ログインMenjelang siang hari Lintang dan Limo telah berada di batas Hutan Terlarang, hanya sampai sana mereka biasa berburu rusa.
Lintang tidak berani masuk lebih dalam karena banyak terdapat hewan buas, terlebih, hutan terlarang juga dihuni oleh banyak mahluk lelembut seperti siluman dan demit.
Sejak 3 tahun lalu, dia kerap memasuki Hutan Terlarang. Bersama Limo, Lintang sudah mendapatkan satu ekor rusa berukuran sedang, mereka berencana untuk segera kembali ke perguruan.
Saat tengah berjalan menyusuri belukar menuju perguruan, mereka dihadang oleh 6 murid dalam yang terkenal kejam dan pembuat onar.
Silah, Asmaji, Tanwira, Bangga sora, Suwarna, Misantanu, mereka adalah murid berandalan yang paling sering mengganggu Lintang.
“Hahaha, lihatlah si sampah itu, hidupnya kini sudah jadi manusia hutan.” Bangga Sora melompat menghadang Lintang.
“Benar, Kakang, mungpung sekarang tidak ada Nyi Masayu, ayo kita hajar dia.” Kini Tanwira yang bicara, dia tertawa seraya menghunuskan sarung pedang kepundak Lintang.
“Hahaha, sampah tetaplah sampah.”
“Betul, dia aib diperguruan kita.”
“Harusnya dulu dia sudah mati dihutan terlarang dimakan para siluman, namun sampah ini keberuntungannya cukup besar.”
“Kita cincang saja dia sekarang, tidak akan ada yang tahu.”
“Hahaha.”
Ke-enam murid itu tertawa lantang, wajah mereka menggambarkan kebencian yang teramat sangat.
“Mengapa kalian begitu benci padaku, selama disini, aku tidak pernah menyakiti kalian, tolong, biarkan aku lewat.”
Lintang mencoba berbicara baik, sebetulnya dia juga sudah kesal terhadap mereka, namun apalah daya, dirinya hanya seorang murid yang tidak memiliki kemampuan belari.
“Kurang ajar, beraninya kau berbicara kepada kami, dasar sampah.”
‘BUKKK’ … “Aaaach”
Sebuah tendangan keras mendarat di dada Lintang, membuat tubuhnya terpental sejauh 2 depa dan langsung memuntahkan darah segar.
Rusa yang dipikulnya pun terlempar jatuh, Lintang berguling mengerang kesakitan seraya memegangi dadanya.
“Hahaha, kau layak mendapatkannya sampah,” Misantanu tertawa senang menyaksikan Lintang terhempas ditendang oleh temannya, Silah.
Limo yang melihat itu tidak dapat tinggal diam, matanya berubah merah karena marah, dengan ukuran tubuh 2 kali lebih besar dari manusia, Limo berlari cepat dan melompat menerkam Silah yang waktu itu masih tertawa bangga.
“Limo… jangan!” Lintang berteriak mencegah sahabatnya bertindak bodoh, namun naluri buas telah lebih dulu menguasainya, Limo tidak mengindahkan perkataan Lintang.
Tubuh Limo yang besar mendarat keras menerkam Silah, membuat pemuda itu langsung ambruk menghantam tanah tidak berdaya.
“Aaaaaggh, beruang sialan, menyingkir dari tubuh ku, tidaaak, aaaagggggrrr.” Silah berusaha melepaskan diri, namun cengkraman Limo sangat kuat membuat dia tetap tidak dapat bergerak.
Asmaji yang melihat itu segera menyerang Limo dengan pukulan yang diberi sedikit tenaga dalam.
Bersamaan dengan itu, Suwarna juga mengayunkan pedangnya yang masih tersarung ke arah atas, tepat mengenai Limo.
“Kwiiii…...”
Limo menjerit keras, tubuhnya melayang tinggi dan jatuh tepat di depan Lintang, beruang itu langsung terbaring tidak sadarkan diri.
Melihat sahabatnya dalam bahaya, Lintang segera bangkit sekuat tenaga, dengan susah payah dia menggendong tubuh Limo berlari ke arah timur.
Entah apa yang merasuki dirinya, Lintang tanpa sadar mampu memikul beban besar dua kali lebih berat dari tubuhnya dan terlihat itu seakan ringan.
Bangga Sora dan ke-lima temannya membelalakan mata tidak percaya, mereka begitu terkejut melihat Lintang dapat berlari kencang dengan menggendong beban berat di punggungnya.
“Apa yang kalian lakukan, cepat kejar! Kita habisi dia di hutan ini, Si sampah itu pasti akan mengadu pada sesepuh jika kita biarkan lolos.” Bangga Sora berteriak menyadarkan para temannya dari keterkejutan.
Selanjutnya mereka mengejar Lintang menggunakan ilmu meringankan tubuh, seakan tidak terlihat, tubuh ke-enam murid itu melesat bagaikan panah.
Lintang terus berlari menyusuri pinggiran hutan, dia melompat tinggi menghindari belukar dan potongan kayu yang tersisa dari pepohonan tumbang.
