Share

7. Setelah Ekskul Padus

Laurene melihat jam tangan putih yang melingkar di tangan kirinya, waktu sudah menunjukkan pukul lima lewat empat puluh lima menit. Ia baru saja selesai ekskul padus.

"Ren, duluan ya."

"Eh iya, Don. Makasih ya udah bantuin beres-beres."

"Iya, sama-sama Ren. Sampai jumpa."

"Sampai jumpa, Don. Bye."

Dona adalah teman anggota padus, ia selalu rajin membantu Laurene membereskan ruang musik setiap kali mereka selesai latihan padus. Sebagai ketua Ceria Choir, Laurene selalu pulang paling akhir dan paling sore karena harus membereskan ruang musik, untung saja ia mempunyai teman-teman yang baik yang selalu membantunya.

Setelah selesai merapikan ruang musik, Laurene berjalan keluar dan mengunci pintu ruang musik itu. Ia berjalan menyusuri koridor yang sudah mulai sepi, lalu berbelok ke arah ruang guru untuk menyerahkan kunci ruang musik itu.

"Ren." Saat melewati ruang kelasnya ia mendengar suara seseorang memanggilnya.

"Ren." Ia pun melihat ke arah kelasnya, tapi ia tidak melihat siapapun di sana.

Tapi suaranya kok seperti suara Tony ya? Apa Tony masih di kelas, menungguku? Apa dia mau mengajakku pulang bersamanya? gumam Laurene dalam hati. Dengan rasa penasaran ia pun segera masuk ke kelasnya, tapi ia tidak menemukan siapapun di dalam kelasnya itu. Sudah tidak ada siapapun di sana, hanya ada tasnya yang masih tergeletak di atas mejanya.

Kenapa barusan aku mendengar suara Tony ya? Apa aku kangen sama dia ya sampai-sampai aku mendengar suaranya barusan. Biasanya dia selalu nungguin aku sampai selesai padus, dan selalu mengantar aku pulang. Ah, nggak ah. Ngapain juga aku mikirin dia. Daripada memikirkan hal itu, mending cepat-cepat ke kantor dan menyerahkan kunci ruang musik ini.

Laurene pun segera melangkahkan kakinya ke luar dari kelas, dan menuju ke ruang guru.

"Permisi bu, selamat sore. Apa ada ibu Lela?"

"Masuk nak, Bu Lela nya ada di belakang."

"Baik bu, terima kasih." Laurene langsung menuju ke belakang, ibu Lela sedang asyik menikmati sepiring siomay.

"Selamat sore Bu, maaf mengganggu. Saya mau menyerahkan kunci ruang musik, ini kuncinya Bu."

"Oh iya, Laurene. Bagaimana latihannya hari ini?"

"Hari ini latihan berjalan lancar bu, dan tidak ada yang absen. Semuanya hadir, bu."

"Baguslah kalau begitu. Ya sudah nak, sudah sore kamu langsung pulang ya."

"Baik Bu, permisi. Selamat sore, Bu Lela."

"Selamat sore. Hati-hati ya."

Laurene pun segera berlalu, dan berjalan menuju pintu gerbang sekolah.

Suasana di sekitar sekolah tampak sepi, ia memandang ke kiri dan ke kanan tidak ada siapapun di sana. Semua siswa sudah pulang hanya ada pak satpam yang masih berjaga dekat pintu gerbang sekolah. Laurene terus berjalan menyusuri jalan depan sekolah yang juga mulai sepi. Hanya ada dirinya yang berjalan menyusuri jalan sepi itu. Daun-daun kering tampak berguguran dari pohon mahoni yang rindang di sepanjang jalan di depan sekolahnya itu. Laurene menengadah ke atas melihat ke arah pepohonan itu, mentari sudah tak tampak lagi di sela-sela dedaunan pohon mahoni itu.

Sebentar lagi akan gelap, angin sepoi-sepoi mulai terasa menyentuh wajahnya. Laurene pun mempercepat langkah kakinya menuju halte bus di depan sekolah, menunggu bus yang akan membawanya pulang ke rumah.

