, apalagi anaknya tak mau dijemput.

“Anak jaman sekarang gengsinya minta ampun,” gumam wanita itu.

Tak lama, ia mendengar sebuah mobil berhenti di depan pagar rumahnya. Luna mengintip dari balik jendela, dan terheran saat melihat mobil suaminya.

Ia melihat anaknya keluar dari dalam mobil. Luna bergegas keluar rumah, tapi belum sempat membuka pagar, mobil telah melaju pergi.

“Daah, Papa!” seru Mora sambil melambaikan tangannya.

“Mora, kamu dijemput Papa?” tanya Luna begitu pintu pagar besi itu dibukanya.

“Iya, Ma. Aku senang kalau yang jemput Papa, soalnya bawa mobil keren,” jawab anak itu sambil tersenyum semringah.

“Mora, Mama tidak senang kalau kamu berbicara seperti itu. Jangan terlalu terpukau dengan kemewahan, sayang, itu tidak baik,” nasehat Luna pada putri kecilnya itu.

“Teman Mora semua dijemput pakai mobil, Ma. Mora malu kalau Mama menjemput pakai motor,” jawab Mora dengan suara pelan.

Luna menghela napas. “Ya sudah, sekarang ganti baju dan makanlah,” katanya sambil mengusap pucuk kepala Mora.

Anak itu melakukan apa yang diminta ibunya. Setelah makan, Mora langsung masuk ke kamar, sementara Luna masih duduk di ruang makan.

“Maaf, Bu Luna, ini gelangnya tadi ada di saku celana Bapak,” ucap asisten rumah tangga menghampirinya.

Luna mengerutkan dahi, lalu meraih gelang emas model balok dengan kombinasi kaca yang menghiasi bagian tengah gelang.

Luna mengernyitkan dahinya, lalu mencoba gelang itu. ‘Gelang ini bukan untukku, ukurannya kebesaran di tanganku,’ batinnya.

“Mbok, coba berikan gelang ini pada Bapak, jangan bilang kalau aku sudah tahu,” pinta Luna pada pembantunya .

“Baik, Bu,” jawab Mbok Sumi meraih gelang yang disodorkan Luna padanya.

“Aku akan pergi sebentar, Mbok Sum jangan pulang dulu sebelum aku atau Pak Imran sampai rumah ya.”

Sumi mengangguk mengerti, lalu Luna beranjak menuju kamarnya mengambil tas dan berganti baju.

Dengan menaiki motor, wanita berambut sebahu itu melaju sedang membelah jalanan menuju sebuah sebuah perusahaan di pusat kota.

Hari ini ia ada janji wawancara, tapi tampaknya kali ini pun ia tidak berhasil.

Bahunya merosot begitu keluar dari ruangan dan berpamitan dengan HRD yang berkata akan menghubunginya jika diterima.

Ini sudah kesekian kalinya Luna melakukan wawancara kerja, tapi tidak kunjung mendapatkan pekerjaan yang diinginkannya.

“Susah sekali mendapatkan pekerjaan tanpa koneksi,” gumam Luna.

Saat melewati minimarket, ia memarkirkan motornya dan menuju ATM yang ada di dalam.

Luna tampak sedih ketika melihat saldo rekeningnya yang semakin menipis, ia harus memberikan sejumlah uang pada adik dan juga ibunya. Tapi sayang saldonya tak mencukupi, ia juga merasa tidak enak jika meminta pada suaminya.

“Luna? Kamu Luna ‘kan?”

Sapaan seorang wanita bersuara lembut mengagetkannya.

Luna menoleh dan terbelalak. “Agnes? Kamu kembali ke Jakarta?”

Wanita bernama Agnes itu tersenyum lebar, “Iya, aku kembali Lun. Aku sudah puas berpetualang di luar negeri. Jadi sekarang aku memutuskan untuk menetap di Jakarta,” tuturnya ceria. “Kamu ada waktu? Kita berbincang sebentar di depan, bagaimana?”

