Home / Fantasi / Lahirnya Kultivator Dewa Samudra / 2. Roh pohon yang berkultivasi

Share

2. Roh pohon yang berkultivasi

Author: VAD_27
last update Last Updated: 2025-03-27 12:07:58

"Aku ... masih hidup?"

Kael meraba ulu hatinya, tidak ada rasa sakit dan kebocoran darah maupun lubang di sana. Hanya kulit yang terasa perih terkena air garam.

Deburan ombak menggelitik kakinya, Kael berdiri ditengah hamparan laut tidak berujung, selubung-selubung putih menudungi kepalanya tanpa matahari maupun bintang. Semua putih dan biru mencolok layaknya lukisan impresionis, hanya suara deburan dan pantulan cahaya samar pada riak ombak.

Kael mengerjap, apa dia bermimpi?

"Apa ini yang mereka sebut ... alam setelah kematian?" Tanya Kael gamang, dadanya bergemuruh kecewa dan takut secara bersamaan.

"Bukan, tapi ini adalah Samudra Nirwana. Tempat kesadaran luas tanpa batas layaknya keabadian yang tersimpan dalam lautan. Ini adalah tempat yang terbuat karena luapan esensi laut yang terkandung di dalam mutiaraku."

Kael tersentak tatkala suara dalam bagai deburan ombak menggema di seluruh penjuru. Kael mendongkak, terpaku pada gumpalan cahaya yang melayang di atas kepalanya.

"Kau yang bicara?"

"Bukan. Aku hanya wujud dari kekuatan artefak kuno yang membentuk gelombang suara. Sementara cahaya itu hanyalah roh pohon."

Dari dalam cahaya, muncul bayangan samar—sebuah akar yang saling membelit seperti saraf, bercahaya di setiap celahnya—.

"Roh pohon Yggdrasil. Ia telah hidup selama ribuan tahun, namun ... hanya hidup. Ia tidak dapat berpikir, berbicara, melihat, mendengar dan berevolusi. Namun dengan kekuatanku, aku akan membuatnya hidup."

Netra Kael melebar. "Hidup? Bagaimana caranya?"

"Dengan menempati tubuhmu."

Dingin merayap di tengkuk Kael.

"Jiwa manusia yang mati tidak dapat diselamatkan lagi. Setidaknya aku bukan artefak yang memiliki fungsi seperti itu. Inilah fungsiku sebenarnya. Tidak ada jiwa Kaelthar maupun jiwa roh pohon, yang ada hanya satu jiwa yang menempati tubuh itu.  Jiwa yang akan bertumbuh dengan sedikit banyaknya sifat dan karakter aslimu yang sudah menempel pada tubuh itu, jiwa yang akan hidup dengan fragmen memorimu, dan jiwa yang akan mengalami perbaikan emosi, perilaku dan karakter seiring dengan pengalaman yang dia alami setelah hidup."

Semua kalimat meleleh di tenggorokannya, meninggalkan ketakutan. "Jadi ... aku akan mati?"

"Matilah, jiwa Kaelthar. Dan hiduplah, jiwa pohon ...,"

...

Napas pertama seperti petir menyambar.

Jantung Kael bergemuruh kencang, pundaknya naik turun. Udara sejuk menerpa kulit wajahnya.

Dia mengangkat tangan, meraba wajahnya sendiri. Kulit, daging, urat nadi berdenyut ... Ia bisa merasakan.

Bibirnya bergetar. "Aku ... manusia?"

Sebuah gelombang rasa merayap di dadanya—campuran getaran dan keresahan—, terasa asing bagai aliran air yang tidak tahu harus mengalir kemana. Tidak ada kata di memorinya yang dapat menjelaskan, apa nama gelombang rasa ini.

Setelah beribu tahun hanyalah entitas yang hidup dalam pohon tanpa melakukan apapun. Kini Kael dapat membuka netranya lebar. "Ini namanya ... melihat?"

Kael beranjak berdiri, langkahnya goyah. "Ini namanya berdiri."

