Share

5. Sebuah Rahasia

Tanaka dan Laras akhirnya menoleh ke belakang. Dia terkejut melihat seorang prajurit datang padanya dengan menaiki kuda.

“Aku mendapat pesan dari Putra Mahkota. Beliau mengatakan jika kamu ingin menjadi prajuritnya, silakan datang ke istana,” ucap Prajurit itu.

Tanaka ingin meludah mendengar itu. Namun dia menahannya khawatir membuat prajuritnya panah hati melihatnya.

“Ucapkan rasa terima kasihku atas tawaran Putra Mahkota. Aku akan berembuk dulu dengan keluargaku,” jawab Tanaka.

“Kami tunggu di istana,” pinta prajurit itu lalu bergegas memutar arah kudanya lalu pergi meninggalkan mereka di sana.

“Aku tidak mau menjadi prajurit istana, Ibu,” kesal Tanaka.

“Ibu juga tidak akan mengizinkanmu,” sahut Laras. “Ayo kita pergi!”

Tanaka pun mengangguk. Dia pun kembali memacukan kudanya dengan kencang menuju pasar.

***

Malam itu, Tanaka sedang makan malam bersama ayah, ibu dan ketiga pamannya. Mereka menikmati jagung rebus dan ayam bakar dengan lahap.

“Apa malam ini ayah akan berburu lagi?” tanya Laras pada suaminya.

Sa terdiam mendengar itu. Tanaka dan yang lainnya pun terdiam. Selama ini Laras tidak pernah tahu kalau suaminya dan adik-adiknya itu bukan berburu melainkan merampok. Laras hanya tahu kalau suaminya mencari uang dengan berburu lalu menjual hasil buruannya ke pasar atau ke pengurus dapur istana.

“Sebaiknya jangan melibatkan Tanaka dulu. Dia juga perlu istirahat,” lanjut Laras.

“Malam ini kita harus berburu, istriku. Kalau jerat-jeratku di dalam hutan sana dibiarkan begitu saja, nanti rusa-rusa itu akan diambil oleh pemburu lain,” jawab Sa berbohong.

“Iya, Ibu,” tambah Tanaka. “Ibu tenang saja. Aku tak akan kenapa-napa.”

Akhirnya Laras mengalah lalu menatap wajah Sa dengan terpaksa mengalah.

“Tapi jangan membuat Tanaka seperti tadi! Aku tak akan memaafkan ayah kalau terjadi apa-apa pada Tanaka,” pinta Laras.

“Ibu tenang saja! Setiap lelaki kalau sedang bertarung akan lupa saudara! Tapi di luar pertarungan dia tetap anakku, aku tetap ayahnya dan mereka ini tetap menjadi paman-pamannya,” jawab Sa.

Si, Su dan Se angguk-angguk sambil tersenyum. Tanaka tersenyum melihat tingkah ketiga pamannya. Dia tahu semua orang di sana sangat menyayanginya. Akan tetapi mendengar itu telah membuat dirinya merasa bersalah. Tanaka terpaksa ikut berbohong pada ibunya atas permintaan Sa. Sejak Tanaka tahu, bahwa mereka berasal dari Nusantara dan sengaja merantau ke sana untuk merampas kembali harta benda yang dicuri oleh kerajaan Manggala, Tanaka menjadi semangat ikut merampok dengan mereka. Dan dia pun bersedia merahasiakan itu pada ibunya karena memiliki alasan yang kuat.

Seusai makan malam itu, Laras pamit ke dalam mau tidur duluan. Dan saat Laras sudah tidur pulas, Sa mengajak semuanya untuk berunding di pondok kecil yang tak jauh dari rumah kayu mereka. Tempat biasa yang sering mereka gunakan untuk berbagi tugas ketika aksi perampokan hendak dijalankan.

Mereka semua sudah duduk bersila saling menghadap.

“Malam ini kita akan merampok di kediaman Tuan Kepala Wilayah,” ucap Sa.

Si, Su dan Se terbelalak mendengarnya.

“Apakah itu tidak bunuh diri?” tanya Si tak percaya.

“Kenapa harus bunuh diri? Kan ada aku, yang terhebat diantara ayah dan paman-paman semuanya,” sahut Tanaka dengan sombongnya.

“Sudah bisa mengalahkan kami belum berarti kau bisa mengalahkan prajurit penjaga di sana. Tuan Kepala Wilayah juga memiliki banyak pendekar yang menjaganya!” kesal Si.

“Sudah-sudah!” teriak Sa.

Si pun terdiam.

“Saya sudah punya strategi untuk melumpuhkan semua prajurit dan para pendekar di sana,” ucap Sa.

Semua tampak penasaran.

“Strategi bagaimana ayah?” tanya Tanaka penasaran.

Sa pun meminta semuanya mendekat padanya. Semua pun mendekatkan telinganya pada Sa. Sa langsung berbisik pada semuanya lalu setelah itu dia tersenyum.

“Bagaimana?” tanya Sa.

“Aku setuju, Ayah!” teriak Tanaka duluan. “Dan untuk menghadapi Tuan Kepala Wilayah itu, serahkan saja padaku! Biar aku yang menebas lehernya!”

Semua melotot pada Tanaka. Kali ini Sa geram mendengarnya.

“Turunkan sedikit kesombonganmu itu anakku! Kau tidak tahu siapa Tuan Kepala Wilayah? Dia itu pendekar sakti! Makanya diangkat istana menjadi Tuan Kepala Wilayah!” teriak Sa.

“Sesakti apapun itu aku tidak takut, ayah! Bukan kah jurus-jurus warisan dari Nusantara yang kalian ajarkan padaku sudah banyak melumpuhkan para pendekar hingga kita bisa menyimpan harta benda di dalam gua itu?” ujar Tanaka.

Sa menghela napas mendengar itu.

“Biar ayah saja yang menghadapi Tuan Kepala Wilayah! Kau membantu paman-pamannmu saja,” tegas Sa.

Akhirnya Tanaka mengalah.

“Yasuah, terserah ayah saja,” ucap Tanaka menahan sebalnya.

Sa pun berdiri.

“Kita bergerak sekarang juga! Dan kau anakku, jangan lupa mengganti topengmu!” pinta Sa.

Tanaka pun mengangguk. Mereka pun segera beranjak dari sana untuk bersiap menyergap kediaman Tuan Kepala Wilayah. Tanaka pun diam-diam memasuki kamarnya untuk mengganti topengnya. Setelah dia selesai mengganti topengnya, dia pun mengambil pedang di bawah ranjangnya lalu membawanya keluar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status