Luna mengangguk. Kedua wanita sebaya itu menuju luar minimarket dan duduk di kursi. Agnes menyodorkan minuman soft drink pada Luna.

“Bagaimana kabarmu? Kamu terlihat lebih ramping Lun,” kata Agnes sambil memperhatikan Luna dari ujung kepala hingga kaki. Pandangannya tampak menilai. “Terakhir aku dengar kamu bergabung di perusahaan konstruksi terbesar di Jakarta?”

“Aku sudah resign dari WR Company.”

“Oh, sayang sekali,” senyum getir terbit di bibir Agnes.

Wanita berbadan proporsional dan berkulit putih bersih itu menatap ke arah Luna.

“Kamu masih ingat persaingan kita di kampus ‘kan? Kamu selalu mendapat nilai di atasku, dan kamu juga berhasil memenangkan hati Imran, kakak tingkat yang digilai hampir semua mahasiswi,” ucap Agnes sambil terkekeh, mengenang masa lalu.

“Tentu saja aku masih ingat,” sahut Luna, memaksakan seulas senyum. “Kami hidup bahagia dan dikaruniai putri cantik, Mora namanya.” Luna membuka tutup botol minuman kemasan dan meneguknya. ”Apa kamu sudah menikah?” tanya Luna menatap kembali Agnes.

“Belum, aku belum menemukan pria yang cocok. Jadi aku fokus pada pekerjaan dan bisnis onlineku. Saat ini aku sedang mencari pekerjaan di Jakarta,” jelas Agnes, terdengar bangga dengan pencapaiannya.

Luna mengangguk. Sebenarnya, ia tidak terlalu akrab dengan Agnes. Bertemu seperti ini membuatnya sedikit canggung.

“Aku senang mendengarnya,” kata Luna akhirnya. “Oh, ini sudah hampir sore, aku harus pulang,” Luna pamit seraya bangkit dari duduknya.

“Kamu butuh tumpangan?” tawar Agnes.

“Tidak, aku membawa motor,” sahut Luna sambil tersenyum kaku.

“Oh, oke,” kata Agnes. Ia berjalan ke sebuah sedan mewah warna merah sambil melambaikan tangannya pada Luna.

Melihat itu, Luna sudah memastikan jika teman satu kampusnya itu sekarang sudah menjadi orang sukses.

Luna berjalan pelan menuju motornya, lalu mengendarainya menuju jalanan yang semakin ramai di jam pulang kantor.

**

Sementara itu, Imran baru saja tiba di rumah. Wajahnya tampak tegang saat berjalan cepat menuju laundry room. Ia tampak sibuk mencari sesuatu.

“Pak Imran mencari ini?”

Suara Sumi mengejutkan pria itu. Ia menoleh dan tampak lega begitu melihat gelang yang disodorkan oleh si pembantu.

“Ah, syukurlah kamu yang menemukannya,” ujar Imran. “Ini sebenarnya untuk Luna, aku ingin memberi kejutan di hari ulang tahunnya,” jelasnya, lalu meraih gelang dari tangan Sumi.

“Itu gelang yang sangat bagus, Pak. Bu Luna pasti senang,” kata Sumi sambil tersenyum.

“Jangan bilang Luna ya, Mbok!”

Ucapan tegas dari Imran membuat Sumi menelan ludah. “Ba-baik, Pak. Kalau begitu saya permisi pulang dulu.”

Buru-buru, wanita paruh baya itu undur diri.

Sementara Imran memasukan gelang di saku celananya setelah kembali menghela napas panjang.

