Home / Rumah Tangga / LUKA HATI WANITA YANG KAU SIA-SIAKAN / BAB 5 Hubungan Gelap Mulai Tercium

Share

BAB 5 Hubungan Gelap Mulai Tercium

Author: Endah Tanty
last update Last Updated: 2025-07-13 23:13:45

Sementara itu WR Company, di sebuah ruang meeting seorang wanita mengamati satu persatu staf yang sudah duduk di kursi masing-masing. Pandanganya terhenti pada sosok wanita yang tampak asing.

“Kamu staf baru?” tanya Ina—direktur utama perusahaan.

“Iya, Bu, saya baru bergabung dua minggu ini,” jawab Agnes dengan rasa percaya diri. “Nama saya Agnes.”

“Oke, Agnes. Semoga kamu bisa bekerja dengan baik dengan tim operasional,” sahut Ina, lalu tatapannya mengedar seakan mencari seseorang.

“Di mana Luna? Kenapa dia belum hadir?” tanya wanita itu lagi.

“Bu Luna sudah resign, Bu. Agnes yang menggantikan,” jawab salah satu staf.

Seketika Ina terkejut. “Luna resign? Kenapa HRD tidak memberitahuku?”

Semua tertunduk, tidak berani membalas tatapan Ina yang kini terlihat kecewa. Ada kilatan amarah di wajahnya yang tidak lagi muda.

Mereka semua tahu bahwa Luna adalah staf terbaik yang sangat dibanggakan oleh sang direktur utama. Wajar saja wanita itu terkejut dengan berita pengunduran diri Luna.

Agnes hanya diam mengamati ketegangan yang melingkupi mereka. Benaknya sibuk berpikir. Sebegitu pentingnya kah posisi Luna di kantor ini?

Agnes mengepalkan tangannya dengan erat. Tidak, ia tidak akan kalah. Bagaimana pun, Luna sudah berhasil disingkirkan.

“Ya sudah, kita lanjutkan meeting ini.”

Sekitar dua jam kemudian, meeting akhirnya selesai.

Agnes diam-diam mendatangi ruangan manajer keuangan saat semua orang sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

“Agnes?” Imran tampak terkejut melihat wanita itu. “Ada apa?”

Wajah Agnes tampak murung, bibirnya cemberut. Ia berjalan menghampiri Imran yang duduk di meja kerjanya, lalu duduk di pangkuan pria itu.

“Aku kesal, Mas,” katanya manja.

Imran langsung mendekapnya mesra. “Kenapa, hm?”

“Aku tidak suka Bu Direktur tampaknya sangat mengandalkan istrimu,” adunya.

Imran terkekeh. “Kamu cemburu?”

Agnes mencebik kesal. “Enak saja!” serunya tidak terima. “Dia tidak ada apa-apanya dibandingkan denganku.”

Imran mencium bibir Agnes. “Memang benar,” katanya. “Buktinya dia sudah tidak bekerja di sini ‘kan?”

Agnes mengangguk. Ia menggerakkan tubuhnya hingga semakin merapat dengan tubuh Imran yang berada di bawahnya.

Tangan Imran tidak tinggal diam. Ia menjelajahi tubuh sintal wanita itu dengan sentuhan-sentuhan sensual yang membuat Agnes menggeliat di atasnya, tampak menikmati keintiman itu.

Ceklek!

Tiba-tiba, pintu terbuka dari luar, mengejutkan Agnes dan Imran yang sedang dilanda gairah.

“Astaga! Apa yang kalian lakukan?!”

Agnes buru-buru bangkit dari pengakuan Imran dan merapikan pakaiannya yang berantakan.

“Pak Iwan, ketuklah pintu sebelum masuk,” ujar Imran kesal. Ia berdiri dan ikut merapikan penampilannya, lalu menatap Agnes. “Nes, kamu keluar dulu,” pintanya.

Agnes mengangguk, lalu keluar sambil merapikan blousenya.

Pria berkepala plontos itu tampak tidak habis pikir. “Jadi ini alasan kamu menyuruhku untuk menekan Luna keluar dari kantor dan merekomendasikan Agnes?”

Imran menghela napas, tampak enggan mengakui. Tapi tak ada gunanya mengelak. “Iya, aku harap Pak Iwan menjaga rahasia ini,” pintanya.