Dia berhenti di lereng, netranya berbinar dengan perasaan meletup. "Dan ini ... yang namanya dunia?" Ujar Kael tatkala mendapati hamparan pegunungan layaknya ladang emas tatkala daun merah dari pepohonan di terpa sinar surya yang naik ke atas kepala.

Kael meraba dadanya sendiri yang meletup-letup, rasanya menggelitik dan membuat ingin menangis. "Perasaan apa ini namanya?" Karena ini tidak ada di ingatan manusia bernama Kael.

Tiba-tiba sesuatu menyerbu benaknya, langkah Kael goyah dan mundur, kembali ke pohon Yggdrasil. Menjambak rambutnya sendiri, ini adalah fragmen ingatan Kaelthar.

Penghianatan. Darah. Kematian.

Riverin.

Tangannya mencengkram dadanya, ada api terbakar di sana, Kael tidak tahu namanya. Namun netranya terpejam rapat dengan tubuh limbung menghantam tanah, tidak sadarkan diri.

...

Setelah menenangkan diri, berjalan bolak-balik sambil memijat pelipis yang berdenyut pening. Akhirnya Riverin kembali ke tempat awal. Dia menarik napas dalam, melihat mayat adiknya untuk yang terakhir kalinya.

Kematian yang tidak boleh diketahui siapapun.

Bibir Riverin bergetar. "Hall of Celestial Judgement akan menuntut jika mereka tahu, dan legitimasi juga reputasiku akan dipertanyakan. Ini benar-benar celah berlubang untuk tujuanku."

Reverin mengepalkan tangan, mengalirkan energi bumi ke sana, siap untuk menghilangkan bukti sampai napasnya tercekat tatkala bulu mata Kael bergerak menyapu tulang pipi.

Sosok itu bangun.

Kael membuka matanya.

Jantung Riverin mencelos. "Tidak mungkin..."

Kael menatapnya, namun bukan dengan tatapan manusia yang ia kenal. Mata itu kosong. Penuh kegelapan yang tak bisa ia pahami seperti kedalaman laut.

"Putra Mahkota, Riverin S. Azure."

Suara Kael datar, seakan membaca nama dari catatan sejarah dalam fragmen ingatannya.

Riverin menelan ludah kelu. "Jangan bilang... artefak yang kau curi yang menghidupkanmu kembali?"

Ia berlari ke celah Yggdrasil, mencari artefak itu.

Darah Kael masih tertinggal di atas permukaan suci pohon itu. Namun, artefak telah menyatu dengan akarnya, tak bisa diambil kembali.

Sesuatu telah berubah. Sesuatu yang tidak bisa dikendalikan.

Riverin memijat keningnya, mencoba mengatur napas.

"Kau...." Riverin mendekat, suaranya bergetar. "Kau masih Kael, kan?"

Kael tidak menjawab, hanya menatap tajam dengan wajah mengeruh.

Dan itu adalah jawaban paling menakutkan bagi Riverin.

"Artefak misterius yang tidak punya nama bahkan catatan penggunaan. Kita tidak tahu, apakah itu membangkitkanmu dari kematian atau malah membangkitkan sosok jahat dalam tubuh." Tukas Riverin, mengangkat kedua kepalan tangannya secara waspada.

"Buktikan kau adalah Kael yang asli." Ancam Riverin.

"Kau yang telah membunuhku. Apa itu cukup bukti untukmu?" Tanya Kael membuat pria itu tersentak samar.

"Tapi itu malah semakin membangkitkan rasa curigaku." Tukas Riverin, hendak memukul tanah untuk menyerang namun napasnya tercekat, kedua tangannya melayang di udara tatkala merasakan energi bumi yang mengalir di bawah kakinya.

Tidak.

Ini bukan energi bumi yang biasa ada di bawah tanah dan mineral.

Ini energi bumi yang dikendalikan milik seseorang.

