Share

Bab 3

Author: Dhe Pinto
last update Last Updated: 2025-03-25 04:31:20

Lare Angon tak tahu apa yang akan dilakukan Juragan Prana padanya. Ia telah menghilangkan semua ternaknya dalam sehari. Meski begitu rasa takut akan hewan buas menuntunnya untuk tetap melangkah kembali menuju ke Ringinanom. Satu-satunya tempat pulang yang ia tahu.

Bocah itu tak tahu siapa nama aslinya. Sejak ia bisa mengingat, ia hanya tahu jika dirinya biasa dipanggil dengan nama Lare Angon atau Bocah Angon alias anak gembala. Meski tak pernah dikatakan, namun ia tahu nama itu berkaitan dengan pekerjaannya sebagai penggembala ternak milik Juragan Prana.

Lare Angon juga tak pernah tahu siapa orang tuanya. Yang ia tahu sejak kecil sudah tinggal di tempat Juragan Prana. Diasuh oleh rewang sang juragan. Mbok Sumi dan Yu Karti. Dua perempuan beda usia yang tampaknya sudah seumur hidup mengabdi pada juragan itu.

Keberadaan dua rewang yang merawat secara silih berganti membuatnya tahu jika ia bukanlah anak mereka. Meski mereka cukup mengasihinya, tetapi mereka merawat semata karena perintah Juragan Prana. Pun ia tak berani besar kepala dengan mengira dirinya adalah putra sang juragan. Perlakuannya sama sekali bukan sebagai orang tua pada anak.

Setiap kali ia bertanya tentang orang tuanya, semua orang akan menggeleng tak tahu. Hanya sekilas Mbok Sumi pernah bercerita, jika saat bayi ia dibawa oleh Juragan Prana sepulang dari berdagang. Tak pernah dijelaskan dari mana dan siapa dia. Hanya orang-orang yang menebak-nebak. Kebanyakan mengira ia hanyalah bayi yang dibuang dan kebetulan ditemukan Juragan Prana.

Juragan Prana sendiri sejak dulu seperti menjaga jarak. Membuat Lare Angon tak punya keberanian untuk bertanya apa pun. Mbok Sumi dan Yu Karti sejak kecil selalu menanamkan pikiran jika ia sudah beruntung memiliki tempat pulang untuk berlindung. Ia seharusnya senang bisa mendapat cukup makan tiap hari. Anggaplah itu sebagai bayaran kerjanya sebagai penggembala. Keadaan yang tanpa sadar membuatnya membatasi diri dalam pergaulan. Ia lebih banyak diam dan menyendiri.

Sejak mulai bisa berjalan, Lare Angon sudah diajarkan untuk mengenal hewan-hewan di kandang. Bagaimana mengurus dan memberinya makan. Entah sejak berusia berapa ia tak ingat, Lare Angon mulai dilatih oleh Kang Sukra, pengurus ternak, untuk menggembalakan kerbau-kerbau di sana. Tak heran jika sekarang ia terlihat begitu terbiasa dalam mengendalikan hewan itu.

Lare Angon akhirnya merasa lega setelah menemukan jalan utama. Setengah berlari menuju ke desa. Langkahnya melamban saat ia mendengar suara yang ramai. Seperti suara kentongan yang dipukul beramai-ramai dan bersahutan. Suara itu terdengar semakin dekat ke arahnya.

Tak lama berselang tampak arak-arakan obor berjalan mendekat. Ada belasan orang yang berbaris memenuhi jalan. Lare Angon tak tahu apa yang terjadi. Tetapi ia menduga ada sesuatu yang buruk telah terjadi di desa.

Ketika orang-orang itu semakin dekat. Ia berhenti dan bergerak ke tepi. Memberi jalan agar ia tak mengganggu orang-orang itu untuk lewat. Namun tak seperti perkiraannya, orang-orang itu justru berhenti saat melihat keberadaannya.

"Lare Angon? Kau kah itu?" Seru satu orang yang berada paling depan. Orang itu mengangsurkan obornya ke arah Lare Angon.

"Kang Sukra? Iya ini aku Lare Angon!" Jawab Lare Angon senang saat tahu di antara mereka ada orang dekatnya.

"Syukurlah! Lare Angon sudah ketemu! Ayo kita kembali!" Satu orang warga yang lain berkata sambil mengajak yang lain untuk berbalik kembali ke arah desa. Mendahului Sukra dan Lare Angon yang kini mengekor beberapa langkah di belakang mereka.