Pria paruh baya itu menggelengkan kepala. “Ahh... punya istri secerdas Luna ternyata belum membuatmu puas. Kamu benar-benar keterlaluan kamu,” katanya.

“Ada apa Pak Iwan menemuiku?” tanya Imran mengalihkan pembicaraan.

“Bu Ina kecewa atas pengunduran diri istrimu. Beliau meragukan kemampuan Agnes. Aku khawatir jika Agnes tak dapat melakukan pekerjaanya, Bu Ina akan merekrut kembali Luna,” jelas kepala HRD itu.

“Jangan khawatir, Luna memiliki harga diri yang tinggi. Ia tidak akan kembali pada perusahaan yang telah membuangnya. Aku tahu karakter Luna,” sahut Imran santai.

“Jika kamu sudah tahu karakter istrimu, kenapa kamu bermain api? Bagaimana jika Luna tahu perselingkuhanmu dengan Agnes dan meminta cerai?”

Imran tertawa pelan. “Aku sudah siap menceraikan Luna, tapi tidak untuk saat ini, jadi aku harap Pak Iwan tutup mulut.”

“Apa yang kamu rencanakan Imran?” tanya Iwan penasaran sekaligus terheran-heran.

“Saat perceraian nanti, aku ingin Mora bersamaku dan rumah yang kami tinggali itu menjadi milikku juga,” jawab Imran.

Iwan lagi-lagi menggelengkan kepala. “Wah… kamu akan membuat Luna menangis darah, Imran.”

Imran hanya tersenyum sinis, lalu kembali menatap laptop. “Kalau Pak Iwan sudah selesai, aku ingin kembali bekerja.”

Pria paruh baya itu menatap pria rupawan di hadapannya, tampak takjub sekaligus ngeri.

Tanpa mengatakan apapun lagi, Iwan pergi meninggalkan ruangan Imran.

**

Malam itu hujan turun, hawa dingin seakan sampai menembus tulang.

Imran turun dari mobilnya ketika roda empat itu sudah berhenti di base apartemen. Langkah kakinya menuju lift yang membawanya ke lantai 10. Ia berhenti di depan sebuah unit. Ia menekan sandi dan masuk ke dalam begitu pintu terbuka.

Di balik dinding yang tak jauh dari unit itu, sepasang mata memperhatikan.

‘Nomor 101… siapa yang Mas Imran temui di apartemen ini?’

Tatapannya lantas mengarah pada dua minuman dan dua porsi steak dan juga camilan di tangannya.

Pemuda yang mengenakan seragam resto dan masker yang menutupi sebagian wajahnya itu kembali menatap layar ponsel, memastikan jika pemesan sudah sesuai.

Ia menekan bel dengan ragu. Tak lama, pintu terbuka dan terlihat seorang wanita dengan mengenakan pakaian minim bahan tersenyum.

“Ini pesanan anda,” ucap kurir resto.

“Terima kasih,” Agnes meraih paper bag lalu menatap kertas tagihan dan ia mengambil dompetnya, mengambil dua lembar uang merah.

“Kembaliannya untukmu,” ucap Agnes menyerahkan dua lembar uang pada sang kurir. Setelah itu menutup pintu kembali.

Kurir muda itu tersenyum getir, lalu terdengar ponselnya berdering.

Ia menatap layar. Rahangnya mengeras saat melihat nama yang terpampang di sana.

“Halo, Mbak Luna, ada apa?”

“Alif, aku diberi tahu ibu kalau kamu sekarang bekerja di resto sebagai kurir. Apa benar?”

“Itu ‘kan yang mbak Luna harapkan?” sahut Alif dengan nada ketus, meski ia tidak ingin bersikap seperti itu. Namun, apa yang dilihatnya barusan benar-benar membuat darahnya mendidih.

“Maafkan Mbakmu ya, Lif. Besok datanglah ke rumah, aku ingin menjual perhiasan untuk membayar kuliahmu,” suara Luna terdengar di seberang ponsel.

“Apa Mas Imran tidak bersedia membiayai kuliahku, Mbak?” tanya Alif dengan suara dingin.

“Itu memang bukan tanggung jawab Mas Imran ‘kan? Jadi jangan libatkan Mas Imran, aku akan berusaha membantumu,” jawab Luna.

