"Aku takkan menyerah Sampai di sini, James. Aku takkan memberikan apa yang seharusnya menjadi milikku begitu saja pada orang lain. Dari awal kau milikku, dan begitu seterusnya," ujar Riyan penuh tekad, saat ini dia tengah berada di pintu keluar rumah James. Sebuah koper besar berada di tangannya, menandakan pria tampan tapi lembut itu akan pergi."Untuk saat ini, ikuti apa kataku, aku ingin Bulan dalam keadaan nyaman, dia tidak boleh berpikir berat, aku harap kau mengerti, aku tau selama ini hanya kau yang paling memahamiku.""Aku melakukan apa saja untuk dirimu, James. Apa saja, tapi kali ini, ini terakhir kali aku mengalah, aku tak mau menjadi pihak yang teraniaya lagi. Aku ingin, semua berakhir dengan cepat seperti kesepakatan kita, kau masih ingat kan, James? Bahwa kau tak akan selamanya bersama Bulan. Aku tau kau takkan mengingkari janji."James menghembuskan nafas berat."Aku tak lupa itu.""Aku yakin kau takkan mengkhianatimu, James.""Yah." James mengangguk."Aku pergi,""Oke.
"Hai, pasti suaminya Bulan, masih ingat aku? Yang menyanyi saat pesta kalian?""Oh, maaf aku lupa. Silahkan masuk!" James menepi, memberi jalan pada pria tampan yang memiliki tinggi yang sama dengannya. Jujur, pria itu laki-laki yang sempurna secara fisik. Khas pria Asia, kulitnya sawo matang dengan otot yang terlatih. Alisnya tebal dan rambutnya dipotong cepak, khas gaya militer. Pria itu langsung mendapat sambutan hangat, tak pernah James melihat Bulan seceria ini."Hai, aku senang kau datang lebih awal. Aku tak menyangka kau menepati janjimu untuk mampir, oh ya, ini James suamiku, kau pasti masih ingat, kan?""Tentu saja aku masih ingat, aku begitu penasaran dengan siapa pria yang berhasil merebut hati wanitaku," jawab Dimas dengan kelakar, dia berniat bercanda, tapi James masih mempertahankan wajah dinginnya. Baginya tak ada yang Lucu, oh apa itu tadi? Wanitaku? James tersenyum geli dalam hati. Pria ini terlalu berani mencari masalah. Masalah? Tiba-tiba James tak mengerti dengan p
Senyum mama James yang bernama Maria itu merekah, sebuah keajaiban baginya ketika James pulang ke rumah membawa serta istrinya. Maria tau, James tak begitu peduli pada keluarga besarnya, walaupun Maria berusaha menyayangi James bagaikan anak kandungnya sendiri, tapi hal itu tak membuat James dekat dengannya."Apa kabar, Ma? Lama tidak berjumpa," sapa Bulan.Maria mengangguk dan tersenyum ramah."Terakhir saat pesta kalian, dan ... Setelah itu James tak pernah membawamu ke sini." Maria melirik James yang tengah meletakkan barang-barang di teras rumah."Bagaimana kabarmu, James?""Aku sehat, mana Papa?""Dia ke Bangkok dan belum pulang.""Oh," sahut James tak begitu tertarik."Ayo, Bulan, masuk dulu!" Maria menggandeng tangan Bulan, Bulan merasa seperti di rumahnya sendiri. Walaupun dia dan Maria baru beberapa kali bertemu, namun sifat akrab Maria membuatnya sangat nyaman."Ayo! Mama antar kamu ke kamar James, kamu istirahat dulu, nanti mama panggil buat makan malam."Bulan mengangguk,
Hidangan makan malam yang istimewa, dari aroma yang tercium dipastikan masakan mama James pasti enak. Bahkan Bulan tak sabar ingin mencoba pepes ikan yang dibungkus dengan daun pisang itu.Maria mendekatkan mangkuk yang berisi nasi ke depan James, sinar matanya penuh harap."Mama sangat bahagia, bisa makan malam bersama kalian, biasanya mama akan makan malam sendiri karena papamu sangat sibuk, dan ini mama sendiri yang memasaknya. Makanlah! Udang saus kesukaanmu, James."Bulan menanti ekspresi James, tapi pria itu tak menunjukkan emosi apa pun. Walaupun dia tak menolak saat Maria memasukkan beberapa sendok nasi ke piringnya."Ayo, Bulan! Makanlah yang kenyang, supaya kau sehat, menjadi calon ibu butuh tubuh yang sehat. Atau jangan-jangan kau sudah hamil, mama lihat wajahmu pucat.""Uhuk!" James tersedak. Bulan buru-buru menyodorkan air putih dan ditandaskan oleh James sekali minum. Bulan tau, dugaan Maria mengejutkan James, atau malah menyinggungnya."Dari gelagatmu, semua dugaan mam
