공유

Bab 3

작가: Dina Dwi
last update 최신 업데이트: 2021-09-24 17:51:19

“Sudah, jangan dilanjutkan. Yang pasti kalian berdua itu sama. Sama-sama jarang tersenyum. Yang satunya pendiam yang dingin. Satunya lagi pemarah yang jutek.” Spontan saja pandangan kedua orang yang disindir itu segera teralihkan pada yang berbicara, Morgan. 

Mereka kompak mengganti objek kebencian mereka dengan sasaran yang sama.

Fiona ingin tahu apakah Morgan sebenarnya berniat melerai mereka dengan mengorbankan diri agar dibenci atau malah menambah kemarahan mereka?

Si pemuda pirang terlihat sangat kebingungan, Fiona mengira dia lah yang benar-benar ingin berperan menenangkan kedua temannya. 

Hingga pemuda pirang itu berbicara.

“Kalian tidak akan saling bunuh dengan tatapan, kan?” tanya si pemuda pirang dengan takut.

Sekarang Fiona harus memperbaiki sedikit tebakan dari pikirannya tadi. Apa maksudnya perkataan pemuda itu?

“Memangnya mereka bisa mati hanya dengan tatapan?” Anehnya Fiona malah tertarik bertanya seperti itu karena jengah. 

Ia rasanya ingin memutar bola matanya tapi urung karena ia harus menjaga sikap. Ada kemungkinan dirinya akan ditinggalkan jika sikapnya tidak disenangi oleh mereka. Dan ia tidak mau. 

“Andai aku kategori Hipnosis, mereka berdua yang akan mati. Sayang aku hanya kategori Raga.” Morgan kembali berkata dengan lembut. Ema yang notabene satu-satunya perempuan diantara tiga lainnya justru lebih datar saat bicara. Benar-benar kelompok yang aneh. 

Jika Morgan mengeluarkan kalimat yang tidak menghina, Fiona akan mengira dia pemuda polos dan baik hati.

Dan jangan lupakan jawaban dari Morgan. Bagi Fiona itu sama sekali tidak membantu. Seperti inilah jika tidak mengerti apapun, bertanya hal yang aneh lalu mendapat jawaban tidak jelas justru semakin memperparah ketidaktahuannya. 

“Ya, aku tidak mengingkarinya. Karena kau memang yang paling lemah disini!” Pemuda bertubuh besar menimpali dan berhasil membungkam Morgan, itulah balasan darinya atas hinaan yang dia terima sebelumnya.

Ema juga hendak ikut menghina tapi pertanyaan Fiona membuatnya menutup mulutnya kembali.

“Apa itu kategori Hipnosis?” tanya Fiona.

“Sepertinya kita harus menjelaskan segala tentang dunia agar dia mengerti.” Morgan tersenyum pada Fiona. Kali ini perkataan itu tidak menyindirnya, Fiona merasa senang. 

Fiona membalas senyuman lembut itu. Dari perkataannya Fiona menyimpulkan jika Morgan berniat menjelaskan padanya tentang hal-hal yang ia butuh ketahui.

“Kau sekarang, yang tidak tahu apapun, tidak ada bedanya dengan bayi yang merepotkan.” Senyum Fiona langsung menghilang begitu kalimat lanjutan Morgan terdengar, Ia mengganti ekspresinya menjadi kesal.

Vano mengambil alih menjelaskan mereka sedang berada di salah satu ruangan dalam bangunan kosong yang tidak berpenghuni. Fiona bahkan baru sadar bahwa tadi ia berbaring di lantai yang kotor. Benda-benda tidak jelas berhamburan di penjuru ruangan. 

Tapi keadaan dirinya juga tidak lebih baik, pakaiannya banyak yang sobek dan kusam. Beruntung lapisan bajunya banyak, ia tidak perlu terlalu khawatir jika pakaiannya terbuka. Tapi karena itu juga ia harus menahan rasa panas, bahkan sejak ia pertama kali membuka mata ia sudah merasa gerah. 

Yah, sekarang masih musim panas perlu bersabar menunggu musim gugur yang menyejukkan. Ia tahu tentang musim ini dari Vano juga.