Saat sedang berjalan, ia mendengar ada suara motor menderu-deru di belakangnya, sesekali terdengar bunyi klakson motor itu. Laurene tidak berani menoleh ke belakang, ia segera mempercepat langkah kakinya.

Jangan-jangan itu geng motor.

Pikirannya mulai kalang kabut tak menentu.

Aku harus segera berlari. Kata teman-teman saat menjelang malam seperti sekarang ini, suka ada geng motor yang berkeliaran di daerah sini.

Seketika Laurene merasa takut. Ia segera berlari menuju halte bus, untunglah di halte bus itu ia melihat masih ada beberapa orang yang sedang menunggu bus. Laurene pun merasa bersyukur.

"Laurene." Seseorang memanggilnya, tapi ia tak mendengarnya. Ia masih terus berlari, keringatnya bercucuran, padahal hari tidak sedang panas terik, tapi keringat dingin terus membasahi permukaan kulitnya. Ia merasa jantungnya dag dig dug tak menentu, ia ingin segera sampai ke halte bus itu, dan berada di antara orang yang sedang menunggu bus datang.

Sekarang ia mendengar suara motor itu semakin mendekat ke arah dirinya, dan sekarang suara motor yang menderu-deru itu sudah persis berada di belakangnya, sangat dekat dengannya dengan suara mesin motor yang masih terus menderu-deru menyakitkan telinganya dan membuat Laurene semakin merasa ketakutan.

"Tolong ... tolong!" Laurene pun mencoba berteriak.

"Laurene, ini aku ...." tapi Laurene terus berlari, malah mempercepat larinya sambil terus berteriak minta tolong.

"Laurene berhenti, ini aku Shawn. Jangan lari." Laurene pun terkejut mendengar suara itu, suara yang menyebut nama Shawn dan spontan ia segera berhenti. Ia segera menengok ke belakang, ternyata benar itu adalah Shawn. Shawn sedang duduk di atas motor ninja merahnya sambil senyum-senyum sendiri menatap ke arahnya. Ternyata tadi itu suara motor Shawn.

"Shawn! Aku kira siapa, ternyata kamu Shawn. Kamu hampir membuat jantungku copot, tau!" ucapnya dengan nafas yang masih terengah-engah.

"Aku kira tadi geng motor, abis suara motor kamu berisik banget."

"Maaf Laurene, aku tidak bermaksud membuat kamu takut. Maafkan aku."

"Tapi kamu sangat lucu, barusan lari seperti dikejar setan, sambil berteriak pula. Haha." Shawn pun lalu tertawa terbahak-bahak. Laurene pun hanya terdiam melihat Shawn mentertawakan dirinya seperti itu, tapi gapapa lah yang penting itu bukan geng motor. Laurene pun merasa lega.

"Makanya lain kali lihat-lihat dulu dong ke belakang, baru lari. Haha." Shawn masih terus menertawakannya seolah sedang melihat atraksi badut yang sangat lucu.

"Kamu sih, Shawn!" Tiba-tiba Laurene mendekat, ia langsung mencubit tangan kiri Shawn dan memutarnya dengan keras.

"Hey, hentikan. Haha. Hentikan Laurene, sakit. Laurene stop!" Laurene bukannya berhenti mencubit, ia malah mempererat cubitannya pada tangan Shawn.

"Rasain nih! Aku hampir mati tau, aku kira kamu itu salah satu komplotan geng motor itu!"

"Oke ... oke. Sorry! Swear deh, janji aku gak akan seperti lagi." Shawn berkata sambil mengangkat kedua jari tangan kanannya ke arah Laurene.

"Sebagai permintaan maaf, gimana kalo aku mengantarmu pulang?"

"Ga mau!"

"Tidak baik cewek pulang sendirian apalagi sudah hampir malam seperti ini."

"Gapapa, aku bisa pulang sendiri. Aku sudah biasa kok pulang sendiri lagipula rumahku kan tidak terlalu jauh dari sini."

"Tapi bagaimana kalau kamu sedang jalan sendirian tiba-tiba didatengin beneran sama komplotan geng motor itu."

Kamu coba nakut-nakutin aku ya? gumam Laurene.