Sepanjang perjalanan pulang Sukra tak bicara apa pun. Hanya saja mereka berjalan dengan langkah yang lebar dan cepat. Membuat Lare Angon agak pontang-panting mengimbangi. Dada bocah itu berdebar keras ketika sampai di halaman rumah Juragan Prana yang luas.

Terlihat Juragan Prana, Nyi Prana dan anaknya Kemala keluar dari pendapa menyambut orang-orang itu. Mbok Sumi dan Yu Karti muncul dari samping tak lama sesudahnya.

"Terima kasih semuanya! Terima kasih atas bantuannya!" Ucap Juragan Prana begitu melihat sosok Lare Angon di belakang rombongan warga.

"Sukra! Bagikan pada mereka!" Panggilnya sambil mengacungkan sebuah kantong yang bergemerincing kepeng.

Sukra maju dengan terbungkuk-bungkuk. Menerima kantong kepeng dengan kedua tangan, lalu menuju warga yang menunggu untuk membagikan isinya.

"Terima kasih Juragan! Semoga Juragan dan keluarga panjang umur!" Mereka yang sudah menerima kepeng membungkuk hormat seraya mengucapkan terima kasih ke arah Juragan Prana. Kemudian berbalik meninggalkan halaman rumah itu.

Juragan Prana hanya membalasnya dengan anggukan. Salah satu orang kaya di Ringinanom itu memang dikenal irit bicara. Tetapi itulah yang membuatnya dihormati meski bukan merupakan yang paling kaya.

Lare Angon segera mengerti jika orang-orang itu dibayar untuk mencari dirinya. Ada rasa hangat yang mengaliri dada bocah itu. Walaupun terlihat dingin ternyata Juragan Prana sangat perhatian padanya.

Ketika teringat akan kerbau-kerbau yang menghilang seketika rasa bersalah kembali menggelayuti perasaan Lare Angon. Matanya menjadi berkaca-kaca. Lidahnya kelu dan kakinya terasa berat. Membuatnya hanya diam membisu di halaman yang telah ditinggalkan warga desa.

"Sudah larut. Istirahatlah kalian semua. Masih banyak pekerjaan yang harus kalian lakukan besok!" Kata Juragan Prana.

Ia bahkan tak menatap langsung sama sekali ke arah Lare Angon. Berbalik pergi memasuki omah dalem diikuti oleh istri dan anaknya. Membuat rasa bersalah sekaligus rasa takut Lare Angon semakin menjadi-jadi.

Plakk!!

Telapak tangan Sukra mendarat di belakang kepala Lare Angon.

"Kenapa kau malah jadi patung di sini? Apa setelah dibawa lampor lalu kau jadi tuli? Juragan memerintahkanmu untuk masuk. Aku tak akan mencarimu jika menghilang lagi!" Kata Sukra sambil berlalu mendahului masuk menuju ke gandhok tengen. Di mana bilik tempat dirinya dan Lare Angon beristirahat setiap malam.

Lare Angon menuju ke belakang rumah. Tepatnya menuju ke pakiwan untuk membersihkan diri. Ia menggantung cambuknya terlebih dahulu ke pohon sawo di samping gandhok. Seperti biasa. Saat itu Lare Angon baru ingat telah meninggalkan caping bambunya di padang rumput.

Tetapi itu bukan masalah besar. Ada banyak caping lain yang bisa dipakai. Asal bukan cambuknya saja yang hilang. Pasti Kang Sukra akan marah besar jika cambuk pemberiannya dihilangkan.

"Kau pasti belum makan. Mampirlah dulu ke pawon!" Mbok Sumi menegur Lare Angon yang baru saja keluar dari pakiwan.

Lagi-lagi dada Lare Angon menghangat. Ternyata orang-orang di rumah itu sangat peduli padanya. Rasa bersalahnya menjadi semakin besar. Dalam hati ia berjanji untuk lebih berhati-hati dan tak mengulangi kesalahan seperti hari ini lagi.

"Mbok, apakah juragan marah?" Tanya Lare Angon sambil menyuap makanan ke mulut.

"Isi perutmu. Tak perlu kau pikirkan itu dulu." Bujuk Mbok Sumi.

"Tapi aku sudah menghilangkan kerbau-kerbau itu. Termasuk si Lemu." Bantah Lare Angon.