Kulit di tubuhnya sungguh butuh perhatian, Fiona ingin membersihkan diri. Tapi, sepertinya kurang sopan meminta itu pada mereka, orang yang Fiona jumpai ketika membuka mata. 

Apa lagi keadaan mereka juga tidak jauh beda. Tidak ada yang lepas dari noda diantara mereka semua.

“Mulai dari nama dulu. Kau memperkenalkan pada kami kalau namamu adalah Fiona. Menyebalkan juga, tapi aku harus memperkenalkan diri lagi. Namaku Morgan.” 

Fiona mengernyit karena sedikit kesal. 

Aku tidak memintamu memperkenalkan diri! Tidak ada yang memintamu! Penilaiannya pada pemuda bermata kelabu itu kembali memburuk padahal sebelumnya membaik karena mencegah Ter pergi karena tidak bertanggung jawab. 

Sebelumnya Morgan bahkan menyebutnya sebagai bayi yang merepotkan.

Tapi Fiona berusaha mengabaikan kekesalannya karena ia masih butuh bimbingan dari pemuda itu dan teman-temannya, “Namaku Fiona,” Ia mengangguk menerima informasi lalu bertanya informasi lain, “Apa lagi?”

“Itu saja.” Morgan menjawab dengan santai. “Selanjutnya kalian perkenalkan diri masing-masing.” Morgan mengambil perhatian yang lainnya.

“Tunggu, hanya nama saja? Hanya itu? Tidak ada lagi?” Fiona mencoba mencari tahu jati dirinya, tapi cuma ini yang ia dapat?

“Benar nona, apa kau tidak mengerti perkataan ku? Jangan berharap banyak, kita juga belum kenal lama.” Morgan menjawab dengan kalem. Fiona meringis. Belum kenal lama? Apa artinya itu?

“Aku malas ikut-ikutan.” Pemuda bertubuh paling besar keluar ruangan. Fiona melongo melihatnya yang benar-benar pergi menjauh. Apa pemuda itu membencinya?

“Namaku Vano,” pemuda berambut pirang pucat mengulurkan tangannya dengan ragu-ragu setelah mendekat  pada Fiona.

Fiona mengalihkan perhatian dan mengulum senyum melihat pemuda itu gugup. 

Ia menyambut uluran tangan itu sembari berkata pelan, “Fiona.” Rasanya aneh memperkenalkan nama yang baru saja diberi tahu oleh Morgan.

“Aku Ema.” Ema menimpali tanpa mendekat dan tentu tanpa uluran tangan.

Fiona mengangguk sebagai balasannya. Ia tidak tahu harus menjawab apa dan akan merasa lebih canggung jika dua kali menyebut namanya lagi. Tidak seperti Vano sebelumnya, perkenalan yang ini kesannya terlalu kaku.

“Oh iya. Pemuda yang pemarah tadi, namanya Garter.” ungkap Vano sembari melirik pintu keluar ruangan, pintu yang dilewati temannya yang berbadan besar.

“Garter?” Nama yang aneh menurut Fiona.

Morgan mengangguk, “Gar dan Ter. Dia aneh, seaneh namanya.” 

Fiona menganga tidak paham. Ternyata Morgan sepemikiran dengan Fiona, tapi Fiona tidak tahu maksud Morgan seluruhnya, ia juga mengira Morgan mulai menghina orang lain lagi.

“Itu... Garter bisa dibilang berkepribadian ganda,” Vano menimpali, menjawab ketidak pahaman Fiona tentang maksudnya. Tapi Fiona semakin melongo.

“Jika kau merasa sikapnya ramah, maka dirinya adalah Gar. Tapi jika sikapnya kasar, berarti itu Ter.” Vano menjelaskan lagi sembari melirik ke pintu dimana arah perginya pemuda yang bernama Garter itu dengan takut-takut. 

Mungkin Vano takut kedengaran oleh Ter karena dia baru saja menyebut sikapnya kasar.

Setelah Fiona mengerti, ia tetap tidak bisa berkata-kata. Memilih diam dan termenung dalam pikirannya sendiri.

Jadi sekarang ia hanya tahu tentang mereka dari perkenalan-perkenalan tadi, dan juga dari sikap yang mereka perlihatkan.

