James bernafas lega, setelah dia mengusapkan minyak kayu putih ke hidung Bulan, wanita itu mulai membuka matanya.
Tatapan kaget, canggung menguasai Bulan, tapi dia belum berniat beranjak dari pangkuan laki-laki itu."Apa yang terjadi denganmu?" James mulai tak nyaman, Bulan akhirnya memutuskan untuk bangkit walaupun penglihatannya masih berkunang-kunang. Dia menarik dirinya, lalu duduk di atas ranjangnya sendiri. James bangkit, ekspresi menunggu terlihat dari wajahnya."Oh, aku merasa pusing, kemudian mendadak pandanganku menjadi gelap, sekarang sudah tidak apa-apa." Bulan memaksakan senyum dibibirnya yang pucat."Tunggu di sini! Aku akan buatkan teh hangat untukmu."Bulan mengangguk, matanya berbinar, seolah rasa sakit menguap begitu saja saat perhatian kecil James membuatnya tersanjung. Memang, mereka tak memiliki pembantu di apartemen ini. James pernah menawarkan pada Bulan, tapi wanita itu menolak, dengan alasan dia akan bosan jika tak ada pekerjaan yang dilakukannya. Dan bagi Bulan, mengurus rumah yang hanya memiliki dua kamar dan tidak begitu luas itu, tidak berat. Dia sudah biasa mengurus rumahnya saat tinggal bersama orangtuanya dulu.Belum habis lamunan Bulan, James datang dengan segelas teh hangat di tangannya. Dia duduk di samping Bulan."Minumlah!" Bulan menatap wajah James, ada bunga-bunga yang seolah tumbuh bermekaran di hatinya. Perhatian kecil itu, sangat berarti. James balik menatapnya, tapi wajahnya tak menunjukkan reaksi apa pun, hanya Bulan sendiri yang salah tingkah, dia yakin, pipinya sudah merona saat ini."Terimakasih.""Maafkan aku!" James mengalihkan pandangannya ke arah lain. Sedangkan Bulan menunduk dalam."Tapi aku harus jujur padamu, aku tak suka disentuh."Bulan tak berani mengangkat wajahnya. Dia merasa bersalah dan malu bersamaan. Andaikan waktu bisa diputar, tentu dia takkan melakukannya, dia hanya mengikuti kata nuraninya untuk mencoba."Maafkan aku! Aku takkan mengulanginya lagi. Maaf!" Suara Bulan bergetar."Bulan, kau wanita yang lembut dan sangat baik, tak ada satu kekurangan pun ada pada dirimu, yang bersalah di sini adalah aku, aku yang lahir tak sempurna, memiliki kelainan yang tak semestinya. Aku tak bisa memberikan apa pun untukmu selain materi, jika nanti kau sudah tidak tahan, kau bisa mengajukan surat cerai. Aku bicara sungguh-sungguh."Bulan mengangkat wajahnya, mata polosnya menatap nanar wajah James."Aku takkan bercerai sampai kapan pun.""Bulan," James memanggil lembut nama wanita itu." Aku takut kau memiliki perasaan padaku, karena aku takkan mungkin membalasnya."Bulan memaksakan senyum."Apa kita tak bisa berteman? Dengan begitu, kita tak perlu memikirkan masalah perasaan, dan kau juga takkan menjauhiku. Aku berjanji takkan menyentuhmu."James menatap wajah polos itu dengan senyum kecil."Kau takkan betah berteman denganku, karena aku orang yang menyebalkan.""Kamu cukup baik. Aku bisa berteman dengan siapa saja, jadi jangan khawatir," wajah pucat bulan terlihat ceria."Jangan terlalu baik padaku, Bulan. Aku akan semakin merasa bersalah.""Hei," Bulan mengikut lengan James. "Sesama teman tak ada perasaan seperti itu, oke?""Kau wanita yang baik.""Kamu sudah mengatakan itu berulangkali hari ini," jawab Bulan."Ayo kita periksakan dirimu ke dokter,""Tidak usah, aku sudah sering begini, nanti akan membaik dengan sendirinya. Jangan khawatir.""Baiklah!" James pasrah."Hmmm, sebagai sesama teman, kita harus saling terbuka, bisakah kau berjanji takkan menyembunyikan apa pun dariku? Walaupun hal kecil sekali pun?""Aku batu tau, kau wanita yang cerewet.""Aku bukannya cerewet, hanya saja aku memang begini kalau berteman dengan seseorang.""Itu sama saja," jawab James."Apa yang ingin kamu ketahui dariku?" tanya Bulan. James berpikir