Share

2

Penulis: Woodsly
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-20 14:49:00

“Semuanya lenyapkan barang bukti ini. Pertemuan aliansi berikutnya aku akan mengejutkan kawan kita dengan aku muncul hidup-hidup.” Perintah Maria. “Kamu, Ratha ikut aku pulang. Kamu sudah tidak punya tempat untuk pulang kan?”

“Baik.” jawab Ratha dengan menurut.

“Kamu penurut sekali. Apa kamu didik oleh Herman untuk tidak melawan?” tanya Maria.

Ratha tidak menjawab dan berdiri di depan Maria. “Aku tidak bisa menjelaskannya.”

“Yah aku sudah tahu dari beberapa bekas luka pada dirimu.” Jawab Maria. Mereka berdua menuju ke mobil pribadi milik Maria. “Supirkan, aku tidak bisa menyetir akibat tanganku ini.”

“Baik.” jawab Ratha. “Ke rumah sakit lagi?”

“Rumah. Ikut GPS yang ada di mobil.” Jawab Maria.

“Baik.” Ratha kemudian terdiam.

“Seperti robot saja.” gumam Maria.

“Mohon maaf, kebiasaan saya waktu di militer dahulu.” Balas Ratha. “Aku akan mencoba tidak berbicara formal di depanmu.”

“Itu lebih baik.” Maria membalas. “Kasus kematian keponakanmu ini pasti tidak akan ditangani polisi.”

“Benar sekali. Herman sudah terkenal menyogok kepala polisi di sini.” Kata Ratha. “Aku sendiri yang memimpin negosiasi suap tutup mulut aparatnya.”

“Kalau begitu kamu bisa membantuku berarti? Aku ingin menjual beberapa narkoba kepada anak sekolah. Kamu bisa mengurusnya?” tanya Maria.

“Bisa.” Jawab Ratha. “Berarti kita akan menyenggol keluarga Retjo. Apakah Anda siap untuk merebut bisnis mereka?”

“Belum, kita buat geng baru saja di anak-anak sekolah itu. Setelah terkumpul dan mereka kuat. Barulah kita gunakan mereka untuk menyerang Retjo dkk.” Kata Maria.

Mobil mereka berhenti di perempatan lampu merah. Suasana dalam mobil menjadi hening lagi. melihat seorang pengemis di tepian jalan. Hati Maria tergoda untuk memberikan bantuan.

“Lampu merahnya berapa lama lagi?” tanyanya.

“Seratus tiga puluh detik lagi.” jawab Ratha.

Maria turun dari mobilnya dan memberikan uang senilai 200rb kepada pengemis itu. Lalu dengan cepat ia kembali ke dalam mobil. Dibukanya ponselnya dan barulah teringat kalau malam ini dia akan makan malam dengan orang tuanya.

“Carikan salon terdekat, Ratha. Aku lupa di rumah akan ada acara.” Maria menyenggol bahu Ratha. “Dekat hotel di depan itu adalah langgananku. Kamu ikutlah juga, kamu harus berganti pakaian yang bagus juga.”

“Kenapa?” tanya Ratha. “Aku akan menunggu di luar hingga kamu selesai.”

“Aku akan memperkenalkanmu kepada orang tuaku.” Jawab Maria. “Daripada aku harus bertemu dengan calon jodoh yang dibawakan oleh mereka.”

“Ah begitu.” Kata Ratha. “Baik.”

“Ubah penampilanmu juga. Potong rambut gondrongmu itu dan kumis, serta janggut. Untuk mengubah muka bisa operasi plastik nantinya.” Kata Maria.

Dua puluh menit kemudian mereka sampai di depan salon langganan Maria. Mereka berdua turun dari mobil mereka dan Maria mendahuluinya untuk masuk ke dalam salon tersebut. Setelah mengisi meteran parkir per jam, Ratha barulah mengikuti Maria untuk masuk ke dalam salon.

Terlihat Maria sudah memulai sesi perawatannya dahulu. Ratha diarahkan untuk duduk di sebelah Maria. Rambut gondrongnya dipotong cepak, kumis dan janggutnya habis bersih dicabut dengan lilin.

