Share

Bab 4

Penulis: Dhe Pinto
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-22 21:46:42

Lare Angon menggeliat. Sesuatu yang hangat menerpa wajahnya. Ia mengerjap dan seketika bangun dengan wajah panik.

"Oh tidak! Aku bangun kesiangan!" Serunya sambil meloncat berdiri.

Ternyata matahari sudah bersinar terang. Kang Sukra sudah tak ada lagi di tikar yang menjadi alas mereka tidur. Biasanya lelaki itu akan membangunkannya di pagi buta.

Lare Angon melangkah keluar dengan rasa bersalah. Semalam sangat melelahkan. Membuat tidurnya terlalu lelap dan tak terbangun di waktu yang seharusnya.

Lare Angon menuju pakiwan. Membersihkan diri, lalu menyambar cambuk yang tergantung di pohon sawo. Ia memilih tidak sarapan. Sudah terlalu siang untuk berangkat 'ngangon'.

"Mau kemana kamu?" Sebuah teguran membuat langkahnya terhenti.

Yu Karti yang tengah memegang sapu lidi menatapnya heran.

"Tentu saja menggembala, Yu! Aku sudah kesiangan!" Jawab Lare Angon.

"Apa yang mau kamu angon? Juragan sudah menyuruh orang untuk menggembala kerbau-kerbau itu. Lebih baik kamu makan dulu lalu temui Sukra yang sudah menunggumu di gedhongan." Kata Yu Karti sambil meneruskan menyapu.

Lare Angon tak menuruti saran untuk sarapan. Ia memilih untuk ke kandang kuda lebih dahulu. Menemukan Sukra sedang menyisir surai kuda.

"Kau sudah bangun?" Tanya Sukra tanpa menoleh.

"Apa juragan sangat marah?" Tanya balik Lare Angon.

"Kenapa kau pikir begitu?" Alih-alih menjawab Sukra kembali bertanya.

"Orang lain yang sekarang disuruh menggembala kerbau-kerbau itu!" Jawab Lare Angon sedih.

"Dasar bodoh! Justru juragan tak mau kau mengalami hal buruk lagi. Karena itu ia memintaku untuk mulai mengajarimu mengurus kuda. Supaya kamu tak perlu keluar jauh-jauh. Ke depan aku akan sering diminta untuk menemani juragan kita kalau sedang berdagang ke luar daerah. Jadi kaulah yang harus mengurus kuda-kuda ini." Terang Sukra.

Lare Angon tertegun. Ia telah salah sangka.

Semalam ia masih sempat berpikir untuk menuntut Sewaka karena telah berbohong. Menutupi jika semua terjadi karena kejahilan anak Demang itu. Tetapi sekarang niat itu menguap begitu saja. Ia tak mau orang-orang akan berubah memarahinya jika tahu yang sebenarnya. Bahwa ia nekad masuk hutan sendirian untuk mencari si Lemu. Biarlah mereka tetap berpikir dirinya telah dibawa lampor.

"Eh kau mau kemana?" Tanya Sukra melihat Lare Angon hendak melangkah pergi.

"Aku mau berterima kasih pada Juragan!" Jawab Lare Angon.

"Tidak perlu. Tadi Juragan sudah berpesan agar hari ini kau belajar merawat kuda denganku. Lagipula Juragan juga sedang tak di rumah. Mereka sedang mengunjungi kerabat di desa sebelah." Ujar Sukra membuat Lare Angon urung pergi.

Hari itu Lare Angon membantu Sukra dengan penuh semangat. Terlebih ketika Sukra berjanji besok akan mengajarinya menaiki kuda.

Namun menjelang tengah hari ia dikejutkan dengan kehadiran Sewaka. Dadanya berdebar ketika ingat bagaimana setiap kali mereka bertemu ia akan ditindas habis-habisan. Tetapi Lare Angon merasa lega saat tak melihat gerombolan Sewaka ikut hadir. Hanya ada seorang lelaki dengan pakaian serba hitam di sampingnya.

Selain itu Lare Angon juga percaya Sewaka tak akan berani macam-macam di rumah Juragan Prana. Apalagi di sana juga ada Sukra.

"Ah Denmas Sewaka! Tumben datang kemari? Sayangnya Juragan Prana dan Kemala sedang pergi!" Sapa Sukra.

