MasukMobil berhenti di sebuah kafe, tidak jauh dari tempat kerja Omar yaitu WR Company, waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi.Iwan menghubungi Omar walau dengan rasa was-was, pria itu pun melakukan apa yang diperintahkan Agnes.Nada sambung terdengar tak berapa lama suara Omar terdengar.“Hallo…siapa ini?” tanya Omar.“Saya Iwan, maaf mengganggu Pak Omar, tapi saya harus berbicara penting mengenai Imran, mantan suami Luna, tapi aku tak bisa berbicara di ponsel, aku akan share lokasi, kita harus bertemu secepatnya,” jawab Iwan, setelah itu langsung mematikan ponsel. Dan tak lama mengirim lokasi kafe.Omar yang saat itu sudah duduk di depan mejanya, mengerutkan dahi, bahkan ia tak sempat bertanya, ada apa dengan Imran, tapi Iwan sudah mematikan ponsel dan mengirim lokasi sebuah kefe yang tak jauh dari WR Company.“Heumm…lebih baik Aku temui Pak Iwan sebentar, lagi pula kafe ini tak jauh dari sini, daripada Aku penasaran,” gumam Omar, setelah itu bergegas meninggalkan ruang kerjanya.
Di Jakarta Omar terlihat serius, dua hari yang lalu ia mendapatkan surel dari seseorang yang mengaku suruhan orang tuanya, dahinya tampak berkerut dan mengingat kembali perkataan mendiang sang ibu yang beberapa tahun lalu meninggal, dan sebelum kepergiannya ia mengatakan jika Omar memiliki seorang ayah yang tinggal di Bandung.Waktu itu Omar tak memperdulikan perkataan ibunya karena menganggap sang ayah telah tiada dan tidak berpikir untuk mencari. Tapi kini ayahnya mencarinya.“Mas Omar..apa yang membuat gelisah, Aku lihat kamu tampak memikirkan sesuatu?” tanya Luna sambil meletakan kopi di atas meja.“Ada seseorang yang ingin menemuiku, dia mengaku orang suruhan ayah kandungku,” jawab Omar.“Ayah kandung? jadi ayah kandung Mas Omar masih ada?”“Aku bahkan tak peduli keberadaannya, sejak kecil aku tak pernah tahu keberadaannya, ibuku membesarkan diriku seorang diri, dan setiap kali aku bertanya ia tak pernah menjawab, menjelang ajalnya barulah ia mengatakan jika ayah kandungku ting
Wajah Agnes menegang, dahi tampak berkerut seakan sedang memikirkan sesuatu, lalu dengan cepat meninggalkan ruang kerja Dargo dan melangkah cepat menuju halaman depan, disana ia melihat Iwan sedang membersihkan mobil .“Pak Iwan,” panggil Agnes.Iwan menoleh ke arah suara dan ia pun berjalan mendekati Agnes, kini mereka ada di lorong halaman kecil.“Ada apa?” tanya Iwan sambil mengusap tangannya yang kotor.“Pak Iwan tahu, tamu yang saat ini makan pagi dengan Tuan Dargo, adalah seorang detektif?”Iwan mengedikan bahu tanda ia tak tahu apapun.“Pria yang di dalam sana adalah seorang detektif, yang disewa Tuan Dargo untuk mencari keberadan putra kandungnya,” lanjut Agnes.“Ooo…apa detektif itu sudah berhasil menemukannya?”“Sudah, dan pasti pak Iwan terkejut, jika mengetahui siapa putra kandung Tuan Dargo,” suara Agnes bernada serius.“Maksudmu?” Iwan tampak penasaran.“Putra kandung tuan Dargo adalah Omar,” jawab Agnes pelan namun tegas dan terdengar seperti petir di telinga Iwan.“Om
Dewi mengurai senyum kecil, ia menyadari kesalahannya, dan mencoba ikhlas, akan pernikahan Luna dan Omar, demikian juga Imran, pria itu menarik napas dalam dan menghembuskannya pelan.“Aku pergi dulu, ini kunci apartemenmu.” Imran menyerahkan kunci, lalu bangkit dari duduknya.“Bagaimana dengan soal pekerjaan, apa kamu juga akan menolak tawaranku?” tanya Dewi.“Aku tidak mau diterima kerja, karena belas kasihan, lagi pula reputasiku sudah buruk, Aku tak ingin kamu mendapat masalah dengan rekan kerjamu, lebih baik Aku mulai usaha saja, dari sisa tabunganku,” jawab Imran.“Okelah, semoga sukses,” sahut Dewi.Keduanya saling melempar senyum, lalu Imran pun pergi meninggalkan apartemen Dewi.Sementara Omar sudah mengajukan perceraian di pengadilan agama, dan akan segera diproses akta perceraian, Luna yang mengetahui hal itu, pun ikut lega.“Aku ingin bertemu dengan Dewi,” ucap Luna.“Kamu terlambat, pagi ini Dewi terbang ke Singapura,” sahut Omar.“Apa menurutmu Dewi masih marah dengan
Lift berhenti di lantai 3, Imran membawa Luna yang semakin tak sadarkan diri, bahkan Imran harus membopong Luna. Kini langkah kakinya menuju sebuah pintu kamar yang telah di pesan sebelumnya, jantung Imran berdetak kencang, gelisah dan bingung haruskah ia melakukan seperti yang diperintahkan Dewi.Dengan pelan pintu di buka, baru saja ia akan melangkahkan kaki memasuki kamar suara keras membuatnya terkejut.“Imran!”“Omar..” Imran memalingkan wajahnya ke arah suara.“Apa yang akan kamu lakukan pada Luna!” Bentak Omar dengan nada marah.“Luna tak sadarkan diri, aku hanya ingin..”Tiba-tiba security datang.“Orang ini memperdaya istriku, lebih baik segera amankan!” Omar berkata lalu meraih tubuh Luna dari gendongan Imran dan melangkah pergi.“Omar..maafkan aku, aku mohon, demi Mora,” teriak Imran.Omar berhenti, ia teringat akan anak sambungnya yang baru saja bahagia ayahnya di bebaskan.“Baiklah Imran, Aku melepaskan kamu kali ini, tapi jika kamu berniat buruk lagi, tidak ada kesem
Sesampainya di rumah, Luna menceritakan pertemuannya dengan Imran yang ternyata sudah bebas dari penjara.“Secepat itu, yang kutahu Imran di penjarakan dua tahun?”“Dewi membantu proses naik banding dan akhirnya berhasil bebas,” jawab Luna.Tarikan napas berat terdengar dari bibir Omar, iya tahu rencana Dewi.“Apa Mora bahagia kalian bertiga makan malam bersama?”“Iya Mas…Mora sangat bahagia, terima kasih Mas…kamu mengizinkan kami untuk makan bersama.”Omar mengangguk, membelai rambut Luna, asalkan kamu bahagia, aku pasti akan menuruti semua keinginanmu,” jawab Omar.Sementara itu Imran sudah sampai di sebuah apartemen, ia merasa sedikit kecewa atas sikap Luna.“Akan sulit mendapat Luna, ia sudah mendapatkan kebahagiaan dari Omar, Aku pasti kalah,” gumam Imran.Imran berjalan di balkon kamar menatap kerlap-kerlip lampu kota, wajahnya terlihat murung. Deringan ponsel membuyarkan lamunannya lalu Imran meraih ponsel di sakunya.“Hallo Dewi?”“Bagaimana pertemuanmu dengan Luna?”“Ahh…Aku