Entah kenapa ia merasa tertarik dengan mereka. Sekelompok orang aneh. Mereka berempat terdiri tiga orang laki-laki dan satu orang perempuan.

Ema, Morgan, Vano dan Garter. Fiona penasaran dengan mereka semua seolah lupa dengan dirinya sendiri. Bagaimana mereka bisa berkumpul, sejak kapan mereka bersama dan latar belakang mereka masing-masing. 

Tapi dari pada mencari tahu tentang mereka dan tentang dirinya sendiri, Fiona merasa bagaimana ia menjadi bagian kelompok itu adalah prioritasnya saat ini.

Ia tidak sendirian dan bergantung pada mereka untuk mencari tahu ingatannya yang hilang tentang siapa dirinya dan mengapa ia bisa berada dalam keadaan ini.

*****

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Langit Merah   Bab 30

    "Ayah setuju jika saya pergi ke Pusat Pemberdayaan?" Vano menatap ayahnya tidak percaya.Padahal sebelumnya ayahnya sangat gigih tidak setuju jika Vano pergi. Dan Vano sudah berencana membuat dirinya pergi bahkan jika ayahnya tidak setuju. Tapi belum sempat Vano berbuat apa-apa ayahnya ternyata sudah berubah pikiran.Keesokan harinya orang-orang yang Vano duga sebagai orang dari Pusat Pemberdayaan datang ke rumah Vano. Mereka jumlahnya tiga orang sama seperti kemarin tapi orangnya tidaklah sama. Mereka berbeda dengan orang yang sebelumnya."Kami di beri tahu jika seharusnya anak anda dijemput kemarin. Tapi anda meminta waktu sehari untuk menundanya."Zack mengangguk saat salah satu tiga orang itu berbicara."Aku butuh waktu berpikir dan mempersiapkan segalanya. Karena tentu saja Vano butuh persiapan." Zack menaruh dua tangannya dibawah dagunya. Tatapannya sangat serius."Sebenarnya anda tidak perlu mempersiapkan apa-apa. Kami hanya diperintahkan untuk menjemput anaknya tanpa membawa b

  • Langit Merah   Bab 29

    Vano mencuri dengar dari balik pintu saat ayahnya berusaha keras untuk bernegosiasi pada orang-orang yang ingin membawaku. Aku tidak tahu harus merasakan apa, ayah bahkan mengatakan hal yang mustahil."Aku akan memilih penguji dan peneliti untuk anakku sendiri.""Maaf tuan Zack, anda tidak bisa melanggar aturan meski keluarga anda adalah keluarga besar. Ini adalah kewajiban semua masyarakat. Dan ini semua untuk kebaikan bersama. Bagaimana jika kemampuan anak anda muncul di saat yang tidak tepat? Maka sebelum itu terjadi kami harus membawanya. Tenang saja kami akan menjaga dan merawat mereka dengan baik. Anak anda akan kembali kepada anda lagi jika sudah mendapatkan perizinan. Dan itu biasanya tidak sampai bertahun-tahun. Bahkan ada yang hanya sebulan saja." Vano mendengar suara pria yang bersama ayahnya di ruang kerja ayahnya.Vano lalu pergi menjauh ketika merasa orang-orang berserta ayahnya hendak keluar ruangan. Tapi Vano tidak menjauh terlalu jauh. Ia bersembunyi di balik dinding

  • Langit Merah   Bab 28

    "Lalu.. bagaimana denganmu?" tanya Fiona dengan sedikit takut. Pandangannya kosong.Morgan tersenyum miring. Fiona mengeraskan wajahnya, "Kau benar-benar mau menjadi tawanan yang ditangkap?" sindir Fiona.Fiona mengepalkan tangannya. Ia yakin Ter dan Vano juga menegang saat ia mengatakan itu."Jangan bercanda. Kau ke Sentral untuk menjadi tawanan?!" ulangnya dengan marah. Fiona untuk pertama kalinya menampakkan wajah yang benar-benar murka. Morgan sampai terkejut melihat itu."Aku tidak punya tujuan, jadi.." Morgan mencoba menjelaskan."Jangan konyol," desis Ter menarik baju bagian atas Morgan hingga Morgan harus terpaksa melihat ekspresi Ter yang sama murkanya.Sedangkan Vano mengangkat wajahnya dan menatap Morgan yang sedang berdebat dengan temannya yang lain. Tarikan napas lebih keras dilakukan Vano. Saat Morgan menyinggung tujuannya ke Sentral. Tiba-tiba ingatan tentang masa lalu menyeruak di benak Vano.*****"Silakan," ucap seorang pria berumur tiga puluhan setelah menarik kursi

