Share

5. Sebuah Rahasia

Author: Hakayi
last update Last Updated: 2022-06-21 04:08:48

Tanaka dan Laras akhirnya menoleh ke belakang. Dia terkejut melihat seorang prajurit datang padanya dengan menaiki kuda.

“Aku mendapat pesan dari Putra Mahkota. Beliau mengatakan jika kamu ingin menjadi prajuritnya, silakan datang ke istana,” ucap Prajurit itu.

Tanaka ingin meludah mendengar itu. Namun dia menahannya khawatir membuat prajuritnya panah hati melihatnya.

“Ucapkan rasa terima kasihku atas tawaran Putra Mahkota. Aku akan berembuk dulu dengan keluargaku,” jawab Tanaka.

“Kami tunggu di istana,” pinta prajurit itu lalu bergegas memutar arah kudanya lalu pergi meninggalkan mereka di sana.

“Aku tidak mau menjadi prajurit istana, Ibu,” kesal Tanaka.

“Ibu juga tidak akan mengizinkanmu,” sahut Laras. “Ayo kita pergi!”

Tanaka pun mengangguk. Dia pun kembali memacukan kudanya dengan kencang menuju pasar.

***

Malam itu, Tanaka sedang makan malam bersama ayah, ibu dan ketiga pamannya. Mereka menikmati jagung rebus dan ayam bakar dengan lahap.

“Apa malam ini ayah akan berburu lagi?” tanya Laras pada suaminya.

Sa terdiam mendengar itu. Tanaka dan yang lainnya pun terdiam. Selama ini Laras tidak pernah tahu kalau suaminya dan adik-adiknya itu bukan berburu melainkan merampok. Laras hanya tahu kalau suaminya mencari uang dengan berburu lalu menjual hasil buruannya ke pasar atau ke pengurus dapur istana.

“Sebaiknya jangan melibatkan Tanaka dulu. Dia juga perlu istirahat,” lanjut Laras.

“Malam ini kita harus berburu, istriku. Kalau jerat-jeratku di dalam hutan sana dibiarkan begitu saja, nanti rusa-rusa itu akan diambil oleh pemburu lain,” jawab Sa berbohong.

“Iya, Ibu,” tambah Tanaka. “Ibu tenang saja. Aku tak akan kenapa-napa.”

Akhirnya Laras mengalah lalu menatap wajah Sa dengan terpaksa mengalah.

“Tapi jangan membuat Tanaka seperti tadi! Aku tak akan memaafkan ayah kalau terjadi apa-apa pada Tanaka,” pinta Laras.

“Ibu tenang saja! Setiap lelaki kalau sedang bertarung akan lupa saudara! Tapi di luar pertarungan dia tetap anakku, aku tetap ayahnya dan mereka ini tetap menjadi paman-pamannya,” jawab Sa.

Si, Su dan Se angguk-angguk sambil tersenyum. Tanaka tersenyum melihat tingkah ketiga pamannya. Dia tahu semua orang di sana sangat menyayanginya. Akan tetapi mendengar itu telah membuat dirinya merasa bersalah. Tanaka terpaksa ikut berbohong pada ibunya atas permintaan Sa. Sejak Tanaka tahu, bahwa mereka berasal dari Nusantara dan sengaja merantau ke sana untuk merampas kembali harta benda yang dicuri oleh kerajaan Manggala, Tanaka menjadi semangat ikut merampok dengan mereka. Dan dia pun bersedia merahasiakan itu pada ibunya karena memiliki alasan yang kuat.

Seusai makan malam itu, Laras pamit ke dalam mau tidur duluan. Dan saat Laras sudah tidur pulas, Sa mengajak semuanya untuk berunding di pondok kecil yang tak jauh dari rumah kayu mereka. Tempat biasa yang sering mereka gunakan untuk berbagi tugas ketika aksi perampokan hendak dijalankan.

Mereka semua sudah duduk bersila saling menghadap.

“Malam ini kita akan merampok di kediaman Tuan Kepala Wilayah,” ucap Sa.

Si, Su dan Se terbelalak mendengarnya.

“Apakah itu tidak bunuh diri?” tanya Si tak percaya.

“Kenapa harus bunuh diri? Kan ada aku, yang terhebat diantara ayah dan paman-paman semuanya,” sahut Tanaka dengan sombongnya.

“Sudah bisa mengalahkan kami belum berarti kau bisa mengalahkan prajurit penjaga di sana. Tuan Kepala Wilayah juga memiliki banyak pendekar yang menjaganya!” kesal Si.

“Sudah-sudah!” teriak Sa.

Si pun terdiam.