Laurene kepikiran dengan perkatan Shawn, ia melihat langit sudah mulai gelap. Apalagi ia pulang naik bus, gimana kalau bus lama datangnya dan gang motor itu beneran ada. Mau ga mau akhirnya ia menerima juga tawaran Shawn itu. Ia tidak mau sampai didatengin komplotan geng motor itu. Serem.

Ya udahlah, aku terima tawaran Shawn

"Gimana? Udah malem lho ini, masa masih mau pulang sendiri?

"Oke deh Shawn, aku terima tawaran kamu, tapi jangan ngebut ya."

"Oke, siaap!"

"Pegangan Laurene, biar gak jatuh."

" Iya, aku pegangan kok ini."

"Pegangan aku aja, Laurene."

"Ih apaan sih Shawn! Ga mau ah."

"Yeah dibilangin, kalo jatuh gimana?"

"Makanya kamu jangan ngebut. Aku pegang kok ini, aku pegang belakang motor aja."

"Oke, kita jalan sekarang ya."

"Oke."

Shawn pun melajukan motornya, menembus jalan yang padat dan ramai oleh mobil dan motor.

"Ren, nanti di depan kita berhenti dulu sebentar ya."

"Emang kamu mau ngapain, Shawn?"

"Tadi kan kamu kelelahan banget tuh karena lari, kita beli minuman dingin dulu ya."

"Eh, ga usah Shawn. Ga usah, aku ga haus kok."

"Tapi aku mau beliin kamu minuman dingin, Ren."

"Ga usah Shawn, beneran aku ga haus."

"Gapapa Laurene, anggap saja ini sebagai tanda permintaan maaf dariku." Tanpa menunggu persetujuan Laurene, Shawn pun berhenti di depan minimarket di hadapan mereka.

"Kamu tunggu di sini ya, biar gak capek. Aku mau beli minuman dulu, kamu mau apa?"

"Oke Shawn, ya udah deh. Aku air mineral aja."

"Oke. Tunggu bentar ya, aku akan segera kembali."

"Oke."

Ia masih duduk di atas motor Shawn sambil menengok ke atas, di langit sore itu tampaklah pemandangan cantik di atas sana, langit sudah berganti menjadi warna oranye bercampur mera, langit senja yang indah.

Seketika ia teringat akan hari-hari yang selalu ia lewati bersama Tony di kala langit sedang merona di saat senja indah seperti ini. Menyusuri jalan depan sekolah saat langit merah. Berdesakkan dalam bus kota sambil menatap langit senja. Laurene teringat pula saat masih anak-anak Tony selalu datang ke rumahnya, menarik tangannya dan mengajaknya berlari keluar rumah hanya untuk melihat langit senja yang warnanya oranye bercampur merah seperti ini. Mereka sangat senang dan gembira saat itu.

Kenapa kita sekarang jadi seperti ini ya, Ton?

Laurene tiba-tiba merasa kangen masa-masa dimana mereka bersama. Laurene ingat Tony pernah mencuri mangga tetangga dan memberikan mangga itu untuknya. Lalu mereka dikejar anjing pemilik pohon mangga itu lalu merekapun lari terbirit-birit naik ke atas pohon dan bersembunyi di atas pohon itu menunggu sampai anjing itu akhirnya pergi. Saat itu juga senja dan langit berwarna oranye merah. Merekapun sangat senang bisa melihat langit senja yang indah itu dari atas pohon. Tiba-tiba ia kangen kenakalan dan kegilaan mereka waktu itu, ia kangen pada Tony yang dulu.

"Ren ...."

"Ren, kamu kenapa?"

"Eh Shawn, kamu sudah lama di sini?"

"Baru saja. Apa yang sedang kamu pikirkan?"

"Tidak ada."

"Lagi mikirin Tony ya?"

"Ga kok, aku ga mikirin dia."

"Ren, maafin aku ya ... gara-gara aku tadi kamu jadi berantem sama Tony." Laurene pun kaget karena Shawn tau tadi dia bertengkar dengan Tony.

"Sebenarnya aku ga sengaja sempat dengar sih saat kamu dan Tony tadi berantem."

"Jangan dengerin apa kata Tony ya, Shawn. Bukan karena kamu kok. Dia hanya salah paham aja."