“Hampir saja ….”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • LUKA HATI WANITA YANG KAU SIA-SIAKAN   Bab 7 Sang Mertua Datang

    Luna meraih ponsel dan menelpon salah satu temannya dulu di WR Company.“Hai Lun, ada apa?”“Ada yang ingin aku tanyakan, apakah Agnes yang sekarang menduduki jabatanku di WR Company?”“Oh...kamu juga mengenal Agnes, kamu benar Luna, kamu digantikan oleh Agnes,” jawab staf WR Company.Luna langsung menutup ponselnya, entah mengapa ia merasakan ada sesuatu yang aneh yang sedang mempermainkan hidupnya.‘Agnes...ada di WR Company, menggantikan kedudukanku, apa ini kebetulan?’ batin Luna.Wanita ramping itu, melihat kembali foto di layar ponselnya, matanya tiba-tiba fokus pada gelang yang dipakai Agnes.‘Hai itu gelang yang sama yang ditemukan mbok Sumi,’ batin Luna.Luna semakin bingung dengan situasi yang ada dihadapannya, ia berpikir kenapa Imran tidak bercerita tentang Agnes yang bekerja di WR Company dan gelang itu, nyatanya Imran sampai sekarang tidak pernah memberikan gelang itu, lagi pula ukurannya memang pas jika di tangan Agnes.Luna melamun ia teringat waktu dulu, pernah mend

  • LUKA HATI WANITA YANG KAU SIA-SIAKAN   BAB 6 Ancaman Untuk Imran

    Sementara itu di kamar apartemen setelah melampiaskan hasrat, Imran memeluk Agnes dengan erat.“Nes, dulu aku pernah menyatakan cinta padamu tapi kamu menolak. Dan saat ini, kamu seakan menggilaiku. Kenapa? Apa tidak ada pria yang mau denganmu?” ucap Imran sambil tertawa kecil.“Wanita seperti aku tidak laku? Mana mungkin!” sahut Agnes. “Aku sudah menolak lebih dari 10 lelaki yang mengajakku menikah dan memilihmu.”“Aku tersanjung, Agnes. Akhirnya gadis yang kutaksir kini berada di pelukanku dan memberikan cinta.” Imran berkali-kali mengecup bibir Agnes.Setelah itu, Imran bangkit dan menuju kamar mandi. Sedangkan Agnes masih menutupi tubuhnya dengan selimut sambil bermain ponsel.Senyum merekah di bibirnya, merasa puas setiap kali bercinta dengan Imran.Tak lama Imran keluar dari kamar mandi memakai handuk sebatas pinggang.“Menginaplah di sini,” pinta Agnes dengan suaranya yang manja.“Tidak bisa, Luna nanti curiga. Aku tidak mau hubungan kita diketahui Luna, setidaknya untuk saat i

  • LUKA HATI WANITA YANG KAU SIA-SIAKAN   BAB 5 Hubungan Gelap Mulai Tercium

    Sementara itu WR Company, di sebuah ruang meeting seorang wanita mengamati satu persatu staf yang sudah duduk di kursi masing-masing. Pandanganya terhenti pada sosok wanita yang tampak asing.“Kamu staf baru?” tanya Ina—direktur utama perusahaan.“Iya, Bu, saya baru bergabung dua minggu ini,” jawab Agnes dengan rasa percaya diri. “Nama saya Agnes.”“Oke, Agnes. Semoga kamu bisa bekerja dengan baik dengan tim operasional,” sahut Ina, lalu tatapannya mengedar seakan mencari seseorang.“Di mana Luna? Kenapa dia belum hadir?” tanya wanita itu lagi.“Bu Luna sudah resign, Bu. Agnes yang menggantikan,” jawab salah satu staf.Seketika Ina terkejut. “Luna resign? Kenapa HRD tidak memberitahuku?”Semua tertunduk, tidak berani membalas tatapan Ina yang kini terlihat kecewa. Ada kilatan amarah di wajahnya yang tidak lagi muda.Mereka semua tahu bahwa Luna adalah staf terbaik yang sangat dibanggakan oleh sang direktur utama. Wajar saja wanita itu terkejut dengan berita pengunduran diri Luna.Agne