"Apa yang kau katakan? Semua kerbau sekarang ada di kandang. Kau besok harus menemui Denmas Sewaka dan berterima kasih padanya. Ia yang menemukan kerbau-kerbau itu dan berbaik hati membawanya pulang. Darinya pula Juragan tahu jika kemungkinan kau dibawa lampor hutan Larangan." Kata Mbok Sumi.

Lare Angon terperangah dan ingin memaki. Entah karangan cerita seperti apa yang dikatakan oleh Sewaka. Tetapi untuk saat ini ia senang karena ternyata kerbau yang dikhawatirkan justru telah ada di tempat yang aman. Sepertinya si Lemu lebih pintar darinya untuk mencari jalan kembali ke kawanan ternak tanpa tersesat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Lare Angon : Pendekar Gembala Sakti   Bab 39

    "Hitam putih, semua ada dalam pikiranmu. Kendalikan pikiranmu maka kau mengendalikan duniamu." Suara kembali bergema.Lare Angon memejamkan mata. Melenyapkan segala pikiran dan prasangka tentang apa yang baru ia lihat. Lalu perlahan mengerjap dan membuka mata kembali. Kini ia ada di dalam goa. Tempatnya berada sebelum samadi. Di depannya seorang lelaki tua duduk bersila. Ia mengenalnya sebagai Ki Dharmaja. Guru dari Sambu. Orang yang mengalihkan perhatian Ki Walang Sungsang dan Pangeran Rekatama. Entah sejak kapan Ki Dharmaja tiba.Lelaki tua itu perlahan membuka mata. Tersenyum pada Lare Angon yang mendadak menjadi gugup. Mengangguk dengan penuh hormat.Meski sudah sangat tua, mata Ki Dharmaja masih terlihat begitu jernih. Tubuhnya juga masih tegap. Hanya kulit keriput dan rambut memutih yang menjadi penanda usia."Lare Angon, tak aku sangka kau akan berhasil secepat ini. Kau telah berhasil memasuki alam pikiranmu sendiri. Lalu mengendalikannya. Jika kau g

  • Lare Angon : Pendekar Gembala Sakti   Bab 38

    "Kita mulai dengan berlatih mengosongkan pikiran." Kata Sambu. Kini keduanya sudah duduk bersila di atas batu. Saling berseberangan dan berhadap-hadapan."Saat aku pertama belajar, Guruku Ki Dharmaja mengatakan jika ilmu bisa diibaratkan sebagai benda dan kita adalah wadahnya. Agar bisa menampung benda itu sebanyak mungkin, maka kita harus mengosongkan wadah itu. Singkirkan apa pun pikiran yang bisa menghambat. Termasuk jika kita memiliki pemahaman pada ilmu lain sebelumnya. Lupakan semua. Lupakan apa yang membuatmu ada di sini. Buang ingatanmu untuk sementara. Kesedihan atau pun kesenangan. Kosongkan pikiranmu hingga benar-benar tak bersisa." Lanjut Sambu."Kenapa pikiran? Karena apa pun yang dilakukan dan dirasakan oleh tubuhmu sebetulnya dimulai dari pikiran. Kulitmu menyentuh api, namun pikiranlah yang menyuruhmu berteriak karena panas. Kendalikan pikiranmu, maka kau mengendalikan seluruh tubuhmu." Pungkas pemuda itu.Lare Angon mengangguk meski tak sepenuhnya menger

  • Lare Angon : Pendekar Gembala Sakti   Bab 37

    Sambu menoleh ke arah lubang tempat mereka datang. Lalu mengangguk-ngangguk. Lare Angon baru sadar jika Putut Pangestu tak mengikuti mereka."Sepertinya ia ingin menunjukkan niat baiknya dengan tak mengikuti kita sampai persembunyian ini. Tetapi dunia itu kejam. Kita tak pernah tahu apakah ia tulus atau ini hanya bagian dari tipu daya saja. Tetaplah waspada." Ucap Sambu.Lare Angon mengangguk. Lagipula setelah semua kekacauan yang terjadi, ia tak lagi begitu percaya pada Putut Pangestu."Duduklah! Aku yakin kau masih belum sepenuhnya mengerti dengan apa yang terjadi. Kenapa oran-orang itu tetap memburumu meski kau tak lagi membawa Kitab Mustika Jagad." Kembali Sambu berkata.Lare Angon lagi-lagi mengangguk. Di pinggir ruangan itu ada empat buah batu bulat menyerupai tempat duduk. Lare Angon meletakkan tubuhnya pada batu yang paling dekat.Sambu ikut duduk di seberangnya."Apa yang kau dengar sekilas tadi benar adanya. Gulungan yang sempat kau bawa adalah Kitab Mustika Jagad. Kitab it

