Share

3. Dua Puluh Tahun Berlalu

Dua Puluh Tahun Kemudian

Tanaka sedang bertarung dengan Sa, Si, Su dan Se di dalam hutan rimba itu. Sekarang dia sudah berumur hampir dua puluh tahun. Wajahnya memakai topeng kayu yang dibuat oleh Sa untuknya, topeng yang digunakannya sehari-hari. Sementara untuk merampok, Sa sudah menyiapkan topeng khusus untuknya. Topeng kayu yang diwarnai dengan warna hitam dari arang.

Tanaka melompat dengan cepat ke atas hampir sejajar dengan dahan pohon yang paling bawah. Tak lama kemudian dia berputar lalu menggunakan jurus tendangannya hingga empat sekawan itu terpelanting jauh ke belakang.

“Hahaha! Aku bilang apa? Ayah dan Paman ke satu, ke dua dan ke tiga tidak akan bisa menyaingi kehebatanku!” ucap Tanaka dengan sombongnya.

Sa bangkit dengan emosi. Begitupun dengan Si, Su dan Se. Mereka saling menatap dengan raut kesalnya.

Si mencoba bangkit. “Sombong sekali anak itu! Dia pikir siapa yang mengajarinya ilmu bela diri?! Aku!” geram Si. Tubuh gemuknya hampir saja oleng saat menghentakkan kaki ke tanah malah menginjank batu. Untung saja dia langsung melakukan gerakan untuk menyeimbangkan tubuhnya.

“Kau hanya mengajarkan jurus pertama saja, selebihnya dia mendapatkan jurus tendangan itu dari aku!” protes Su hingga terlihat jelas keompongannya.

“Yang paling membuat dia hebat begitu adalah aku!” protes Se. “Paman ke tiganya! Aku yang mengajarkan teknik tenaga dalam padanya!” Kepala botaknya tampak berkilau terkena sinar matahari dari sela dedauan di atasnya.

Sa geram melihat mereka malah berdebat.

“Sudah-sudah! Sekarang yang harus kita pikirkan bagaimana mengalahkan anakku! Kalau dia menang terus begini, bisa-bisa dia tidak mau berbakti lagi padaku!” geram Sa.

Tanaka yang mendengarnya malah tertawa.

“Ayo ayah! Ayo paman-pamanku! Aku tidak sabar membuat kalian cedera!” sombong Tanaka.

Mendengar itu Empat sekawan semakin geram. Mereka pun terbang dengan jurus meringankan tubuhnya ke arah Tanaka lalu mendarat tepat di hadapan, belakang dan samping kiri kanan. Kini Tanaka dikelilingi oleh empat sekawan itu.

“Kenapa diam? Takut?” ledek Tanaka.

Empat sekawan semakin geram. Mereka bersiap mengeluarkan jurus masing-masing. Saat mereka hendak menyerang, Tanaka malah menghilang. Semua saling menatap dengan heran.

“Kemana dia?” tanya Sa bingung.

“Ini gara-gara kakak pertama mengajarinya jurus menghilang!” geram Se pada Sa.

“Kenapa aku disalahkan?! Bukannya kalian yang memintaku untuk mengajarinya ilmu yang paling tinggi aku miliki?” protes Sa.

“Sudah-sudah! Cari anak sombong itu! Nanti bisa-bisa dia menyerang kita dari belakang!” pinta Si.

Semuanya pun mencari-cari keberadaan Tanaka. Merika tidak melihat Tanaka di mana-mana. Tiba-tiba terdengar suara tawa di atas pohon sana.

“Hahaha! Ayo lawan aku di sini kalau bisa!” tantang Tanaka.

Empak sekawan melotot ke arah Tanaka yang nangkring di atas pohon sana. Mereka pun langsung terbang menggunakan jurusnya. Setibanya mereka di sana, Tanaka kembali mehilang. Semua kaget lalu kembali mendarat ke atas tanah. Seketika sebuah tinju mengenai dada masing-masing lalu semuanya kembali tersungkur.

Tanaka kembali tertawa meledek. Sa yang sangat geram karena terpancing emosi terus akhirnya mengeluarkan tenaga dalamnya lalu mengarahkannya ke Tanaka. Dengan cepat Tanaka menghindar hingga cahaya tenaga dalam itu mengenai batang pohon hingga batang pohon itu meledak lalu tumbang.

Tanak terkejut melihatnya. Sa bangkit dengan senyum penuh kemenangannya.

“Saaaaaaa!!!!”

Suara teriakan seorang perempuan itu membuat semuanya terkejut. Rupanya Laras istri Sa sudah berdiri bekacak pinggang dengan mata melotot geram. Sa langsung ciut melihatnya.

“Siapa yang suruh ayah bertarung menggunakan serangan tenaga dalam?! Kalian cuman latihan! Kalau tenaga dalamnya mengenai tubuh Tanaka! Tanaka bisa celaka!” teriak Laras dengan marah.

“Benar, Bu! Ayah curang!” tambah Tanaka.

Sa melotot ke Tanaka. Laras semakin geram melihatnya.

“Saaaa?!”

Sa kembali ciut sambil menatap Laras. “Maaf, istriku, tadi tenaga dalam biasa saja kok. Itu tak akan membahayakan Tanaka,” ucap Sa.

“Tidak bahaya apa? Lihat saja pohon itu jadi tumbang karena serangan tenaga dalammu!”

Sa menunduk diam. Sementara Si, Su dan Se berpura-pura sibuk sendiri. Laras melotot pada mereka semua.

“Jangan pura-pura tidak ikut andil! Saya tahu kalian berempat sudah bekerjasama untuk menyakiti anak kesayanganku!”

Tiga sekawan langsung ciut mendengar itu. Laras langsung menarik tangan Tanaka.

“Ayo, Nak. Ikut Ibu. Kita kepasar sekarang! Ke depan jangan mau diajak latihan bertarung lagi sama ayahmu!” ajak Laras.

“Siap, Ibunda!” ucap Tanaka.

Tanaka pun mengikuti langkah Laras untuk keluar hutan. Tanaka menoleh ke belakang sebentar sambil menjulurkan lidahnya. Sa dan tiga sekawan melotot pada Tanaka. Saat Laras dan Tanaka menghilang, Empat Sekawan langsung duduk sambil memegangi bagian tubuh mereka yang kesakitan.

“Kalau tahu dia bakal lebih hebat dari kita, aku tak akan mungkin mau mengajarkan semua jurusku padanya,” ucap Sa sambil menguruti kakinya.

“Harusnya kakak pertama tak perlu protes begitu!” ucap Si.

“Kenapa?” tanya Sa.

“Semenjak dia hebat begitu, sekarang aksi perampokan kita bisa lebih cepat dari biasanya! Lihatlah ke dalam gua sana! Simpanan harta benda kita sudah menggunung karena Tanaka!” jawab Si.

Sa terdiam mendengar itu.

“Benar juga!” jawab Sa. “Bagaimana pun semenyebalkan Tanaka, dia anakku dan keponakan kalian semuanya!”

Semuanya pun terdiam mendengar itu.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Wahyu Mr
gimana rupanya seorang cowok julurkan lidah guna mengolok2......... kayak cewek aja.........
goodnovel comment avatar
ReniYuliani
seruuu,,,, berasa nonton film
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status