Beranda / Fantasi / Legenda Sang Genius Immortal / 09. Zaman Kultivasi Kuno

Share

09. Zaman Kultivasi Kuno

Penulis: Bebby
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-14 04:45:26

Suara desir angin bergaung samar di telinganya. Perlahan, kesadaran Shin Tian mulai merangkak kembali dari kegelapan. Ia menggeliat pelan, tubuhnya terasa seperti dihantam batu besar—berat, nyeri, dan tak sepenuhnya berada di bawah kendalinya.

“Ugh… aku… ada di mana?” gumamnya pelan. Suaranya terdengar parau, seperti bisikan dari balik kabut tebal. Ia memejamkan mata sejenak sebelum mencoba membukanya.

Kelopak matanya terbuka perlahan, dan cahaya temaram yang hangat menembus pandangan yang masih buram. Pandangan itu menari-nari, bergetar, sebelum akhirnya mulai menetap. Aroma khas kayu tua, bercampur debu dan sedikit jejak dupa, langsung menyeruak masuk ke dalam hidungnya, menampar kesadarannya.

Ia tersentak.

Tempat ini jelas bukan halaman belakang kediaman Keluarga Shin yang ia kenal sejak kecil. Ruangan itu sempit, dikelilingi oleh dinding batu yang dihiasi relief-relief tua—ukiran yang tampak hidup dalam keremangan cahaya. Ukiran naga yang menggulung, simbol-simbol kuno yang asing tapi entah kenapa… terasa familier.

“Ha… haha… aku berhasil…” bisiknya, lalu suara itu berubah menjadi tawa lirih yang menggigil. "Aku benar-benar berhasil!"

Mata Shin Tian membulat, mengusir sisa kantuk dari kesadarannya. Ia mendekati salah satu dinding, jemarinya menyusuri relief dengan hati-hati. Permukaan batu dingin menyentuh kulitnya, dan ukiran itu… ia tahu ukiran itu. Ia pernah melihat pola-pola seperti ini di dalam kitab kuno warisan keluarganya—kitab yang berbicara tentang zaman yang hanya dianggap legenda.

“Ini… ini pola dari era Kultivasi Kuno…” ucapnya pelan, hampir seperti takut kata-katanya sendiri akan membuyarkan kenyataan.

Pikirannya berputar cepat, seperti pusaran air yang menyeretnya makin dalam. Jantungnya mulai berdebar tak karuan.

“Tidak mungkin… ini tak mungkin…” bisiknya, setengah gemetar. “Apakah aku benar-benar… berada di Zaman Kultivasi Kuno?”

Sekujur tubuhnya seperti dialiri energi dingin. Napasnya memburu, dan keringat dingin mulai merembes di pelipisnya. Ia menoleh ke kanan dan kiri, seperti berharap seseorang akan muncul dan menjelaskan semuanya.

Sensasi kebahagiaan menjalar di seluruh tubuhnya. Ia berhasil membuktikan kalau teknologi juga bisa melintasi waktu, bukan hanya kultivasi saja.

“Mesin waktu…” gumamnya seraya meraba-raba lantai sekitar dipan tempat ia berbaring. Jemarinya menyusuri tiap sisi, mengangkat lipatan kain, menyentuh lantai batu yang kasar dan dingin—namun tak ada apa pun. Tidak ada benda logam, tidak ada panel kendali, tidak ada cahaya biru menyala seperti sebelumnya.

“Tidak… tidak, ini tidak boleh terjadi! Di mana mesin waktuku?! Kenapa aku bisa sampai di sini tanpa itu?!”

Detak jantungnya menggema di telinga, seperti genderang perang yang ditabuh tanpa henti. Panik mulai menggerogoti pikirannya, tapi ia memaksakan dirinya untuk tetap tenang.

Ia tidak akan bisa kembali tanpa mesin waktunya.

Seseorang pasti membawaku ke sini. Aku tidak mungkin berpindah waktu dan terbangun begitu saja di atas dipan ini tanpa bantuan siapa pun.

Matanya menajam, dan dengan langkah yang masih goyah, ia berdiri. Kakinya terasa berat, namun langkahnya mantap saat ia bergerak menuju pintu kayu tua di sudut ruangan. Ia mendorongnya perlahan.

Kriiieeek.

Pintu itu berderit nyaring, seakan protes karena dibuka setelah ratusan tahun tertutup. Cahaya lentera redup di dinding koridor menyambutnya, memantulkan siluet tubuhnya di dinding batu yang tinggi.

