Share

Taman

Hal yang biasa sekarang suatu saat akan jadi kenangan luar biasa yang tidak bisa lagi diulang. Karena porsi dan kerjanya hanya untuk berada di masa lalu.

"Hampir saja", ucapku dengan napas yang tersengal-sengal karena hampir saja terlambat dan berdiri tepat di luar gerbang sekolah.

"Pak... buka dong pak", 

Terdengar suara Ian dari belakangku. Dia terlambat beberapa detik setelah  gerbang sekolah ditutup. Tampak napasnya yang ikut ngos-ngossan kemudian melihatku. Mendengar itu, pak satpam menghiraukannya saja kemudian berlalu  meninggalkan kami berdua.

"Terlambat, hampir saja tadi bisa masuk loh padahal."

"Iya namanya juga usaha, udah lari tetap aja terlambat. Al bantuin aku dong"

Melihat di sekitarku tidak ada guru dan satpam, Ian mencoba membujukku untuk membantunya sebelum jam pelajaran di kelas mulai. Tetapi gerbangnya sudah di gembok sama pak satpam yang pergi melewatiku tadi.

"Gimana mau bantuin, pagarnya di gembok"

"Al, lewat pintu rahasia, bantuin please" pinta ian memohon padaku, supaya aku membantunya.

"Emang dimana? perasaan pintu cuman satu deh."

"Bisa Al, ada tapi harus dibantu sama kamu dari dalam."

Aku pergi mengikuti arahan Ian tentang pintu rahasia yang dia maksud. Jalannya lumayan banyak rerumputan dan terlihat jarang dilewati oleh yang lain.

"Al, kamu ambilkan kursi plastik yang ada di dekat pohon cemara sana Al" Ian berbisik dari sebelah tembok pembatas sekolah.

"Mana, ga keliatan sama aku?"

"Cantik, coba diliat baik-baik yah. Ada di belakang pohonnya di sembunyiin"

"Iya ketemu, terus?"

"Kamu lempar ke luar, tapi ga dilempar juga yah pelan-pelan. Aku sambut dari sini"

Setelah mengikuti apa yang Ian bilang. Kemudian dia memanjat tembok yang lumayan tinggi dibandingkan tinggi badanku . Dia pun langsung menjangkau kursi yang dia pakai untuk bisa melewati tembok. 

"Dah.., makasih ya Al"

"Ya udah sekarang buru, bentar lagi masuk kelas"

Kami berdua langsung berlari-lari pelan, supaya tidak ketahuan melewati pintu rahasia yang ditunjukkan Ian padaku tadi. 

Awal sekolah yang cukup tegang. Lagi-lagi jangan deh sampai terlambat gini ucapku dalam hati. Masih dalam suasana ngos-ngosan. Sesekali aku melihat Ian yang sudah kembali membaringkan kepalanya di meja. Rasa ambisiusnya dalam pelajaran memang sangat minim sekali. Hampir di semua pelajaran dia bakalan memilih tidur daripada menyimak guru.

Hanya satu pelajaran yang tidak pernah aku lihat dia tidur dan mengabaikkannya yaitu pelajaran sejarah. Jiwa sejarawannya lebih membuatnya menggebu-gebu dari pada topik pelajaran lain.

******

"Pagi, Ibuk!!" sapa ku sambil memeluk Bu Iem - si penjual nasi goreng di kantin- dari belakang.

"Aih,, Si cantik, udah jarang kesini kemana aja"?

"Masa bu?, baru kemarin deh rasanya " jawabku sambil tertawa pada Bu Iem

"Yang biasa neng?"

Aku menggangguk menjawab pertanyaan Bi Iem. Kemudian Nana dan Rumi sudah sedia menyeruput teh manisnya masing-masing. Mencamil kerupuk yang tidak perlu membuat kami keluar uang untuk sarapan. 

Tidak beberapa lama saat kami duduk, bahkan nasi goreng yang kupesan belum siap. Ian datang dengan Angga menghampiri kami. 

"Boleh duduk?" ucap Ian meminta izin untuk bergabung dengan kami.

"Boleh.. boleh.." jawab Arum dengan semangat. Kemudian aku hanya tersenyum menatap Ian menandakan  aku setuju kalau dia mau bergabung dengan kami untuk sarapan.

"Rombongannya mana nih, satu lagi?" angga bertanya kepada kami tentang satu orang lagi yang biasa selalu terlihat bersama yaitu Tania.

"Ada di kelas, katanya lagi ada tugas yang lagi dia kerjakan" jawab Arum

Aku yang dari tadi memilih diam dan Ian pun juga begitu yang duduk di sampingku. Dia lebih asik menikmati mie rebus yang barusan dia pesan. Setelah beberapa saat bel sekolah berbunyi kami langsung pergi ke kelas.

"Aline, Rian kalian dicari Pak Andre di suruh ke kantor" ucap seseorang teman kelasku dengan nadanya yang membuatku panik. 

Aku bertanya-tanya dalam hati kenapa. Setiap yang murid yang dipanggil Pak Andre adalah muridnya yang punya masalah di kesiswaan. Jadi setiap mendengar nama itu, semuanya akan langsung paham bahwa ada hukuman yang akan menantinya di kantor kesiswaan sana.

"Jangan panik, kan ada aku" ucap Ian sambil melihat wajahku yang sudah pucat. 