“Nah bagus.” Puji Maria.

“Te-terima kasih.” Jawab Ratha tersipu.

“Dari reaksimu. Kamu seumur hidup belum pernah mengalami pujian?” tanya Maria.

“Bisa dibilang begitu. Seseorang dulu mengajariku kalau menjadi laki-laki tidak boleh haus akan pujian.” Jawab Ratha. Sembari menunggu Maria selesai perawatan rambutnya, Ratha keluar untuk mencari minuman.

“Mau ke mana? Tidak boleh kalau tidak bersamaku.” Sergah Maria.

“Baiklah.” Ratha kembali duduk di kursi salon. Tiga puluh menit kemudian, Maria selesai dan mengajak Ratha untuk melanjutkan perjalanan kembali. Setengah jam kemudian lagi mereka sampai di parkiran rumah Maria.

“Kedua orang tuaku sudah ada di sini. Ingat, jangan bicarakan apapun soal bisnis gelapku. Anggap saja aku mempunyai bisnis percetakan dan kamu sekretarisku. Ah tidak, ajudan pribadiku saja.” kata Maria, selangkah ia turun dari mobil.

Beberapa pria bersenjata mengepung mereka. Mereka muncul dari semak-semak dan memaksa Maria dan Ratha untuk menyerah. Ratha keluar dari mobilnya, kedua tangannya terangkat ke atas.

“Apa ini? Kalian suruhan siapa?” tanya Maria dan mengangkat tangannya ke atas.

Sekawanan pria itu menyuruh Maria untuk masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu, semua keluarga Maria telah ditawan dan ditodong senjata. “Ayah, ibu!”

“Maria! Siapa mereka? Polisi? Kenapa polisi ada di rumahmu?” tanya ayahnya.

“Mereka bukan polisi. Mereka prajurit bayaran.” Jawab Maria. “Siapa yang menyewa kalian?”

Dua buah tembakan mengenai kedua orang tua Maria. Ratha yang melihat itu mencoba melawan dan menyerang orang yang menodongnya. Direbutnya pistol yang ada di pinggang orang itu dan menembak kedua orang yang menawan Maria.

“Lari dan bersembunyi! Panggil anak buahmu!” Ratha beradu tembakan dan memberi waktu bagi Maria untuk bersembunyi. Ratha melihat ada sebuah meja yang kelihatannya cukup tebal untuk menahan peluru. Dilemparnya vas bunga yang ada di meja itu kepada mereka untuk membuat distraksi. Semuanya berlangsung begitu cepat, para mafia itu terkejut.

“Kenapa kamu berkhianat Hantu Abu-Abu? Bos sedih melihat anjing setianya memberontak!” teriak salah satu di antara mereka.

Ratha melihat magasin peluru pistol yang ia curi. Hanya tersisa sedikit, dengan hati-hati ia merangkak dan tidak menimbulkan suara untuk mengambil senapan serbu milik orang yang tewas.

“Hei dia tidak menjawab. Coba cek di balik meja itu. Apa dia terkena tembakan?” perintah seorang mafia.

Seseorang mendekati posisi Ratha bersembunyi dibalik meja ruang tamu yang terbuat dari baja yang dibalik ke samping. Ratha memukul kepalanya dengan pukulan undercut. Digunakannya tubuh orang itu sebagai tameng hidup dan menembaki anggota mafia lainnya.

“Sial! Tembak saja hingga tembus!” perintah orang yang memimpin mereka. “Bos akan sampai ke sini dengan bala bantuan kita.”

Mereka mulai menghujani peluru tubuh teman mereka yang digunakan tameng hidup oleh Ratha. Ratha mengambil granat dari sabuk orang itu dan melemparnya ke depan bersamaan dengan tubuh itu. Ratha kemudian berlarian masuk ke dalam ruangan lainnya.

Ratha mengunci pintu ruangan dapur dengan minibar itu dan mendorong sebuah kulkas untuk mengganjalnya. Dia berpikir cepat benda apa yang ada di dapur ini yang bisa dia gunakan untuk bertahan.