"Buka matamu, James!" Suara lirih Bulan membangunkan James, pria itu mengucek matanya sejenak dan menemukan senyuman merekah milik Bulan. Wanita itu begitu cantik dengan rambut basah yang tergerai. James tersentak, apakah yang terjadi semalam adalah nyata? Dia mampu melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang suami. Malam pertama terjadi setelah beberapa bulan pernikahan.James mendapati pipi Bulan yang merona malu, sedangkan James masih berusaha mengingat keping-keping kilasan malam pertama yang sama sekali tak diduganya."Jam berapa ini?""Hampir subuh.""Aku masih mengantuk," jawab James parau, dia menaikkan kembali selimut ke atas dada. Bulan tersenyum lembut, dengan gerakan pelan, dia menarik selimut itu kembali. James terlambat untuk mempertahankannya."Kau harus mandi dulu, James.""Ini masih terlalu pagi," ucap James membuka paksa matanya kembali."Iya, mandi dulu, sholat, dan sarapan.""Ah," keluh James, tapi dia tak membantah lebih jauh, dia bangun dengan rambutny
Bulan dijemput seseorang? Siapa? Apakah pria itu? Apakah kekasih Bulan? Tidak mungkin kekasih, karena pengakuan Bulan, dia tak memiliki kekasih, dan James yakin Bulan takkan mungkin berbohong. Lalu siapa yang begitu berani datang seolah-olah sebagai dewa penyelamat bagi istrinya? Tidak mungkin ada malaikat penyelamat, kan?James merasa amarah dan emosinya ingin meledak, darah serasa mengalir cepat ke ubun-ubun. Bahkan Maria merasa cemas dengan raut wajah James."Siapa, Ma?""Mama juga nggak kenal, tiba-tiba saja Bulan pamit dan berlari keluar rumah sambil menangis. Tapi mama sempat melihat, ada mobil bewarna putih berhenti di depan rumah, dan Bulan langsung masuk ke sana. Sekilas mama lihat, dia laki-laki dengan rambut cepak, dan ...." Maria berusaha mengingat-ingat. "Tinggi besar.""Dasar, sial, kekanak-kanakan." James tak berhenti mengumpat."Ada apa sebenarnya, mama lihat kalian bertengkar.""Aku belum bisa menceritakannya, Kalau dia mau pergi, pergi saja, aku takkan mengemis menyu
Bulan tak berkutik, tatapan ingin tau mamanya membuat dia menyerah. Sebenarnya Bulan tak ingin membeberkan semua masalah rumah tangganya, tapi kegigihan mamanya untuk mengorek informasi, membuat Bulan menyerah."Kami bertengkar," aku Bulan."Pertengkaran dalam rumah tangga adalah hal biasa, namun dengan meninggalkan rumah suamimu, mama rasa itu terlalu berlebihan. Mama tidak bermaksud ingin mencampuri urusanmu, tapi mama berkewajiban memperingatimu, Bulan.""Rasanya aku sudah tak sanggup lagi, Ma. Terlalu banyak alasan yang membuatku seakan ingin berhenti dari pernikahan ini." Bulan tak ingin mengatakan secara gamblang, bahwa suaminya memiliki kelainan seksual. Dia tak ingin harga diri James menjadi jatuh karenanya."Apa pun alasannya, dengan meninggalkan rumah, takkan menyelesaikan masalah. Kalian butuh bicara, pernikahan bukan drama yang begitu mudah memutuskan pergi dan kembali, apalagi pernikahan kalian baru hitungan bulan. Masih menyesuaikan kepribadian."Bulan menunduk, dia tak
Bulan membiarkan jendelanya terbuka, sehingga angin malam masuk ke dalam kamar meniup tirai tipis yang bergantung di atas ranjangnya. Matanya tak bisa tidur, perasaan sedih dan rindu bercampur aduk menyesakkan dada. Dia merindukan pria itu, pria yang telah menjadi suaminya, pria yang berhasil membuat dia jatuh cinta untuk pertama kalinya. Dan sayangnya, tak berhasil membuat pria itu ikut terpesona kepadanya.Bulan berpikir, dia butuh waktu untuk merenungi apakah keputusannya tepat, melepaskan James atau malah bertahan di sisi pria itu.Tiba-tiba Bulan mengalihkan perhatiannya pada pintu yang terbuka pelan."Belum tidur?""Belum,""James datang.""Apa, Ma?" Bulan terlonjak dari kasurnya, bahkan gerakan mendadak itu membuat kepalanya pusing, tapi Bulan lebih memilih mengabaikan."Dia berada di ruang tamu." "Baik, Bulan akan segera ke sana.""Oke." Mata Mama Bulan mengamati wajah putrinya yang terlihat panik. Bulan tiba-tiba gugup, bahkan tangannya gemetar saat dia mencari sisir rambut