Matanya membelalak.

Koridor panjang membentang di hadapannya, dihiasi pilar-pilar besar dari batu giok, dengan ukiran naga yang meliuk dan simbol-simbol alkimia yang bersinar samar. Udara di sana mengandung aroma kuat herbal dan dupa, menenangkan namun juga memabukkan. Langkahnya bergema, berbaur dengan bunyi tetesan air dari langit-langit.

Lalu, seperti kilat yang menyambar pikiran, kenangan dan informasi dari kitab-kitab kuno menyeruak naik.

Mulutnya terbuka, dan kata-kata keluar dengan napas yang nyaris tak terdengar.

“…Kuil Dewa Alkemis…”

Suara itu bergetar, nyaris seperti doa. Ia menatap sekeliling, dan untuk sesaat, dunia terasa hening. Inilah tempat yang selama ini hanya ada dalam cerita kuno—tempat para alkemis agung zaman lampau mengembangkan ramuan kehidupan, tempat legenda lahir.

Dan sekarang… ia ada di dalamnya.

Bagaimana ia bisa terdampar di Kuil Dewa Alkemis ini?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Legenda Sang Genius Immortal   53. Resonansi Roh Darah

    Suara alarm masih meraung, memenuhi ruang bawah tanah ShinCorp dengan cahaya merah berdenyut. Mesin Tempus di tengah ruangan berputar semakin cepat, seolah merespons ancaman yang bahkan belum terlihat oleh mata telanjang.Abigail berdiri tegang di samping panel kendali, jemarinya bergerak cepat di atas permukaan holo, mencoba menstabilkan medan waktu. Shin Tian, dengan tatapan tajam, berjalan perlahan mengitari silinder energi itu, merasakan arus qi yang saling bertabrakan seperti dua sungai liar.“Apa yang kau lakukan?” Shin Tian menatap Abigail dengan nada waspada.“Mesin ini… bereaksi padamu,” jawab Abigail tanpa mengalihkan pandangan dari layar. “Saat kau mendekat, frekuensinya melonjak dan memicu temporal breach—celah waktu. Itu artinya darah kita memiliki keterkaitan.”Shin Tian menatap kristal ungu Chrono Essence yang berputar di pusat mesin, lalu kembali pada Abigail. “Bukan hanya keterkaitan. Darahmu… beresonansi dengan garis keturunan Shin Lin. Itu berarti—”“Aku adalah rein

  • Legenda Sang Genius Immortal   52. Mesin Waktu ShinCorp

    Langit di atas Kota Shanghai saat itu berwarna kelabu—awan-awan menggantung berat seakan menekan puncak-puncak gedung pencakar langit yang diselimuti kabut elektronik. Di dalam ruang rapat eksklusif lantai 99 gedung pusat ShinCorp, sebuah pertemuan rahasia tengah berlangsung.Lantai kaca transparan memantulkan siluet lima orang berpakaian formal, duduk melingkar di depan layar melayang. Di tengah layar, wajah Shin Tian membeku dalam potret digital yang baru saja diambil dari kamera keamanan apartemen Abigail. Data biometrik dan sinyal qi anomali tertulis di sampingnya.Seorang pria tua dengan rambut putih keperakan menyipitkan mata. “Energinya… bukan dari dunia ini. Resonansi spiritualnya identik dengan pola-pola kuno dalam Kitab Darah Shin.”“Dan ia mengklaim sebagai sahabat Shin Lin,” ujar seorang wanita dengan suara dingin, mengenakan seragam militer bertuliskan ‘Divisi X : Dimensional Time Warfare’.“Ini bukan sekadar klaim,” jawab yang lain, “data DNA-nya cocok dengan garis darah

  • Legenda Sang Genius Immortal   51. Bersama Abigail

    Mobil Porsche berwarna silver itu meluncur pelan menembus malam kota yang basah oleh gerimis. Lampu-lampu jalan memantul di kaca jendela, menciptakan garis-garis cahaya yang seperti menggores waktu. Di dalam mobil, suasana terasa hening namun tegang.Abigail sesekali melirik ke pria aneh yang duduk di sampingnya. Jubah koyaknya kini dibalut mantel tebal yang ia berikan, tapi tatapan matanya… tatapan itu seperti milik orang yang telah melihat dunia terbakar dan bangkit dari abu.“Kau yakin tak perlu ke rumah sakit?” tanya Abigail dengan nada ragu.“Aku tidak terluka. Hanya… terguncang,” jawab Shin Tian pelan, suaranya dalam dan tenang. “Dunia ini… berbeda dari yang aku kenal. Tapi kau… dan nama yang kau bawa… itu menarik perhatianku.”Abigail mengernyit. “Kau masih belum menjelaskan apa maksudmu dengan ‘datang dari masa Shin Lin’. Kau bicara seolah itu bukan sejarah.”Shin Tian menoleh ke jendela, menatap gedung-gedung tinggi yang seolah menusuk langit.“Karena bagiku… itu bukan sejara