“Saya sudah punya strategi untuk melumpuhkan semua prajurit dan para pendekar di sana,” ucap Sa.

Semua tampak penasaran.

“Strategi bagaimana ayah?” tanya Tanaka penasaran.

Sa pun meminta semuanya mendekat padanya. Semua pun mendekatkan telinganya pada Sa. Sa langsung berbisik pada semuanya lalu setelah itu dia tersenyum.

“Bagaimana?” tanya Sa.

“Aku setuju, Ayah!” teriak Tanaka duluan. “Dan untuk menghadapi Tuan Kepala Wilayah itu, serahkan saja padaku! Biar aku yang menebas lehernya!”

Semua melotot pada Tanaka. Kali ini Sa geram mendengarnya.

“Turunkan sedikit kesombonganmu itu anakku! Kau tidak tahu siapa Tuan Kepala Wilayah? Dia itu pendekar sakti! Makanya diangkat istana menjadi Tuan Kepala Wilayah!” teriak Sa.

“Sesakti apapun itu aku tidak takut, ayah! Bukan kah jurus-jurus warisan dari Nusantara yang kalian ajarkan padaku sudah banyak melumpuhkan para pendekar hingga kita bisa menyimpan harta benda di dalam gua itu?” ujar Tanaka.

Sa menghela napas mendengar itu.

“Biar ayah saja yang menghadapi Tuan Kepala Wilayah! Kau membantu paman-pamannmu saja,” tegas Sa.

Akhirnya Tanaka mengalah.

“Yasuah, terserah ayah saja,” ucap Tanaka menahan sebalnya.

Sa pun berdiri.

“Kita bergerak sekarang juga! Dan kau anakku, jangan lupa mengganti topengmu!” pinta Sa.

Tanaka pun mengangguk. Mereka pun segera beranjak dari sana untuk bersiap menyergap kediaman Tuan Kepala Wilayah. Tanaka pun diam-diam memasuki kamarnya untuk mengganti topengnya. Setelah dia selesai mengganti topengnya, dia pun mengambil pedang di bawah ranjangnya lalu membawanya keluar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   158. Akhir Kisah

    Bimala dan Pelayan Minun tampak gelisah menantikan Tabib Istana bersama tabib-tabib lain yang sedang membantu Sang Ratu untuk melahirkan itu. Akhirnya hari itu telah tiba. Sang Ratu pun tak bisa lagi menahannya karena waktu kelahiran anak keduanya itu telah tiba.Sementara Bimala dan Pelayan Minun belum mendapat kabar dari Tanaka. Mereka tidak tahu apakah Tanaka sudah berhasil atau belum membunuh Baluku hingga kutukan itu terlepas dan tidak akan dialami oleh bayi yang sedang berusaha dikeluarkan oleh para tabib itu.Tak lama kemudian terdengar suara tangisan bayi. Bimala dan Pelayan Minun tampak haru bercampur was-was. Mereka was-was jikalau bayi itu akan terlahir buruk rupa juga seperti Tanaka.“Oh anakku!” teriak Sang Ratu di dalam sana terlihat menangis haru.Bimala dan Pelayan Minun saling menatap dengan ragu.“Apakah bayi itu juga terlahir buruk rupa?” bisik Pelayan Minun dengan penasaran pada Bimala.“Aku tidak tahu, Bi,” jawab Bimala dengan berbisik juga.“Bimala, Pelayan Setia

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   157. Tanaka VS Baluku

    Baluku terbelalak ketika pulau yang menjadi tempatnya dikurung para dewa itu sudah dikelilingi kapal-kapal yang berisi pasukan dari Tanaka. Baluku kini berdiri di atas puncak batu karang yang paling tinggi. Matanya kini tertuju pada Tanaka yang berdiri gagah di samping Roh Panglima.“Kami sudah datang, Tuan Guru!” teriak Tanaka.Baluku kian geram mendengarnya.“Panglima dan prajurit-prajurit keparat! Kenapa kalian lebih setia pada muridku dibanding denganku yang sudah membangkitkan kalian dari alam roh hingga bisa hidup seperti manusia lagi?!!! Harusnya kalian berpihak padaku, bukan pada manusia buruk rupa itu!!!” teriak Baluku dengan geramnya.“Bukan kah Yang Mulia membangkitkan kami untuk setia pada Tuan Tanaka? Bukan pada Yang Mulia?” jawab Roh Panglima.Baluku kian geram mendengarnya. Baluku pun mengangkat tangannya. Seketika batu-batu kecil di atas permukaan karang itu terangkat lalu tak lama kemudian batu-batu kecil itu menyalakan api yang tampak panas.Tanaka dan Roh Panglima p