Sejenak Riverin melupakan Kael, ada hal yang lebih penting, dia menempelkan telapak tangan ke tanah, memejam lama, merasakan energi milik siapa yang memutar di bawah kaki mereka.

Mata Riverin terbuka paksa dengan jantung mencelos. "Sial." Umpatnya saat menyadari bahwa ini adalah ancaman besar. Riverin menginjak tanah, menciptakan gelombang kejut untuk membuyarkan pusaran energi bumi milik orang lain di bawahnya.

Kael tersentak tatkala tubuhnya diseret, menaiki batang tertinggi Yggdrasil.

"Dengarkan aku, adik bodoh." Riverin menekan leher Kael ke batang Yggdrasil, napasnya memberat. "Aku tidak akan membongkar penghianatanmu dengan satu syarat—kau harus tutup mulut terkait pembunuhan yang aku lakukan."

Kael hanya menatap tanpa ekspresi.

"Akhiri penghianatanmu di sini. Ini yang terbaik, kau harus kembali ke jalan kebenaran. Jika kau membongkar pembunuhan yang aku lakukan terhadapmu, aku akan menjadi orang yang pertama yang menyeretmu ke Hall of Celestial Judgement." Ancam Riverin, Kael terbatuk tatkala napasnya tersendat sebelum tubuhnya limbung, jatuh ke menghantam tanah tatkala Riverin melepaskan cekikannya.

Riverin kembali melompat ke tanah, pengaruh kekuatan miliknya sudah hilang. Tapi itu setidaknya menghalangi energi bumi milik siapapun yang tengah mencoba menguping pembicaraan mereka.

Riverin menyibak jubahnya, berbalik pergi sambil memijat kening. Sialan. Energi milik siapa yang mencoba menguping pembicaraannya barusan? Riverin tidak butuh saksi, bisa bermasalah jika ada orang lain yang tahu terkait pembunuhannya. Dan lagi, sepertinya dia bisa memanfaatkan kebangkitan Kael untuk rencana ke depannya.

Tentu saja dengan anggapan saksi itu tidak sempat menguping pembicaraannya barusan.

*

"Your Highness."

Kael menoleh, mendapati pria kekar, tegap, berotor tebal dari balik jubah hitamnya yang ketat, memberi salam. Rahang segiempatnya dipenuhi cambang dengan kulit tan eksotis di Empire dingin ini.

"Jendral Siphor Black, salah satu dari tiga panglima tertingi di Militer Kekaisaran." Sebut Kael, melirik lima lonceng tergantung di ikat pinggangnya.

"Kael, aku khawatir. Kau di sini rupanya, untungnya aku selesai dari perbatasan Tydoria di sebrang lereng. Bagaimana tentang pencurian artefakmu. Apa itu berhasil? Bisakah kita melanjutkan ke langkah selajutnya?" Tanya Siphor, ikut duduk dengan Kael di lereng gunung.

"Ah, kau membantu penghianatanku." Ujar Kael, baru mengingatnya kemudian. Meskipun fragmen ingatannya tidak lengkap tapi dia tahu bukan Shipor yang memberikan informasi di secarik kertas terkait artefak—meskipun kini Kael pun belum mengingatnya.

"Untuk saat ini, aku akan kembali menjalankan tugas biasa sebagai Pangeran." Putus Kael dengan berat hati setelah memikirkan segala kemungkinan.

Shipor terkesiap. "Kenapa?!

"Karena aku tidak mengingat kenapa aku berhianat dan ingin menggulingkan Kekaisaran." Jawab Kael menjambak rambutnya frustasi membuat Shipor tertegun dengan jantung mencelos.

Apa maksudnya itu? Apa yang terjadi pada Kael sebenarnya?

Kael menggengam dadanya, perasaan asing—api yang membakar dadanya dan sesak—datang lagi.

Ada sesuatu yang salah. Ia tahu dirinya menginginkan kehancuran kekaisaran. Tapi kenapa?