  • Legenda Sang Genius Immortal   50. Terdampar di Masa Modern

    WUSSSSHHHHH!Seketika segalanya lenyap.Cahaya ungu, biru, dan emas yang membentuk Gerbang Retakan menelan tubuh Shin Tian. Tubuhnya terasa seperti diurai menjadi serpihan roh dan daging, melayang-layang di antara jalinan waktu yang tak bisa dimengerti oleh akal manusia. Suara-suara masa lalu dan masa depan menyatu dalam gaung tak beraturan, membisikkan takdir yang belum dipilih dan kenangan yang belum terjadi.Namun lalu…BRAKKKK!!“YA AMPUN!!” teriak seorang wanita dari dalam mobil mewah berwarna perak metalik yang kini berhenti mendadak di tengah jalan kota.Tubuh Shin Tian terlempar ke udara dan jatuh menghantam trotoar keras. Jubah kelamnya robek di beberapa bagian, dan rambut panjangnya berantakan. Tapi anehnya, tidak ada darah. Tidak ada luka parah. Tubuhnya seakan menyerap benturan itu—efek sisa dari teknik pertahanan spiritualnya, yang entah bagaimana masih bertahan.Shin Tian menggeliat pelan, matanya beradaptasi dengan cahaya asing—lampu jalan kota, klakson mobil, udara yan

  • Legenda Sang Genius Immortal   49. Menuju Menara Jam

    Langit Quilin malam itu tampak sangat kelam. Awan kelabu menggantung rendah di atas menara-menara kuno, dan rembulan, yang seharusnya bersinar penuh, tampak pecah seperti cermin retak di langit. Suasana kota begitu sunyi, seakan waktu sendiri enggan bergerak.Shin Tian berdiri di atap Biara Senja Laut, mengenakan jubah baru berwarna kelam dengan lambang Dewa Alkemis tersulam samar di dada. Jubah itu terasa berat, tidak hanya oleh kainnya, tapi oleh beban perjalanan yang akan ia tempuh.Kael Chronis muncul dari balik bayangan, membawa gulungan kulit tua yang memancarkan hawa dingin yang bukan berasal dari dunia ini. Ia membentangkannya di atas lantai batu, memperlihatkan peta rahasia yang menunjukkan jalur tersembunyi menuju Reruntuhan Menara Jam, tempat Gerbang Retakan tersembunyi.“Ini hanya bisa terbuka saat jarum waktu melewati titik mati,” ujar Kael. “Dan malam ini… hanya tersisa satu putaran detik sebelum celah itu muncul kembali.”Shin Lin berdiri di sisi mereka, matanya tajam m

  • Legenda Sang Genius Immortal   48. Dilema

    Angin laut berdesir pelan, menyusup di antara tiang-tiang batu Biara Senja Laut. Tapi di aula utama, keheningan terasa seperti pusaran—menarik semua suara, semua keraguan, dan semua pilihan ke tengah ruang.Kael Chronis berdiri tenang. Sorot matanya menusuk Shin Tian seperti cahaya yang mampu mengurai waktu itu sendiri.“Aku tahu ini membingungkan. Tapi aku tidak datang membawa teka-teki, Shin Tian. Aku datang membawa pilihan.”Shin Tian melangkah pelan ke depan, jubahnya menggesek lantai batu. Pandangannya tidak lepas dari Kael. “Apa maksudmu dengan ‘Retakan Waktu’? Apa itu tempat … atau sesuatu yang terjadi?”Kael menatapnya dalam-dalam. “Retakan Waktu adalah luka di arus waktu … sebuah celah tempat takdir masa depan dan masa lalu saling tarik menarik. Kau berasal dari masa depan yang—percayalah—telah pecah berantakan. Tapi retakan itu tidak hanya menarikmu kemari. Ia mulai mempengaruhi banyak garis waktu lain.”Tabib Tao berjalan perlahan ke sisi mereka, menggenggam tongkat kayu hi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status