  • Langit Merah   Bab 27

    "Tidak perlu dilanjutkan lagi." Pemuda bermata biru itu menatap mereka berempat dan Viktoria dengan bergantian.Ia melewati Viktoria yang tidak bersuara. Viktoria hanya menatap dalam diam ketika ketua kelompoknya maju.Pemuda itu buka suara lagi. "Perkenalkan namaku Zayn. Dan yah, aku ketua dari kelompok ini. Pertarungan ini kita hentikan saja."Perkataan tiba-tiba seperti itu tentu saja mengejutkan. Morgan dan yang lainnya terkejut dengan permintaan Zayn. Bahkan Viktoria yang selalu tidak berekspresi menampakkan getaran di wajahnya."Kalian bisa pergi dan kami tidak akan mengganggu lagi." Zayn kembali melanjutkan.Fiona terkejut dengan mata sedikit melebar. Morgan menarik napas tiba-tiba tapi tidak langsung mengeluarkannya dan memilih menahan napas. Pikiran mereka saat ini mencoba menebak pikiran pemuda bermata biru itu.Pemuda itu tidak menampakkan ekspresi yang membuat mereka terancam. Itu ekspresi seperti mengalah. Tapi tetap saja tindakannya mengundang banyak pertanyaan."Jadi ka

  • Langit Merah   Bab 26

    "Aku tidak tahu ternyata kita bisa mengalahkan mereka dengan waktu secepat ini." Fiona buka suara di belakang Morgan."Sebelumnya kita kesusahan untuk menangkap mereka. Tapi kesempatan tidak terduga muncul. Aku tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang ada," balas Morgan."Tapi jika mereka punya kemampuan seperti itu, kenapa mereka tidak mengeluarkannya dari awal? Kenapa mereka tidak mengalahkan kita dari awal? Itu yang belum aku pahami." Morgan melanjutkan. Ia sedikit menebak alasannya tapi belum benar-benar yakin dengan tebakannya itu.Fiona meletakkan tangannya di bawah dagu tampak seolah sedang berpikir. "Apakah mereka butuh kekuatan lebih untuk melakukan itu? Dan mungkin itu akan menguras banyak energi mereka," tebak Fiona.Morgan mengangguk, "Itu juga yang aku pikirkan. Karena itu, saat mereka merasa sulit untuk mengalahkan kita maka saat itulah mereka harus mengeluarkan kemampuan itu." "Jadi mungkin saja mereka tidak akan menyerang dengan serangan yang melumpuhkan dalam sekej

  • Langit Merah   Bab 25

    Rino menyiapkan kedua telapak tangannya yang seketika mengeluarkan cahaya. Perlahan api mengumpul di telapak tangannya membentuk bola api yang semakin lama semakin membesar.Tak butuh peringatan, Rino melemparkan bola api dari kedua tangannya ke arah Helen. Helen tidak diam saja langsung mengeluarkan airnya.Aliran air muncul melindunginya dan Hans. Membentuk pusaran yang mengelilingi mereka dan mereka berdua berada di dalamnya. Rena melompat atau bisa dikatakan terbang ke atas pusaran dimana bagian atasnya terbuka dan menampakkan Hans dan Helen sedang berdiri diantara aliran air yang berputar.Yang membuat Fiona takjub adalah saat Rena melompat dengan kakinya yang mengeluarkan api. Rena terbang di udara dengan kaki yang terbakar. Dia mengingatkan Fiona dengan benda yang terbuat dari logam dan bisa terbang menembus udara menuju angkasa. Tapi Fiona tidak mau memikirkan itu sekarang. Ia terfokus dengan aksi mereka.Saat di atas udara, juga di atas pusaran air yang terbuka di tengahnya,

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status