Memori-memori terpecah seperti kaca retak. Seperti gelombang yang datang dan pergi tanpa bisa ia kendalikan.

Dia mencoba mengingat kenapa dia ingin menggulingkan kekaisaran.

Tapi yang muncul di pikirannya bukan jawaban, melainkan kehampaan.

Kael menggertakkan giginya. 'Aku tahu aku punya alasan...,' benaknya berteriak frutasi.

Kael memejamkan netra, mencoba mengingat lebih dalam sebelum fragmen ingatan muncul di kepalanya.

Laut membentang luas di bawah langit biru, deburan ombak terasa halus di telinganya. Dia berdiri di sana, menghadap punggung seseorang yang asing yang bergumam,

'Jangan lupakan janji kita.'

Netra Kael terbuka paksa dengan jantung mencelos tatkala menyadari bahwa...,

Itu adalah memori yang tidak pernah ia miliki.

Memori yang bukan milik Kaelthar S. Azure.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Lahirnya Kultivator Dewa Samudra   30. Pertarungan akhir

    Frigel menyeringai tatkala mendapati Pollux akhirnya serius. Dia mengabaikan Gaila, fokusnya hanya pada Pollux yang kini mengangkat tangannya bersamaan dengan arus laut yang terbentuk di atasnya. Tidak hanya satu, arus itu saling tumpang-tindih—layaknya ular. Pollux menyerang membuat Frigel menghindar dengan cara melompat, berlari dan sebagainya. "Tuan Gaila, kembalilah ke desa. Aku yang akan menghadapinya." Ujar Pollux tidak menoleh, dia fokus mengendalikan arus untuk mengincar Frigel. Napas Gaila memberat dengan tubuh sempoyongan dan bekas darah di sekujur tubuh. "A-aku tidak akan lari lagi! Kali ini aku harus memastikan dia terbunuh di tanganku!" "Bagus sekali, Pollux!" Teriakan terdengar dari Frigel yang berlari sebelum masuk ke laut, dia menggerakan tangan di udara—seperti menarik kain ke atas—membuat air laut naik dan menghantam kelima arus milik Pollux. "Ayo! Hibur aku lebih banyak, Pollux! Kau belum

  • Lahirnya Kultivator Dewa Samudra   29. Tekad yang membangkitkan tekad lain

    Sesaat sebelum tulang ikan itu mengenai leher Pollux, lengan Frigel terdorong oleh ujung tombak yang menusuknya, membuat tulang ikan beracun itu terlempar dan ditarik ombak."Ck, sialan!" Umpat Frigel, menoleh garang pada pelakunya.Gaila berdiri dengan tombak di tangan, menatap Frigel tajam."Kau—," Frigel mengernyit mendapati pemimpin Klan Dewi Malam."Apa yang kau lakukan?" Tanya Frigel dingin, emosinya meluap dan hawa membunuhnya semakin meninggi tatkala kegiatannya terganggu.Padahal hanya tinggal sedikit lagi dia bisa mencapai tujuannya membunuh Pollux.Sontak Gaila yang kini mengernyit. "Bukankah seharusnya aku yang bertanya? Kau siapa dan sedang apa berada di pulau ini?"Frigel menyugar rambutnya gusar. "Memang apa urusannya denganmu? Dan lagi, mati atau tidaknya Kakek tua ini tidak menjadi urusanmu, bukan? Hubungan kalian tidak sedalam itu, hanya sebatas saling kenal karena Pangeran sialan itu berlatih di pulau