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   156. Tanaka VS Roh Hitam

    Pelayan Minun berteriak memanggil Bimala saat melihat Sang Ratu sedang kesakitan memegangi perutnya yang besar itu. Bimala bergegas datang dengan panik.“Yang Mulia!” ucap Bimala mendekat ke kasurnya. “Yang Mulia kenapa?”“Perutku sakit sekali, Bimala. Aku sepertinya hendak melahirkan.”Bimala dan Pelayang Minun pun panik mendengarnya.“Tolong panggilkan Tabib, Bi,” pinta Bimala dengan panik pada Pelayan Minun.“Baik, Nona.”Pelayan Minun pun bergegas keluar untuk memanggil Tabib. Bimala pun memegangi tangan Sang Ratu untuk menguatkannya.“Tunggu sebentar lagi, Yang Mulia. Sebentar lagi Tabib akan segera datang.”“Tapi bagaimana jika seandainya sekarang anak ini berhasil dilahirkan sementara Tanaka belum berhasil membunuh Baluku? Apakah kutukan itu akan menghilang jika setelah anak ini lahir, Tanaka baru bisa memusnahkan Baluku?” tanya Ratu dengan bingung sambil menahan sakit di perutnya.“Apapun yang terjadi, sekarang pikirkan saja kesehatan Yang Mulia Ratu dan anaknya nanti. Meskipu

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   155. Tanaka VS Karan

    “Bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Jabali dengan terbelalak tak percaya melihat dirinya, Tanaka, Roh Panglima dan para awak kapal layarnya sedang dibawa terbang berputar mengelilingi tentara mereka yang tengah bertarung di atas lautan itu.“Inilah kemampuanku sekarang, Jabali,” ucap Tanaka.Tanaka pun memandangi Roh Panglima.“Kau hadapai Panglima Setan itu dan aku akan menghadapi murid baru Raja Iblis itu,” perinta Tanaka pada Roh Panglima.“Siap, Tuan Tanaka!”Roh Panglima pun langsung terbang melesat menuju Panglima Setan untuk menyerangnya. Panglima Setan pun terkejut melihat kedatangan Roh Panglima yang tengah melesat ke arahnya itu. Dia pun lansung meninggalkan Karan di atas kapal itu kemudian bertarung dengan Roh Panglima di atas lautan itu dengan jurus meringankan tubuhnya.Sementara Karan di atas kapalnya itu terbelalak ketika mendapati Tanaka kini sudah berada di hadapannya. Karan mundur ke belakang karena ketakutan melihat wajah Tanaka yang menghitam. Dia seperti baru itu

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   154. Perang Satu Perguruan

    Tiba-tiba awak kapal tampak terbelalak ketika melihat kapal-kapal layar seperti menghadang di hadapan sana.“Tuan, Panglima! Tuan, Panglima!” teriak awak kapal itu.Tanaka dan Roh Panglima yang sedang berada di sisi kapal itu pun menoleh pada awak kapal itu.“Ada apa?” tanya Roh Panglima heran.“Di hadapan sana seperti ada puluhan kapal menghadang, Tuan,” jawab awak kapal itu.Roh Panglima dan Tanaka pun bergegas berjalan ke ujung kapal. Mereka berdua terbelalak melihat kapal-kapal di hadapan.“Tahan layarnya!!!!” teriak Roh Panglima saat melihat pasukan Karan tengah menghadang di hadapan sana dengan sepuluh kapal layar berkarangnya.Seluruh awak kapal Pasukan Tanaka pun mengatur layarnya agar kapal-kapal mereka berhenti berlayar. Saat kapal-kapal pasukan Tanaka berhenti, Tanaka berjalan ke ujung kapal lalu memperhatikan kapal-kapal pasukan Karan itu dengan jelas. Roh Panglima berdiri di sebelahnya.“Apakah benar yang berdiri paling depan di kapal layar terdepan itu murid baru Raja Ba

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   153. Menuju Baluku

    “Yang Mulia Ratu! Yang Mulia Ratu!” teriak pelayan setianya memasuki ruangan kediamannya. Dia tampak heran tidak melihat ada Ratu di sana.Sesaat kemudian Ratu tampak datang dari belakangnya.“Kau mencariku?” tanya Ratu heran.Pelayan Minun menatap Ratu dengan lega.“Bimala sudah datang, Yang Mulia!” ucap Pelayan Minun dengan lega.Ratu pun sangat senang mendengarnya.“Di mana dia sekarang?”“Dia ada depan gerbang kediamanmu ini, Yang Mulia,” jawab Pelayan Minum.“Suruh dia masuk! Tadi kenapa aku tidak melihatnya,” perintah Ratu.“Baik, Yang Mulia.”Pelayan Minun pun bergegas keluar dari ruangan itu. Ratu pun duduk di tempat duduknya dengan tidak sabar. Dia ingin tahu banyak bagaimana kabar Tanaka darinya. Tak lama kemudian Pelayan Minun datang bersama Bimala. Bimala langsung bersimpuh di hadapannya.“Maafkan aku, Yang Mulia,” ucap Bimala sembari meneteskan air mata. “Aku telah meninggalkan istanamu tidak pamit langsung di hadapanmu.”“Kau tak perlu merasa bersalah, Bimala. Sekarang c