Ekspresi Alif semakin keruh mendengarnya. “Besok aku akan ke rumah Mbak. Ada hal yang penting yang mau aku bicarakan.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • LUKA HATI WANITA YANG KAU SIA-SIAKAN   Bab 7 Sang Mertua Datang

    Luna meraih ponsel dan menelpon salah satu temannya dulu di WR Company.“Hai Lun, ada apa?”“Ada yang ingin aku tanyakan, apakah Agnes yang sekarang menduduki jabatanku di WR Company?”“Oh...kamu juga mengenal Agnes, kamu benar Luna, kamu digantikan oleh Agnes,” jawab staf WR Company.Luna langsung menutup ponselnya, entah mengapa ia merasakan ada sesuatu yang aneh yang sedang mempermainkan hidupnya.‘Agnes...ada di WR Company, menggantikan kedudukanku, apa ini kebetulan?’ batin Luna.Wanita ramping itu, melihat kembali foto di layar ponselnya, matanya tiba-tiba fokus pada gelang yang dipakai Agnes.‘Hai itu gelang yang sama yang ditemukan mbok Sumi,’ batin Luna.Luna semakin bingung dengan situasi yang ada dihadapannya, ia berpikir kenapa Imran tidak bercerita tentang Agnes yang bekerja di WR Company dan gelang itu, nyatanya Imran sampai sekarang tidak pernah memberikan gelang itu, lagi pula ukurannya memang pas jika di tangan Agnes.Luna melamun ia teringat waktu dulu, pernah mend

  • LUKA HATI WANITA YANG KAU SIA-SIAKAN   BAB 6 Ancaman Untuk Imran

    Sementara itu di kamar apartemen setelah melampiaskan hasrat, Imran memeluk Agnes dengan erat.“Nes, dulu aku pernah menyatakan cinta padamu tapi kamu menolak. Dan saat ini, kamu seakan menggilaiku. Kenapa? Apa tidak ada pria yang mau denganmu?” ucap Imran sambil tertawa kecil.“Wanita seperti aku tidak laku? Mana mungkin!” sahut Agnes. “Aku sudah menolak lebih dari 10 lelaki yang mengajakku menikah dan memilihmu.”“Aku tersanjung, Agnes. Akhirnya gadis yang kutaksir kini berada di pelukanku dan memberikan cinta.” Imran berkali-kali mengecup bibir Agnes.Setelah itu, Imran bangkit dan menuju kamar mandi. Sedangkan Agnes masih menutupi tubuhnya dengan selimut sambil bermain ponsel.Senyum merekah di bibirnya, merasa puas setiap kali bercinta dengan Imran.Tak lama Imran keluar dari kamar mandi memakai handuk sebatas pinggang.“Menginaplah di sini,” pinta Agnes dengan suaranya yang manja.“Tidak bisa, Luna nanti curiga. Aku tidak mau hubungan kita diketahui Luna, setidaknya untuk saat i

  • LUKA HATI WANITA YANG KAU SIA-SIAKAN   BAB 5 Hubungan Gelap Mulai Tercium

    Sementara itu WR Company, di sebuah ruang meeting seorang wanita mengamati satu persatu staf yang sudah duduk di kursi masing-masing. Pandanganya terhenti pada sosok wanita yang tampak asing.“Kamu staf baru?” tanya Ina—direktur utama perusahaan.“Iya, Bu, saya baru bergabung dua minggu ini,” jawab Agnes dengan rasa percaya diri. “Nama saya Agnes.”“Oke, Agnes. Semoga kamu bisa bekerja dengan baik dengan tim operasional,” sahut Ina, lalu tatapannya mengedar seakan mencari seseorang.“Di mana Luna? Kenapa dia belum hadir?” tanya wanita itu lagi.“Bu Luna sudah resign, Bu. Agnes yang menggantikan,” jawab salah satu staf.Seketika Ina terkejut. “Luna resign? Kenapa HRD tidak memberitahuku?”Semua tertunduk, tidak berani membalas tatapan Ina yang kini terlihat kecewa. Ada kilatan amarah di wajahnya yang tidak lagi muda.Mereka semua tahu bahwa Luna adalah staf terbaik yang sangat dibanggakan oleh sang direktur utama. Wajar saja wanita itu terkejut dengan berita pengunduran diri Luna.Agne