  • Lahirnya Kultivator Dewa Samudra   28. Selamat jalan

    "Jawab aku!" Bentak Kael dengan napas memburu. "Kau siapa? Apa yang kau lakukan pada diriku?"Anna tersenyum—tidak, dia menyeringai licik. Raut wajah Anna sekarang bukan dirinya, Kael tahu itu. Dia tidak pernah bisa membayangkan temannya Anna beraut wajah mengerikan dan penuh rencana jahat seperti sekarang.Maka dari itu dia bukan Anna yang asli."Aku kira wanita ini adalah kekasihmu karena wajahnya sering muncul di pikiranmu dan tersimpan di memori Thal Energy milikmu." Jawab Anna menunjuk dirinya sendiri.Kael tersentak samar, dia jadi menoleh ke sekitarnya sebelum tersadar sesuatu. Benar! Ini adalah pesisir pantai dan lautan dengan gelombang besar! Ini memang Thal Energy milik Kael!"Ternyata bukan. Kalian tidak memiliki hubungan spesial." Tukas Anna, sudah jelas dia membicarakan dirinya seperti orang lain yang membuktikan bahwa dia memang Anna. "Lantas kenapa kau memikirkan tunangan orang lain, Pangeran?""Apa?" Kae

  • Lahirnya Kultivator Dewa Samudra   27. Ancaman

    Ombak meninggi di pesisir pulau Campbel seolah merespon kedua orang kultivator laut yang kini tengah bertarung habis-habisan. Frigel menembakan sisik ikan sambil berlari ke samping.Lima sisik ikan itu melesat ke arah Pollux, sebuah gelombang air keluar dari kelima ujung sisiknya dan menyerang ke arah Pollux secara bersamaan.Pollux menghindar dari sana dengan cara melompat, meninggalkan kelima gelombang air tadi yang menghantam pasir sampai membuat debu membungbung tinggi.Frigel terus berlari tatkala Pollux mengejarnya, pria tua itu menggerakam tangan membuat genangan air muncul di bawah kaki Frigel, menenggelamkannya ke bawah.Genangan air itu lenyap sebelum muncul kembali di depan kaki Pollux, airnya berputar dan memunculkan Frigel ke atas dengan tubuh terbelit arus."Sepertinya semangat bertarungmu masih tinggi, ya?" Sindir Frigel setelah tersedak air dengan rambut dan wajah basah."Tentu saja aku harus untuk mengalahkan mur

  • Lahirnya Kultivator Dewa Samudra   26. Guru & Murid

    Saat ujung tombak akan menusuk jantungnya, pergerakan Gaila terhenti tatkala sebuah tangan mencekal tombaknya.Krak!Tombak itu patah menjadi dua membuat Gaila mundur, menatap Pollux sang pelakunya."Apa yang terjadi di sini?" Wajah Pollux mengeras sebelum menoleh pada Kael yang sudah bergerak untuk menyerang dirinya."Kaelthar, kau—," ujar Pollux terkejut melihat keadaan dan lukanya, dia beralih memukulnya sampai tidak sadarkan diri dan ambruk ke tanah."Kau menghianati kami! Pangeran bajingan itu sudah membunuh dua orang rakyatku!" Bentak Gaila.Pollux terhenyak sebelum memeriksa leher belakang Kael untuk memastikan dan perkiraannya benar tatkala gurita menempel di sana."Ini ... alat pengendali." Ujar Pollux membuat Gaila mengernyit."Apa katamu?""Ini adalah mahluk laut yang dikendalikan oleh seorang kultivator. Gurita ini membuat inangnya menjadi budak tanpa kesadaran yang menuruti perintah." Ujar

  • Lahirnya Kultivator Dewa Samudra   25. Realitas

    Setelah menjatuhkan Kael, Gaila mengambil kembali tombaknya sebelum menusuk Kael di beberapa titik yaitu perut, dada dan kakinya membuat Kael bersimpuh ke tanah.Dia menusuknya dengan brutal dan geram tatkala Kael terus-terusan bangkit, rasanya seperti berhadapan dengan batu!Meskipun Gaila sudah memblokir kakinya, dia tetap memaksakan diri dengan berjalan pincang dan mencoba memukul Gaila."Padahal aku berniat untuk melumpuhkan pergerakanmu, namun sepertinya aku akan membunuh, Kaelthar." Gaila mendesis sebelum menusukan tombak ke arah jantungnya....Kael membuka netranya paksa, napasnya memburu dengan debaran jantung menggila. Dia barusan bermimpi buruk telah membunuh dua orang rakyat Campbel lalu Gaila membunuhnya untuk balas dendam."Haaahh," Kael membuang napas berat, dia menatap langit biru di atasnya sedangkan tubuhnya terbaring terlentang di atas pasir.Benar.Kael sedang latihan bela diri menggunak