"Aku tidak mencari mereka. Aku mencari dia!" Sewaka menunjuk pada Lare Angon yang sontak mendekatkan tubuhnya pada Sukra.

"Oh iya, aku baru saja hendak menyuruhnya pergi berterima kasih padamu, Denmas!" Ucap Sukra mengira jika kedatangan Sewaka berkaitan dengan peristiwa kemarin.

"Paman, dia pemilik caping itu!" Tak mempedulikan penjelasan Sukra, Sewaka justru berbicara pada lelaki di sampingnya.

"Terima kasih. Ini imbalan yang aku janjikan!" Kata lelaki itu sambil memberikan sebuah kantong kepeng kecil pada Sewaka.

Anak Demang itu menyeringai senang. Lalu berlari pergi meninggalkan tempat itu tanpa menoleh lagi.

Lelaki berpakaian hitam itu melangkah maju. Tangan kirinya yang semula disembunyikan di belakang kini terulur maju. Jantung Lare Angon nyaris berhenti berdetak. Lelaki itu memegang caping bambu yang sudah berlubang di salah satu tepinya. Caping miliknya yang tertinggal di padang rumput.

Tak sadar Lare Angon meraba pinggangnya. Nalurinya mengatakan jika kedatangan lelaki itu berkaitan dengan tabung kecil yang ia dapat semalam. Ia baru ingat telah meninggalkan benda itu di bawah tikar.

Terlalu senang karena tidak dimarahi dana malah mendapat banyak perhatian, Lare Angon hampir melupakan keberadaan tabung kecil tersebut.

"Lare Angon, apakah kau mengenalnya?" Tanya Sukra yang rupanya menyadari kecemasan Lare Angon.

"Tidak! Aku tidak mengenalnya!" Lare Angon menggeleng dan sedikit bergeser ke belakang Sukra.

"Jadi namamu Lare Angon? Jangan takut. Aku hanya ingin mengembalikan benda milikmu ini. Aku kebetulan menemukannya di tepi hutan Larangan sana." Lelaki itu menjulurkan caping yang telah berpindah ke tangan kanannya.

Sukra bergerak maju. Berdiri di antara Lare Angon dan lelaki itu. Sikapnya yang melindungi membuat Lare Angon merasa lebih aman.

"Terima kasih!" Sukra menerima caping itu sambil mengangguk.

"Bolehkah aku bertanya satu hal pada dia? Aku dengar ia tersesat masuk ke dalam hutan Larangan itu." Tanya lelaki itu.

"Katakan saja padaku. Jika ia tahu, pasti akan menjawabnya." Sukra lagi-lagi yang menanggapi.

"Apakah ia bertemu dengan seseorang? Ataukah dia menemukan sesuatu. Mungkin gulungan lontar atau semacamnya?" Lelaki itu mencoba mengintip ke belakang punggung Sukra.

Kebetulan Lare Angon juga tengah menatapnya. Mata mereka saling bertemu. Namun seingat Lare Angon, itu bukanlah lelaki yang ia temui saat itu.

"Kau bisa menjawabnya, Lare!" Tegur Sukra karena tak kunjung mendengar suara Lare Angon.

"Eh aku tidak tahu. Saat itu aku dibawa oleh Lampor. Aku hanya merasa sedang berjalan-jalan di sebuah kota yang indah. Sampai kemudian aku tersandung akar pohon dan kepalaku terantuk batu. Barulah aku sadar jika sebenarnya tengah berada di dalam hutan. Satu-satunya yang aku temui hanyalah rombongan anjing hutan." Jawab Lare Angon. Sebenarnya sejak tadi ia berusaha untuk mengingat-ingat cerita yang umum didengar tentang orang yang diculik oleh makhluk gaib.

Kening lelaki itu mengernyit. Ia berusaha kembali menatap mata Lare Angon untuk memastikan jika bocah itu tak berbohong. Namun dengan cerdik Lare Angon menyembunyikan wajah di punggung Sukra.

"Kau sudah mendengarnya, Ki Sanak. Jadi, jika tak ada yang kau tanyakan lagi kami akan meneruskan pekerjaan kami." Kata Sukra kemudian.

"Baiklah. Terima kasih!" Orang itu membungkuk hormat. Membuat Sukra terpaksa membalasnya dengan kikuk.