"Dia pacar kamu ya?"

"Dia sahabatku dari kecil, rumah kami berdekatan."

"O gitu ya, maafin aku ya."

"Jangan minta maaf, kamu tidak salah apa-apa kok."

"Eh ya, ini minuman kamu Laurene."

"Makasih ya, Shawn."

"Iya, sama-sama."

"Oh ya, kamu kenapa pulang sesore ini?"

"Aku tadi ada ekskul padus."

"Oh, kamu ikut ekskul padus ya?"

"Iya, kamu sendiri kenapa pulang sesore ini?"

"Hari ini aku ada ekskul basket."

"Benarkah? Aku tidak melihat kamu tadi."

"Mungkin pas kamu lewat aku sedang di gudang menaruh bola."

"Oh begitu."

"Hebat kamu. Padahal hari ini kan hari pertama kamu sekolah di sini, tapi kamu sudah ikut ekskul aja."

"Jadi siswa aktif bukannya bagus ya?"

"Hehe, iya sih. Bener juga apa kata kamu."

"Selain basket, kamu ikut ekskul apa Shawn? "

"Mungkin taekwondo sama padus."

Seketika ia terdiam. Bagaimana kalau Shawn nanti satu ekskul dengannya? Pasti Tony bakal ngamuk-ngamuk ga jelas lagi, tapi kan memang ekskul terbuka untuk siapa saja jadi ia tidak berhak melarang Shawn untuk ikut ekskul padus. Bukannya bagus kalau Shawn satu ekskul dengannya jadi padus mereka bakal tambah bagus dong, kelihatannya suara Shawn bagus.

"Kita jalan lagi ya Ren, sudah mulai gelap nih."

"Oke deh."

Merekapun melanjutkan perjalanan mereka, menyusuri sepanjang jalan yang masih saja ramai, tapi di tengah jalan tiba-tiba ada sebuah motor di depan mereka yang ngerem mendadak. Laurene pun tanpa sadar refleks langsung memeluk Shawn.

"Maafkan aku Laurene, ini karena motor di depan itu." Laurene pun tersadar dan dengan cepat menarik tangannya kembali.

"Ya, gapapa. Bukan salahmu."

Sepanjang perjalanan itu mereka hanya diam, yang terdengar hanyalah suara knalpot motor Shawn yang mengeluarkan bunyi yang mederu-deru, aneh ya ... kenapa motor Shawn ini suara nya berisik amat ya, tapi tanpa disadarinya ia mulai berdamai dengan suara motor Shawn yang berisik ini. Akhirnya motor Shawn pun berhenti juga di depan rumahnya.

"Terima kasih ya Shawn, sudah nganter aku."

"Sama-sama Ren. Aku langsung pulang aja ya."

"Oke Shawn. Hati-hati ya, jangat ngebut."

"Oke Laurene. Sampai jumpa besok."

"Sampai jumpa besok."

Shawn tersenyum dan menutup kaca depan helmnya. Motor Shawn bergerak menjauh dan menghilang di antara keramaian motor dan mobil. Ia pun melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah putih di hadapannya. Halamannya ditanami bunga-bunga yang cantik, bunga-bunga kesayangan mama. Laurene pun mulai mencari mama.

"Kok pulangnya malam, sayang?"

"Maaf ya ma. Hari ini kan ada ekskul padus."

"Oh iya, mama lupa ada ekskul padus ya. Tadi pulang sama siapa nak? SamaTony ya? Tony nya mana?"

"Aku tadi ga pulang sama Tony, ma."

"Terus pulang sama siapa, nak?"

"Sama teman aku, ma."

"Sella ya?"

"Bukan ma."

"Cowok atau cewek?"

"Cowok ma, namanya Shawn."

"Ciee ... teman baru ya. Baru denger namanya. Iya deh, anak mama kan sekarang sudah gede."

"Ah mama, apaan sih! Cuman temen doang."

"Ganteng engga?"

"Iiih mama! Kok nanya nya gitu sih? Udah ah, aku mau mandi dulu."

Ia pun segera berlari masuk ke kamarnya, dan mama pun hanya tersenyum.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status