  • Lahirnya Kultivator Dewa Samudra   24. Pesta berdarah

    "Nah, ambil pisau ini dan bunuh mereka semua." Titah Frigel membuat Kael menerima uluran pisaunya."Karena kau baru mempelajari mengendalikan esensi laut pada bela diri dan fisik, maka lakukanlah— apapun yang sudah kau bisa untuk melenyapkan rakyat Campbel." Tukas Frigel, dia tertawa keras sampai pundaknya naik turun melihat punggung Kael yang memasuki hutan kelapa."Bunuh dan menderitalah setelahnya, Kaelthar."..."Pangeran? Darimana saja anda? Harusnya kau tidak pergi dari pesta begitu saja." Sapa seorang lelaki yang baru memasuki hutan dengan temannya. Keningnya mengernyit tatkala Kael bungkam dan wajahnya tidak seramah biasa.Keduanya jadi saling pandang bingung. "Apa anda baik-baik saja?" Tanyanya sebelum netranya membola, darah keluar dari bibir tatkala pisau menusuk perutnya.Si teman terkesiap sampai tersungkur sedangkan pria tadi ambruk ke tanah."To-tolong!" Si teman menjerit sambil berlari dari sana

  • Lahirnya Kultivator Dewa Samudra   23. Frigel

    Shipor berdiri di depan pembatas benteng paling atas Kekaisaran Ardor, angin menyentuh keningnya yang berkerut dengan raut wajah menurun, menatap langit gelap yang mendukung suasana hatinya. Ini sudah hampir tiga minggu setelah eksekusi Kael dan Shipor masih percaya bahwa Kael selamat. Kael masih hidup. Sebenarnya kejadian tentang penukaran tahanan eksekusi hanya diketahui oleh petinggi Kekaisaran. Shipor tidak tahu menahu tentang hal itu, namun ... esensi laut yang mengalir di dalam tubuhnya memberi tahu bahwa jiwa Kael yang terhubung dengan esensi laut Voidscale Pearl masih bisa dirasakan kehadirannya. Artinya Kaelthar masih hidup. "Pangeran ... aku harap kau baik-baik saja. Setidaknya hubungi aku untuk membicarakan rencana kita menggulingkan Kekaisaran kedepannya? Kau pasti masih berambisi akan hal itu, kan?" Tanya Shipor memandang lurus, mengawang jauh ke langit. "Jendral Shi

  • Lahirnya Kultivator Dewa Samudra   22. Ekola

    Hampir dua jam, Kael bermandikan keringat setelah latihan bela diri di pesisir Campbel. Namun dia masih belum bisa menguasai dan memakai esensi laut sesuka hatinya."Pangeran Kaelthar.""Ekola? Sedang apa kau di sini?" Tanya Kael mendapati pria itu berjalan mendekat."Hanya menyapa, kemana gurumu?""Ah, dia ada urusan." Jawab Kael ketika Pollux bilang harus kembali ke Markas Sekte Black Ocean sementara. "Maka dari itu, aku latihan seorang diri dan itu sulit.""Apakah ada yang bisa aku bantu? Aku tidak tahu apa yang kau pelajari tapi jika tentang kultivator, aku bisa sedikit memberitahumu, karena pada dasarnya ... semua ajaran kultivator itu selalu mirip." Tawar Ekola."Terima kasih, aku memang kesulitan menggunakan dasar energi untuk memperkuat serangan fisik. Guru bilang jika aku berhasil melakukannya, maka satu pukulan saja cukup untuk menumbangkan pohon kelapa itu." Ujar Kael mengacak belakang rambutnya.Ekola mangut-

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status