"Hei bocah. Jika kau ingat sesuatu katakan padaku! Kau bisa menemuiku di tempat Ki Demang. Mungkin setelah ini akan ada orang lain yang mencarimu! Mereka tidak seramah diriku!" Orang itu kembali berseru saat Sukra dan Lare Angon telah berbalik arah.

Sukra berpaling dengan kesal. Namun orang yang baru bicara itu tak lagi nampak di sana.

"Aku harap kau tidak menyembunyikan sesuatu bocah!" Sukra berkata pada Lare Angon dengan nada memperingatkan.

"Tentu saja tidak, Kang! Apa yang aku sembunyikan? Mana aku berani!" Bantah Lare Angon tak berani menatap Sukra.

"Apakah kau sungguh-sungguh tentang bertemu dengan ajag? Bagaimana kau bisa selamat?" Tanya Sukra tidak yakin.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Lare Angon : Pendekar Gembala Sakti   Bab 39

    "Hitam putih, semua ada dalam pikiranmu. Kendalikan pikiranmu maka kau mengendalikan duniamu." Suara kembali bergema.Lare Angon memejamkan mata. Melenyapkan segala pikiran dan prasangka tentang apa yang baru ia lihat. Lalu perlahan mengerjap dan membuka mata kembali. Kini ia ada di dalam goa. Tempatnya berada sebelum samadi. Di depannya seorang lelaki tua duduk bersila. Ia mengenalnya sebagai Ki Dharmaja. Guru dari Sambu. Orang yang mengalihkan perhatian Ki Walang Sungsang dan Pangeran Rekatama. Entah sejak kapan Ki Dharmaja tiba.Lelaki tua itu perlahan membuka mata. Tersenyum pada Lare Angon yang mendadak menjadi gugup. Mengangguk dengan penuh hormat.Meski sudah sangat tua, mata Ki Dharmaja masih terlihat begitu jernih. Tubuhnya juga masih tegap. Hanya kulit keriput dan rambut memutih yang menjadi penanda usia."Lare Angon, tak aku sangka kau akan berhasil secepat ini. Kau telah berhasil memasuki alam pikiranmu sendiri. Lalu mengendalikannya. Jika kau g

  • Lare Angon : Pendekar Gembala Sakti   Bab 38

    "Kita mulai dengan berlatih mengosongkan pikiran." Kata Sambu. Kini keduanya sudah duduk bersila di atas batu. Saling berseberangan dan berhadap-hadapan."Saat aku pertama belajar, Guruku Ki Dharmaja mengatakan jika ilmu bisa diibaratkan sebagai benda dan kita adalah wadahnya. Agar bisa menampung benda itu sebanyak mungkin, maka kita harus mengosongkan wadah itu. Singkirkan apa pun pikiran yang bisa menghambat. Termasuk jika kita memiliki pemahaman pada ilmu lain sebelumnya. Lupakan semua. Lupakan apa yang membuatmu ada di sini. Buang ingatanmu untuk sementara. Kesedihan atau pun kesenangan. Kosongkan pikiranmu hingga benar-benar tak bersisa." Lanjut Sambu."Kenapa pikiran? Karena apa pun yang dilakukan dan dirasakan oleh tubuhmu sebetulnya dimulai dari pikiran. Kulitmu menyentuh api, namun pikiranlah yang menyuruhmu berteriak karena panas. Kendalikan pikiranmu, maka kau mengendalikan seluruh tubuhmu." Pungkas pemuda itu.Lare Angon mengangguk meski tak sepenuhnya menger

  • Lare Angon : Pendekar Gembala Sakti   Bab 37

    Sambu menoleh ke arah lubang tempat mereka datang. Lalu mengangguk-ngangguk. Lare Angon baru sadar jika Putut Pangestu tak mengikuti mereka."Sepertinya ia ingin menunjukkan niat baiknya dengan tak mengikuti kita sampai persembunyian ini. Tetapi dunia itu kejam. Kita tak pernah tahu apakah ia tulus atau ini hanya bagian dari tipu daya saja. Tetaplah waspada." Ucap Sambu.Lare Angon mengangguk. Lagipula setelah semua kekacauan yang terjadi, ia tak lagi begitu percaya pada Putut Pangestu."Duduklah! Aku yakin kau masih belum sepenuhnya mengerti dengan apa yang terjadi. Kenapa oran-orang itu tetap memburumu meski kau tak lagi membawa Kitab Mustika Jagad." Kembali Sambu berkata.Lare Angon lagi-lagi mengangguk. Di pinggir ruangan itu ada empat buah batu bulat menyerupai tempat duduk. Lare Angon meletakkan tubuhnya pada batu yang paling dekat.Sambu ikut duduk di seberangnya."Apa yang kau dengar sekilas tadi benar adanya. Gulungan yang sempat kau bawa adalah Kitab Mustika Jagad. Kitab it