  • LUKA HATI WANITA YANG KAU SIA-SIAKAN   BAB 4 Perasaan Aneh

    Di sebuah rumah sederhana dengan desain kuno, Luna tampak sedih menatap ibunya yang terbaring lemah di tempat tidur.“Ibu harus banyak istirahat, kata dokter obatnya harus habis,” ucap Luna khawatir.“Iya, Lun,” sahut ibunya lemah. “Apa kamu izin tidak masuk kerja?”“Aku sudah resign Bu…”“Kenapa?” wanita renta itu bertanya sambil terbatuk-batuk.“Perusahaan tidak menginginkan suami istri ada dalam satu perusahaan, jadi Luna yang mengalah keluar. Ibu tak usah khawatir, aku tetap akan membantu biaya pengobatan ibu,” jelas Luna sambil tersenyum, menutupi kegelisahannya mengenai biaya pengobatan ibunya.“Syukurlah, jadi kamu bisa lebih fokus menemani Mora di rumah,” jawab sang ibu.Luna mengangguk, lalu keluar kamar.“Aku mendengar percakapan Mbak Luna dengan ibu. Sayang sekali harus keluar,” ucap Alif, adik Luna.“Ini bukan keinginanku, Lif. Kalau perusahaan tidak menginginkan keberadaanku, apa yang bisa aku perbuat?”Alif mendengus. “Lalu bagaimana dengan biaya kuliahku Mbak? Apa Mas I

  • LUKA HATI WANITA YANG KAU SIA-SIAKAN   BAB 3 Hubungan Terlarang Imran dan Agnes

    “Papa! Papa sudah pulang,” seru Mora menghampiri ayahnya sambil tersenyum lebar. “Mora senang Papa pulang sore ini.”Imran terkekeh, lalu meraih tubuh mungil putrinya. “Papa ingin jalan-jalan denganmu, Nak.”“Hore! Ayo telepon Mama biar cepat pulang dan ikut kita jalan-jalan,” pinta Mora antusias.“Tidak, Mora. Mama masih sibuk, kita pergi berdua saja, bagaimana?”“Oke!”Imran membawa putrinya naik ke mobil, lalu melaju pelan meninggalkan kediaman mereka.Beberapa menit kemudian, Luna sampai di rumah. Ia mendapat pesan dari Imran yang mengatakan bahwa dirinya dan Mora pergi jalan-jalan dan makan malam di luar.Setelah membaca pesan dari suaminya, Luna menjadi kecewa sekaligus heran.Akhir-akhir ini, suaminya sering memberi perhatian lebih pada Mora. Luna tahu Imran memang ayah yang baik. Ia sangat sayang pada putri mereka, semua keperluan Mora selalu diperhatikannya.Hanya saja, belakangan ini Imran sangat sibuk. Tapi entah bagaimana ia selalu punya waktu untuk Mora.Luna menggelengka

  • LUKA HATI WANITA YANG KAU SIA-SIAKAN   BAB 2 Misteri Sebuah Gelang

    Luna duduk di sofa ruang tamu, tangannya sibuk menggulir laman sebuah situs lowongan pekerjaan.Berkali-kali ia menghela napas karena tidak menemukan pekerjaan yang sesuai.Lama-lama, Luna merasa bosan, apalagi anaknya tak mau dijemput.“Anak jaman sekarang gengsinya minta ampun,” gumam wanita itu.Tak lama, ia mendengar sebuah mobil berhenti di depan pagar rumahnya. Luna mengintip dari balik jendela, dan terheran saat melihat mobil suaminya.Ia melihat anaknya keluar dari dalam mobil. Luna bergegas keluar rumah, tapi belum sempat membuka pagar, mobil telah melaju pergi.“Daah, Papa!” seru Mora sambil melambaikan tangannya.“Mora, kamu dijemput Papa?” tanya Luna begitu pintu pagar besi itu dibukanya.“Iya, Ma. Aku senang kalau yang jemput Papa, soalnya bawa mobil keren,” jawab anak itu sambil tersenyum semringah.“Mora, Mama tidak senang kalau kamu berbicara seperti itu. Jangan terlalu terpukau dengan kemewahan, sayang, itu tidak baik,” nasehat Luna pada putri kecilnya itu.“Teman Mor

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status