Aku murid yang sebisa mungkin akan menghindari masalah di sekolah. Berusan dengan kesiswaan adalah hal yang tidak pernah aku putuskan jadi pengalaman.

"Iyaa ga panik..." jawabku membalas perkataan Ian. "Tapi sekarang jadi panik" ucapku lagi membantah perkataanku sendiri.

"Al, gapapa" ucap Ian sambil tersenyum padaku, memastikan hal ini tidak apa.

Sesampai di kantor, ternyata Pak Andre membahas perihal pintu rahasia yang kulewati bersama Ian tadi. Kami ketahuan melalui cctv sekolah yang tidak kuperhatikan tadi saat membantu Ian masuk. Setelah beberapa lama kena tegur, Pak Andre memberikan kami berdua hukuman untuk membersihkan taman sekolah yang kami lewati tadi.

Pintu rahasia yang aku dan Ian lewati dahulunya memang sebuah taman sekolah yang tidak terawat. Karena mungkin posisinya juga di bagian belakang sekolah, yang jarang sekali orang akan kesana kecuali murid terlambat yang mengupayakan dirinya agar bisa masuk sekolah tanpa melewati pagar.

"Maaf ya Al, gara-garaku kamu..."

"Huss, gapapa. Lagian aku juga mau bantu kamu." jawabku meyakinkan Ian supaya membuang jauh-jauh rasa tidak enaknya.

Kami menikmati waktu hukuman dengan sesekali bercanda agar tidak suntuk. Ian sesekali menunjukkan hal konyol padaku agar membuatku tersenyum. Karena dari tadi wajahku yang sudah butek termakan kata hukuman.

"Al, sini deh kamu..." 

"Kenapa, ada ulut?, gamau!"

"Bukan Aline, sini dulu"

Ian menunjuk sesuatu yang tidak kelihatan bagiku karena rumput-rumput liar disini juga cukup tinggi. Dia terus meyakinkan supaya aku tidak ragu menghampirinya. Seolah dia hanya berniat menunjukkan hal yang mesti aku lihat.

"Wah ada lavender?"

"Iyah lebih tepatnya bayi lavender. Bukan ulatkan"

Aku memandangi bayi bunga lavender yang masih kecil itu. Dia tumbuh di tengah-tengah semak belukar dan rumput liar lainnya. Sesuatu yang sangat tidak diduga,  bahwa di taman yang tidak terawat dan terlihat seram ini tumbuh bunga secantik ini.

"Kecil sekali, tapi dia sudah sangat cantik dan lucu"

"Kamu tahu arti dari bunga lavender ga Al"

"Eh ada artinya, aku melihat bunga ya dari cantiknya aja"

"Ada dong Al, kadang ketika kita tahu arti dari bunga ini. Semakin dalam rasa jatuh cinta padanya. Bunga merupakan salah satu cara bagi seseorang untuk menyampaikan perasaannya kepada orang lain. Setiap bunga memiliki makna yang mendalam dan dapat dijadikan salah satu alternatif untuk menyampaikan sesuatu yang mungkin kita malu atau enggan untuk mengatakannya secara langsung"

"Itu artinya?"

"Bukan Aline, itu baru argumenku kenapa bunga perlu kita tahu maknanya.  Lavender punya makna melambangkan cinta, kesetiaan dan keanggunan."

"Wah dalam sekali maknanya. Karena ini masih kecil, aku mau dia bisa tumbuh besar. Kita bersihin semua yang disekitar dia yah"

"Oke siap laksanakan Bu" ucap Ian sambil memegang cangkulnya dari tadi.

Kami menghabiskan waktu hampir dua jam lamanya untuk membersihkan taman ini. Hukuman yang tadi membuatku sedikit kesal sekarang berubah menjadi hal yang menyenangkan ketika bertemu dengan bunga lavender tadi.

Taman yang sudah cukup bersih setidaknya tidak menghalang pertumbuhan si bayi kecil tadi. Aku tersenyum melihat bunganya menjadi pusat mataku dari jauh. Karena semua rumput-rumput liar yang menghalangi tadi sudah hilang.

Setelah selesai membersihkan taman, kami berdua ke kantin untuk menyeruput teh es manis dingin setelah cukup berkeringatan dan juga lelah membersihkan tamannya. 

"Kamu kok bisa tahu tentang bunga, jarang-jarang kan ada cowok paham soal bunga"

"Mamaku penjual bunga. Setiap liburan sekolah aku selalu membantunya di toko. Jadi mau gak mau juga aku pasti paham tentang bunga dan maknanya. Lagian juga setiap orang mau beli bunga kadang suka nanyain bunga apa yang pas dengan momennya."

"Wah, pasti seru sekali bisa melihat bunga yang indah dan beragam setiap saat"

"Ya ga setiap saat juga Aline"

Ian menceritakan momen apa yang dia kerjakan kalau sedang liburan sekolah. Segala hal yang dia ceritakan sangat menarik dan tidak aku sangka dia anak yang rajin membantu mamanya. Sedangkan aku hanya anak Bunda yang selalu disiapkan segalanya dan kerjaanku kalau pulang ke rumah hanya mengisi waktu berantem dengan abang.

*******************

Terimakasih yang sudah mau membaca cerita ini,

Maaf untuk segala kekurangan

penulisan, maklum penulis pemula yang akan terus belajar dan memperbaiki

agar menuju kata sempurna.

Bantu cerita ini dengan cara vote dan comment ya, jangan lupa.

With Love, Aponi line❤️

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status