sejenak."Tidak ada," jawabnya cuek."Wah, sebegitu tak menariknya aku di matamu, tapi tidak apa-apa. Hmm, kau mengatakan sudah memiliki kekasih, kalau boleh tau, siapa dia?"James menoleh cepat ke arah Bulan, sedangkan Bulan tersenyum tak enak."Maaf! Kalau kau tak ingin bercerita, aku takkan memaksamu.""Namanya Riyan,"Bulan mencoba menjaga ekspresi wajahnya agar tetap terlihat antusias. Padahal, di dalam sana, di hatinya, dia merasa sakit."Kami bertemu enam bulan yang lalu, saat aku menyelamatkannya ketika dia hampir menjadi korban begal."Bulan mengangguk-angguk."Dia laki-laki yang baik, tidak banyak menuntut, dia sebatang kara, aku kasihan melihatnya, saat itu aku memutuskan untuk menawarinya tinggal bersama.""Oh?" Bulan tersenyum pahit. Tapi dia memaksakan diri untuk tetap mendengarkan penjelasan James. Bukankah dia yang memulai lebih dulu?"Lama kelamaan, kami saling menyukai." James bangkit dan mengakhiri percakapan mereka. "Tidak usah memasak malam ini, kondisimu belum begitu baik, kita delivery saja." James berjalan ke luar kamar Bulan.Setelah pintu kamarnya ditutup laki-laki itu, Bulan melepaskan nafasnya yang sejak tadi dia tahan."Ini sudah benar, apa yang aku lakukan sudah benar." Bulan mencoba meyakinkan dirinya berulang kali, baginya, tak menjadi orang yang dicintai James sudah cukup, asal bisa bersama dengannya.Tapi apakah dia bisa bertahan lebih lama? Karena sebagian besar cinta itu egois, ingin memiliki orang yang dicintainya.Tujuh tahun kemudianBulan kerepotan di dapur menggendong anak keduanya yang tak mau ditaruh. Anak pertamanya yang berusia lima tahun, sedang mempersiapkan dirinya untuk ke sekolah. Ini hari pertama baginya, dia begitu antusias saat mengetahui akan bertemu teman-teman baru."Menyisir rambut itu, bukan begitu caranya," kata James pada putranya. Anak laki-laki itu amat mirip dengan Bulan. Sedangkan anak kedua mereka yang berusia satu tahun berjenis kelamin perempuan dan tak mau lepas dari gendongan Bulan malah mirip dengan James."Apakah masih lama, James? Aku tak bisa bekerja sambil menggendong anak," seru Bulan dari arah dapur."Sebentar," sahut James bergegas merapikan dasi putranya.Dia mengambil gadis kecil itu dari gendongan Bulan, sedangkan Bulan dengan cekatan meletakkan beberapa porsi nasi goreng di atas meja makan.James sudah rapi dengan stelan jasnya, sejak dia sembuh, dia sudah mulai bekerja di perusahaan keluarganya, sedangkan Bulan membuka toko kue yang tak jauh dari ruma
Setiap orang memiliki impian yang berbeda-beda. Semua pasti memiliki alasan kenapa mereka menginginkan sesuatu untuk hidup mereka. Salah satunya Riyan, mimpinya adalah James, pria sempurna yang memberinya apa saja. Uang, perhatian, kasih sayang dan masa depan. Baginya, James adalah pria yang sempurna, pria tampan yang membuat laki-laki yang memiliki kecendrungan berbeda sepertinya tergila-gila. James bagaikan air di tengah rasa dahaga, dia memberikan apa pun yang diminta oleh orang yang disayanginya. Riyan telah bermimpi, akan menghabiskan sisa hidupnya dengan James. Namun, semuanya gagal karena wanita itu.Saat James berpaling, dia sangat marah, dia lebih memilih melenyapkan James dari pada melihatnya jatuh ke tangan orang lain. Jika James tak bisa menjadi miliknya, maka orang lain juga sama. "Jawab! Apa kau menyesal telah menganiayanya?" tanya papa James geram, dalam kurun waktu dua puluh empat jam, Riyan berhasil ditangkap, saat dia mencoba melarikan diri ke luar kota. Papa James