“Semoga Maria sudah bersembunyi di tempat aman.” Ratha bernapas terengah-engah. Dilihatnya ada tetesan darah di lantai. Sepertinya ada peluru yang menembus pahanya. Diambilnya kain dari meja dapur dibersihkannya dan dia balutkan untuk menutupi lukanya sementara.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Lavrinda Tersayang   47

    Melihat Ratha dan Agnes berhasil keluar dari laboratorium yang hancur. Herman mengambil radio komunikasinya dan menyuruh mereka berdua untuk ke arah helipad evakuasi. “Kalian berdua ke sini.”“Siap.” Balas Agnes dan menggendong Ratha yang terkapar.“Aku bisa berjalan sendiri.” Ratha menjatuhkan diri dari gendongan Agnes dan berusaha berdiri.“Tidak usah dipaksakan.” Kata Agnes, dia mengambil radio komunikasinya. “Ada yang bisa membantuku membawanya?”Para anggota medis laboratorium datang membawa tandu. Ratha dinaikkan ke atas sana dan mereka menuju helipad evakuasi. Di sana helikopter mereka bersiap untuk berangkat, Herman sedang berbicara dengan anak buahnya untuk mengatasi kejadian yang baru saja mereka buat.“Buat saja kalau ini bangunannya hancur karena ledakan bahan kimia. Jangan sampai pemerintah tahu. Presiden Adler juga jika bertanya apa yang terjadi jawab saja begitu.” Perintah Herman.“Baik.” jawab anak buahnya. Mereka kini menuju Kuba di mana di sana ada area rahasia perte

  • Lavrinda Tersayang   46

    Hari ini Ratha diminta Herman untuk ke laboratorium. Ratha sudah tahu pasti ini berkaitan dengan virus yang ada di dalam dirinya. Setelah berpamitan kepada Lavrinda, dari rumahnya Ratha menuju ke provinsi sebelah tempat laboratorium berada.Perjalanan ke laboratorium itu panjang dan sunyi, memberikan Ratha banyak waktu untuk merenung. Ia tahu bahwa di dalam tubuhnya terdapat Virus Adam, sebuah virus awal yang akan mengendalikan virus mayat hidup yang sedang dikembangkan oleh Herman, bos organisasi tempat Ratha berada. Ratha telah menerima nasibnya untuk dijadikan percobaan bagi organisasinya, karena dia merasa berutang budi kepada mereka yang telah memberinya kehidupan yang bagus.Saat tiba di laboratorium, suasana di sana terasa mencekam. Ratha berjalan melalui koridor-koridor dingin yang diterangi oleh lampu neon, hingga akhirnya tiba di ruang operasi di mana Herman telah menunggunya.“Selamat datang, Ratha,” sambut Herman dengan senyum dingin. “Kami sudah siap untuk tahap berikutny

  • Lavrinda Tersayang   45

    “Pikiranmu agak kosong, apa yang terjadi?” tanya Ratha saat Elaina menemuinya langsung.“Apakah ada kumbang di sekitar sini? Jika ia bisakah ke tempat yang steril?” balas wanita itu.“Di kantor yang ini tidak ada CCTV. Jadi aman saja.” jawab Ratha.Mereka duduk di meja yang dikelilingi oleh dinding kaca, pemandangan kota yang sibuk terlihat di luar. Sejenak, keduanya terdiam, seakan mencari kata-kata yang tepat untuk memulai percakapan yang sulit ini."Aku mendengar kabar tentang Lavrinda," Elaina memulai, matanya menatap lurus ke arah Ratha. "Selamat atas kehamilannya."Ratha terkejut sejenak, namun kemudian dia tersenyum tipis. "Terima kasih, Elaina. Aku tahu ini bukan kabar yang mudah untukmu."Elaina mengangguk, berusaha menahan gejolak emosi di dalam dirinya. "Aku senang untuk kalian berdua. Meski awalnya sulit, aku mencoba untuk menerima kenyataan ini.""Elaina, aku ingin kamu tahu bahwa aku sangat menghargai hubungan kita dulu. Apa yang terjadi antara kita tidak akan pernah aku