  • Lare Angon : Pendekar Gembala Sakti   Bab 36

    "Tapak Geledek!" Putut Pangestu berseru terkejut. "Apa hubunganmu dengan Pendekar Tangan Halilintar?" Tanya lelaki itu kemudian. "Apakah itu penting?" Tanya Sambu. "Tentu saja penting! Aku harus tahu kau ada di golongan mana. Aku dengar jika Ki Dharmaja adalah orang yang lurus. Aku yakin ia tidak menginginkan Kitab Mustika Jagad untuk dirinya sendiri!" Ucap Putut Pangestu. "Memang tidak. Guru hanya memastikan kitab itu tak jatuh ke tangan orang yang bisa menghancurkan tatanan dunia itu. Karena kitab itu sudah jatuh ke tangan Lare Angon, maka kami akan melindunginya bagaimana pun caranya." Jawab Sambu. "Begitukah? Sebenarnya aku mendapat tugas yang sama. Gusti Pangeran Utara mengutusku untuk mengamankan kitab tersebut. Kerajaan tak mau kekacauan besar terjadi jika kitab itu jatuh ke tangan orang yang keliru. Jadi Pangeran Utara mengutusku untuk mengamankannya. Bertahun-tahun aku b

  • Lare Angon : Pendekar Gembala Sakti   Bab 35

    Lare Angon akhirnya mengikuti pemuda itu. Berlari menembus semak belukar. Sesekali berjalan melingkar. Sesekali penolong Lare Angon itu menaburkan semacam serbuk tipis yang berbau wangi.Namun langkah Lare Angin terhenti saat melihat pemuda tersebut meloncat ke atas pohon."Kenapa? Jangan katakan kau tak bisa menyusulku kemari! Kami sudah melihatmu melakukannya sebelum ini!" Kata pemuda itu.Lare Angon menggeleng. Ia ingat memang perkataan penolongnya benar. Ia sempat meloncat dari satu dahan ke dahan lain. Hanya saja ia tak ingat bagaimana bisa melakukannya. Seolah hanya mengikuti naluri saja. Ketika sekarang ia harus melakukannya dengan sengaja, maka ia menjadi kebingungan. Tak tahu dari mana harus mememulai.Pemuda di atas pohon menoleh ke belakang. Wajahnya sedikit tegang. Lalu meluncur turun."Berpegangan yang erat!" Ucapnya sambil meraih tubuh Lare Angon.Terkejut, tetapi bocah itu tak menolak. Entah kenapa ia merasa pemuda itu benar-benar tulus ingin menolongnya. Ada rasa aman

  • Lare Angon : Pendekar Gembala Sakti   Bab 34

    Kangsa dan Leksana berteriak tertahan. Asap hitam merambat dengan cepat melalui ujung senjata mereka. Leksana cukup beruntung. Senjatanya cukup panjang. Masih memiliki waktu untuk melepas senjata hingga asap itu tak merayapi tangan. Dengan terburu-buru ia meloncat menjauh.Kangsa tak seberuntung itu. Tombaknya yang pendek membuat ia tak memiliki kesempatan menngelak. Asap itu merayapi lengan. Meski sudah berusaha mengibas-ngibaskan tangannya seperti orang kesetanan, sama sekali tak berpengaruh. Asap itu melilit tubuhnya. Lalu merayap ke arah lubang-lubang di tubuhnya.Mata Kangsa melotot. Antara marah dan putus asa. Lalu sesaat setelah asap hitam merasuki tubuhnya, ia mengejang. Lalu jatuh tersungkur tak bergerak lagi.Ki Dharmaja melangkah mundur. "Mau kemana kau, Dharmaja? Aku tak akan membiarkanmu melarikan diri lagi. Hari ini akan menjadi akhir hidupmu di tanganku!" Seru Ki Walang Sungsang yang tampaknya sudah membaca gelagat lawan.Ki Dharmaja tak menjawab. Terus melangkah mundu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status