Dia berusaha membuka matanya, mengabaikan rasa sakit di segala sendi tubuhnya. Hal pertama yang dilihatnya adalah langit-langit bewarna putih, kemudian bau obat yang sangat menyengat. Serta suara derap langkah yang tak begitu jauh."Syukurlah, kamu sudah sadar."Sebuah suara menyentak James. James berusaha mengingat, bagaimana sulitnya dia menyeret kakinya ke jalan raya, saat dia hampir saja sampai dia malah terguling dan tak sadarkan diri. James pikir, dia sudah mati.James melirik suara yang berasal di sampingnya. Seorang wanita muda berusia kira-kira pertengahan dua puluhan, melepaskan nafas lega. Dia memakai baju kaus bewarna putih dan celana jins panjang, rambutnya sebahu dan berkulit hitam manis."Aku Jane, aku yang menemukanmu tergeletak di jalan raya, dan aku langsung membawamu ke sini. Tunggu, aku panggilkan dokter dulu." Wanita itu bangkit.James berpikir, orang tuanya dan Bulan harus tau bahwa dia masih hidup. Bulan, Bulan istrinya, apa kabar wanita itu saat ini? Dia telah
James pura-pura tidur saat derap langkah semakin mendekat ke pintu baja itu. Derap langkah yang sudah dihafalnya di luar kepala. Ini entah pagi ke berapa, entah hari apa, dia sama sekali tidak tau, yang dia tau, jika terus berada di sini, sebentar lagi dia akan menjadi mayat.Dia tau, ini jadwal makannya. Setelah tiga hari, baru dia diperbolehkan memakan nasi. Sebuah siksaan yang lebih berat daripada pukulan, adalah menahan lapar, sangat mengerikan melawan bunyi perut yang terus saja minta diisi. Dia sudah hafal betul, apa saja rentetan kegiatan yang akan dilakukan Riyan padanya. Memaksa makan, memberi suntikan, dan meminta maaf. Jika James menolak, pria itu akan meradang dan murka. Riyan adalah sosok yang sangat tak masuk akal, berulangkali dia mengatakan bahwa dia mencintainya, tapi dia malah memperlakukannya bagaikan Sandra dan dibunuh perlahan-lahan. James sudah merenung selama satu malam, mungkin dia perlu merubah taktik, membangkang pada Riyan takkan pernah membuatnya berhasil
"Ayo, Bulan! Makanlah!" kata mamanya berusaha menyentak lamunan Bulan. Wanita cantik yang telah kurus itu menggeleng. Dia seperti mayat yang tak memiliki semangat hidup. Tatapannya kosong, dia bahkan tak bicara selama beberapa hari, mamanya hanya bisa menahan tangis, dan memohon doa pada sang Kuasa agar putri satu-satunya itu kembali seperti semula.Banyak hal yang terjadi dalam beberapa bulan ini, tapi semuanya kejadian yang menyedihkan. Bulan tak mau dirawat di rumah sakit karena James tak kunjung datang. Padahal dia masih dalam masa pengobatan, penyakit Anemia aplastik yang dideritanya cukup parah.Sejak tak kembalinya James, Bulan seakan kehilangan gairah hidup. Dia menghabiskan waktu hanya merenung dan menangis.Orangtua mana yang takkan terenyuh dengan kondisi anaknya yang seperti itu, Bulan anak satu-satunya yang diharapkan, dia tak punya saudara. Selama ini mamanya berusaha untuk tegar dan tak mengeluarkan air mata di dekat Bulan. Tapi, saat malam menjelang, mamanya menangis s
Bulan menatap ke pintu keluar ruangan perawatan dengan pandangan menunggu. Beberapa kali ada yang masuk dari sana, mulai dari Dokter, Perawat, orangtuanya serta orangtua James. Tapi, satu orang yang ditunggunya tak kunjung datang, bahkan telah berlalu beberapa jam setelah pria itu pergi dengan wajah marah.Bulan tau dia lemah, selain suka mengambil kesimpulan sendiri, dia juga cepat terpengaruh dengan ucapan orang lain. Termasuk ucapan Riyan yang mengatakan bahwa James hanya kasihan, kasihan padanya yang sekarat. Jika dia tau James akan memberikan reaksi seperti ini, Bulan lebih memilih bungkam dan tak menceritakan tentang kedatangan Riyan.Bulan ingin sehat, pasti, seperti janji James padanya, bahwa mereka akan melanjutkan pernikahan dan memiliki banyak anak. Sebuah janji yang sangat manis dan indah, tak ada yang lebih menggembirakan selain bisa menghabiskan hidup dengan orang yang kita cintai.Pintu terbuka sekali lagi, Bulan berharap Jameslah yang datang, tapi ternyata tidak. Wajah