  • Lare Angon : Pendekar Gembala Sakti   Bab 36

    "Tapak Geledek!" Putut Pangestu berseru terkejut. "Apa hubunganmu dengan Pendekar Tangan Halilintar?" Tanya lelaki itu kemudian. "Apakah itu penting?" Tanya Sambu. "Tentu saja penting! Aku harus tahu kau ada di golongan mana. Aku dengar jika Ki Dharmaja adalah orang yang lurus. Aku yakin ia tidak menginginkan Kitab Mustika Jagad untuk dirinya sendiri!" Ucap Putut Pangestu. "Memang tidak. Guru hanya memastikan kitab itu tak jatuh ke tangan orang yang bisa menghancurkan tatanan dunia itu. Karena kitab itu sudah jatuh ke tangan Lare Angon, maka kami akan melindunginya bagaimana pun caranya." Jawab Sambu. "Begitukah? Sebenarnya aku mendapat tugas yang sama. Gusti Pangeran Utara mengutusku untuk mengamankan kitab tersebut. Kerajaan tak mau kekacauan besar terjadi jika kitab itu jatuh ke tangan orang yang keliru. Jadi Pangeran Utara mengutusku untuk mengamankannya. Bertahun-tahun aku b

  • Lare Angon : Pendekar Gembala Sakti   Bab 35

    Lare Angon akhirnya mengikuti pemuda itu. Berlari menembus semak belukar. Sesekali berjalan melingkar. Sesekali penolong Lare Angon itu menaburkan semacam serbuk tipis yang berbau wangi.Namun langkah Lare Angin terhenti saat melihat pemuda tersebut meloncat ke atas pohon."Kenapa? Jangan katakan kau tak bisa menyusulku kemari! Kami sudah melihatmu melakukannya sebelum ini!" Kata pemuda itu.Lare Angon menggeleng. Ia ingat memang perkataan penolongnya benar. Ia sempat meloncat dari satu dahan ke dahan lain. Hanya saja ia tak ingat bagaimana bisa melakukannya. Seolah hanya mengikuti naluri saja. Ketika sekarang ia harus melakukannya dengan sengaja, maka ia menjadi kebingungan. Tak tahu dari mana harus mememulai.Pemuda di atas pohon menoleh ke belakang. Wajahnya sedikit tegang. Lalu meluncur turun."Berpegangan yang erat!" Ucapnya sambil meraih tubuh Lare Angon.Terkejut, tetapi bocah itu tak menolak. Entah kenapa ia merasa pemuda itu benar-benar tulus ingin menolongnya. Ada rasa aman

  • Lare Angon : Pendekar Gembala Sakti   Bab 34

    Kangsa dan Leksana berteriak tertahan. Asap hitam merambat dengan cepat melalui ujung senjata mereka. Leksana cukup beruntung. Senjatanya cukup panjang. Masih memiliki waktu untuk melepas senjata hingga asap itu tak merayapi tangan. Dengan terburu-buru ia meloncat menjauh.Kangsa tak seberuntung itu. Tombaknya yang pendek membuat ia tak memiliki kesempatan menngelak. Asap itu merayapi lengan. Meski sudah berusaha mengibas-ngibaskan tangannya seperti orang kesetanan, sama sekali tak berpengaruh. Asap itu melilit tubuhnya. Lalu merayap ke arah lubang-lubang di tubuhnya.Mata Kangsa melotot. Antara marah dan putus asa. Lalu sesaat setelah asap hitam merasuki tubuhnya, ia mengejang. Lalu jatuh tersungkur tak bergerak lagi.Ki Dharmaja melangkah mundur. "Mau kemana kau, Dharmaja? Aku tak akan membiarkanmu melarikan diri lagi. Hari ini akan menjadi akhir hidupmu di tanganku!" Seru Ki Walang Sungsang yang tampaknya sudah membaca gelagat lawan.Ki Dharmaja tak menjawab. Terus melangkah mundu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status