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   152. Karan

    Baluku berdiri di hadapan seorang lelaki yang sedang berlutut padanya. Lelaki yang dahulu tidak sengaja terdampar di sana karena perahu yang dia naiki terpaksa pecah tergulung ombak hingga dia terdampar dan diselamatkan Baluku di sana. Dia menatap lelaki itu dengan lekat, dengan wajah tegasnya.“Hari ini kau telah berhasil mendapatkan semua ilmu dariku!” ucap Baluku padanya. “Kau sendiri yang bersedia memilih untuk menjadi muridku daripada mati di tanganku! Aku tidak pernah memaksamu untuk datang ke pulauku ini. Perahumu lah yang karam dan membuatmu terdampar di sini!”“Baik, Guru!” ucap Pemuda yang bernama Karan.“Dan untuk bisa bebas dariku,” lanjut Baluku. “Kau harus mendapatkan Pedang Perak Cahaya Merah itu dari mantan Muridku si Buruk Rupa itu. Aku merasakan pedang itu sudah ada pada dirinya saat ini. Dia tengah berada di negeri Nusantara.”“Baik, Guru,” sahut Karan sekali lagi.Baluku pun menatap sebuah kapal setan yang di atasnya sudah berdiri seorang Panglima Setan, Nakoda dan

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   151. Gerbang Peri

    Kapal-kapal yang dinaiki Tanaka bersama kaum Sakwa itu pun akhirnya berlabuh di pelabuhan Nusantara. Roh panglima bersama prajuritnya langsung menyambut kedatangan mereka. Bimala sudah tidak sabar lagi untuk segera bertemu dengan Tanaka. Begitu pun Sakwa. Dia ingin meminta maaf pada kaumnya yang telah meninggalkan mereka di negeri raksasa itu.Saat Tanaka dan kaum sakwa itu turun dari kapal layar masing-masing. Bimala langsung berlari menuju Tanaka lalu memeluknya dengan erat.“Apakah kau berhasil mengembalikan batu permata itu pada Yang Mulia Raja Sujana?” tanya Bimala penasaran.“Batu permata itu ternyata untukku, Bimala,” jawab Tanaka.Bimala terkejut mendengarnya. “Untukmu?”“Iya,” jawab Tanaka. “Raja Sajuna menghadiahkannya padaku! Dia tahu aku hendak membunuh Raja Iblis itu. Katanya batu permata itu akan sepadang dengan kekuatan yang dimiliki raja Iblis itu.”Bimala senang mendengarnya. Kini dia semakin tenang karena Tanaka akan memiliki kekuatan lebih untuk melawan Baluku. Dia

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   150. Tanaka Kembali

    “Ampun Yang Mulia! Jika kami memiliki kesalahan dan dosa hingga Yang Mulia berkunjung ke tempat sederhana kami ini, kami rela dihukum, Yang Mulia!” ucap ayah Numi yang tampak ketakutan melihat kedatangan Raja Saka yang secara mendadak itu.Begitu pun dengan Numi dan Ibunya, mereka pun memohon-mohon ampun pada Raja Saka. Raja Saka yang melihat itu tampak tidak enak hati dan merasa bersalah.“Berdirilah,” pinta Raja Saka.“Ampun, Yang Mulia. Berdiri di hadapan Raja adalah dosa besar bagi kami yang hanya sebagai rakyat jelata. Itu akan membuat leluhur mengutuk kami. Biarkan kampi bersimpuh begini Yang Mulia.”Numi dan Ibunya pun kembali memohon-mohon ampun pada Raja Saka. Sekarang Raja Saka tampak kebingungan sendiri. Dia pun menatap Panglimanya. Pendekar Penggebrak Bumi itu tampak kebingung. Dia tidak mengerti soal urusan asamara itu. Saat Raja Saja menatap Bari, Bari pun tampak mengangkat kedua bahunya. Sementara para warga di sekitar rumah Numi itu masih tampak berlutut di tempat masi

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status