  • Lavrinda Tersayang   44

    Elaina dan timnya bersiap untuk menyerang markas Jose. Semuanya sudah terkoordinasi, persiapan mereka sudah seperti rencana dan berjalan dengan mulus. Elaina meniup peluitnya dan memberikan aba-aba untuk menyerang secara bersamaan.Dari udara bantuan dari BKDN berupa helikopter penyerbu menembakkan tiga buah roket untuk menghancurkan gerbang markas kartel Jose. Kemudian mereka menembaki garasi Jose yang berisi mobil-mobil dimodifikasi dengan senapan mesin.“Ayo serbu! Kita balaskan dendam rekan organisasi kita yang telah dibunuh oleh kartel ini!” perintah Elaina.Pasukan darat bergerak cepat, memanfaatkan kekacauan yang disebabkan oleh serangan udara. Elaina memimpin timnya dengan penuh percaya diri, gerakannya cepat dan pasti. Mereka memasuki kompleks markas melalui celah-celah yang ditinggalkan oleh roket. Dengan senapan di tangan, mereka maju melalui asap dan reruntuhan, mata mereka terfokus pada tujuan utama: menghancurkan kartel Jose.Pertempuran berlangsung sengit. Tembakan terd

  • Lavrinda Tersayang   43

    “Pagi,” Ratha mematikan alaramnya dan memeluk tubuh Lavrinda. Dipeluknya erat dan diciumnya leher istrinya itu. Lavrinda tertawa kecil-kecilan dan menjadi agresif.“Kamu mau melakukannya? Aku ingin cepat hamil.” Lavrinda berkata.“He? Tidak, aku hanya ingin membangunkanmu.” Ratha membalas.“Tapi aku mau!” Lavrinda bangun dan menaiki tubuh Ratha.“Kalau kamu memaksa. Lakukan sesukamu, hari ini kita tidak ada jadwal hingga siang hari.” Ratha mengalah dan menuruti keinginan istrinya.“Siang hari ini kita ada acara makan siang bersama para pejabat negara ya. Mereka meminta informasi penting dari kita soal urusan organisasi kita.” Kata Lavrinda. “Masih ada waktu bagi kita untuk bermain.”Lavrinda mencium bibir Ratha dengan ganas. Pria tersebut terdiam dan membiarkan kekasihnya melakukan semuanya. Lavrinda mengambil obat perangsang dan meminumkannya secara paksa pada kekasihnya yang dicintai itu.“Jangan kasar-kasar.” Pinta Ratha.“Kamu sudah tahu jawabanku kan?” tanya Lavrinda. “Tentu saja

  • Lavrinda Tersayang   42

    Elaina mempersiapkan barang-barangnya bersama Mai. Mai membantunya menaikkan peralatan ke dalam mobil van mereka. “Kehormatan bagiku bisa bertugas langsung bersama legenda organisasi."“Maaf karena aku menggunakan inisial nomormu, 05.” Tambahnya.“Ya, tidak apa-apa. Ke sini Mai, kita akan membuat rencananya dan mereview ulang rencananya.” Elaina menyuruh Mai untuk mendekat ke papan tulis putih yang ada di ruangan persenjataan ini.“Nama target kita Jose Luizzo beserta keluarganya. Sang ayah Jose, merupakan kartel rival kita di sini. Menggunakan anaknya sebagai kampanye anti narkoba dia kemudian menjual narkoba dilabeli obat sehat kepada masyarakat.” Kata Elaina.“Cukup menarik. Menipu masyarakat dahulu, lalu membunuh mereka perlahan dengan narkoba.” Kata Mai.“Biro Keamanan Dalam Negeri meminta bantuan organisasi kita untuk melenyapkannya. Karena kita sedang bekerja sama dengannya. Mereka menginginkan Jose hidup-hidup, tapi perintah dari Bos Herman kita adalah membunuhnya. Jadi bagaim

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status