  • LUKA HATI WANITA YANG KAU SIA-SIAKAN   BAB 4 Perasaan Aneh

    Di sebuah rumah sederhana dengan desain kuno, Luna tampak sedih menatap ibunya yang terbaring lemah di tempat tidur.“Ibu harus banyak istirahat, kata dokter obatnya harus habis,” ucap Luna khawatir.“Iya, Lun,” sahut ibunya lemah. “Apa kamu izin tidak masuk kerja?”“Aku sudah resign Bu…”“Kenapa?” wanita renta itu bertanya sambil terbatuk-batuk.“Perusahaan tidak menginginkan suami istri ada dalam satu perusahaan, jadi Luna yang mengalah keluar. Ibu tak usah khawatir, aku tetap akan membantu biaya pengobatan ibu,” jelas Luna sambil tersenyum, menutupi kegelisahannya mengenai biaya pengobatan ibunya.“Syukurlah, jadi kamu bisa lebih fokus menemani Mora di rumah,” jawab sang ibu.Luna mengangguk, lalu keluar kamar.“Aku mendengar percakapan Mbak Luna dengan ibu. Sayang sekali harus keluar,” ucap Alif, adik Luna.“Ini bukan keinginanku, Lif. Kalau perusahaan tidak menginginkan keberadaanku, apa yang bisa aku perbuat?”Alif mendengus. “Lalu bagaimana dengan biaya kuliahku Mbak? Apa Mas I

  • LUKA HATI WANITA YANG KAU SIA-SIAKAN   BAB 3 Hubungan Terlarang Imran dan Agnes

    “Papa! Papa sudah pulang,” seru Mora menghampiri ayahnya sambil tersenyum lebar. “Mora senang Papa pulang sore ini.”Imran terkekeh, lalu meraih tubuh mungil putrinya. “Papa ingin jalan-jalan denganmu, Nak.”“Hore! Ayo telepon Mama biar cepat pulang dan ikut kita jalan-jalan,” pinta Mora antusias.“Tidak, Mora. Mama masih sibuk, kita pergi berdua saja, bagaimana?”“Oke!”Imran membawa putrinya naik ke mobil, lalu melaju pelan meninggalkan kediaman mereka.Beberapa menit kemudian, Luna sampai di rumah. Ia mendapat pesan dari Imran yang mengatakan bahwa dirinya dan Mora pergi jalan-jalan dan makan malam di luar.Setelah membaca pesan dari suaminya, Luna menjadi kecewa sekaligus heran.Akhir-akhir ini, suaminya sering memberi perhatian lebih pada Mora. Luna tahu Imran memang ayah yang baik. Ia sangat sayang pada putri mereka, semua keperluan Mora selalu diperhatikannya.Hanya saja, belakangan ini Imran sangat sibuk. Tapi entah bagaimana ia selalu punya waktu untuk Mora.Luna menggelengka

  • LUKA HATI WANITA YANG KAU SIA-SIAKAN   BAB 2 Misteri Sebuah Gelang

    Luna duduk di sofa ruang tamu, tangannya sibuk menggulir laman sebuah situs lowongan pekerjaan.Berkali-kali ia menghela napas karena tidak menemukan pekerjaan yang sesuai.Lama-lama, Luna merasa bosan, apalagi anaknya tak mau dijemput.“Anak jaman sekarang gengsinya minta ampun,” gumam wanita itu.Tak lama, ia mendengar sebuah mobil berhenti di depan pagar rumahnya. Luna mengintip dari balik jendela, dan terheran saat melihat mobil suaminya.Ia melihat anaknya keluar dari dalam mobil. Luna bergegas keluar rumah, tapi belum sempat membuka pagar, mobil telah melaju pergi.“Daah, Papa!” seru Mora sambil melambaikan tangannya.“Mora, kamu dijemput Papa?” tanya Luna begitu pintu pagar besi itu dibukanya.“Iya, Ma. Aku senang kalau yang jemput Papa, soalnya bawa mobil keren,” jawab anak itu sambil tersenyum semringah.“Mora, Mama tidak senang kalau kamu berbicara seperti itu. Jangan terlalu terpukau dengan kemewahan, sayang, itu tidak baik,” nasehat Luna pada putri kecilnya itu.“Teman Mor

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status