Tanpa sadar Lintang mampu melompat sangat tinggi dengan kecepatan lari yang begitu kencang hingga menyamai ilmu meringankan tubuh milik Bangga Sora.
Bangga Sora adalah murid bagian dalam yang sangat berbakat, dia bahkan digadang-gadang akan segera mengikuti seleksi ujian masuk menjadi murid inti.
Kecerdasannya dalam olah kanuragan membuat dia begitu angkuh dan sombong, sudah banyak murid lain menderita karena perbuatannya.
Dia akan menghajar siapa saja yang tidak mau mengikuti kehendaknya.
Bersama kelima temannya, Bangga Sora menjadi murid pembuat ulah di perguruan, dia bahkan pernah akan memperkosa seorang murid perempuan.
Beruntung waktu itu Lintang memergokinya dan berhasil mencegah aksi bejat Bangga Sora, akibatnya, Lintang dihajar habis-habisan dan dibuang ke tengah hutan larangan.
Ke-enam murid pembuat ulah itu terus mengejar Lintang, mereka begitu terkejut melihat Lintang dapat berlari dengan begitu cepat.
Kepala mereka dipenuhi banyak pertanyaan tentang Lintang, tidak mungkin sampah yang tidak memiliki inti energi dapat menguasai ilmu meringankan tubuh.
Mereka pikir, kemungkinan Lintang mencuri salah satu pusaka perguruan yang dapat membantunya berlari cepat.
“Kurang ajar, Si sampah itu sangat cepat, tidak mungkin dia belajar ilmu kanuragan.” Asmaji mengumpat panjang pendek, dirinya semakin kesal saja terhadap Lintang.
Bangga sora juga demikian, dia terus mengumpati Lintang didalam hati, tidak ingin mengakui bahwa Lintang mampu berlari cepat bakhan melebihi kecepatannya.
Lintang yang terus berlari tidak berani menoleh kebelakang, sekuat tenaga dia terus saja berlari berharap dapat lepas dari kejaran Bangga Sora.
Tidak terasa dirinya sudah berlari sejauh ribuan depa, bahkan sudah lama keluar dari dalam hutan.
Sementara di sisi lain di tepi sebuah danau, seorang pemuda tampan sedang merebahkan diri di atas rerumputan hijau nan lembut.
Setiap hari setelah latihan, dia selalu menyendiri dan menghabiskan waktunya di danau tersebut.
Madu Lanang adalah salah satu dari enam murid inti di padepokan Awan Selatan, dia seorang pemuda yang tidak pernah bergaul dengan orang lain.
Sifatnya yang dingin dan tertutup, membuat dia tidak memiliki satupun teman di perguruan.
Selama 15 tahun, Madu Lanang hanya fokus belajar kanuragan untuk dapat menjadi yang terbaik dari yang terbaik.
Namun prestasinya selalu saja kalah oleh Masayu Sri Kemuning. Seperti biasa, kali ini dia sedang menghabiskan waktunya di pinggir danau, dirinya akan kembali keperguruan ketika senja telah berganti malam.
Lintang yang tidak sadar ada tebing di depannya, terus berlari seraya menggendong Limo di punggungnya.
Dia tidak memikirkan apapun selain mengkhawatirkan kondisi Limo yang semakin melemah, sebisa mungkin dirinya harus bisa lepas dari kejaran Bangga Sora.
Saat dia melompat tinggi menghindari bebatuan terjal, Lintang baru sadar bahwa di bawah sudah tidak terdapat pijakan lagi.
Tubuh Lintang dan Limo seketika meluncur jatuh kedalam tebing, beruntung tebing itu tidak terlalu tinggi hingga keduannya tidak mendapat luka yang serius.
Namun karena dasar tebing yang landai, tubuh Lintang dan Limo terus berguling cepat menuruni bukit yang dipenuhi rerumputan.
Tubuh keduanya berhenti berguling ketika menghantam sesuatu yang terasa cukup empuk. Lintang dan Limo terbaring lemas diatas rerumputan.
Limo masih tidak sadarkan diri, sementara Lintang terbaring seraya tersenyum menatap indahnya langit sore.
“Kuharap mereka tidak lagi mengejarku,” nafasnya tersenggal karena lelah, Lintang pun beristirahat seraya memejamkan matanya.
Namun beberapa tarikan nafas berlalu, terdengar suara benda jatuh tercebur ke dalam danau, tapi karena lemas, Lintang tidak menggubrisnya.
Dia hanya tersenyum membayangkan bagaimana raut kesal Bangga Sora andai benar tidak dapat mengejarnya.
Sementara di bawah danau, terlihat seorang pemuda tampan berkulit putih dengan rambut indah berkilau sedang mengutuki sesuatu yang menimpa dirinya.
“Kurang ajar, apa yang baru saja menghantam tubuhku?” Madu Lanang melangkah keluar dari dalam air.
Dia begitu kaget saat sebuah benda asing yang entah datang dari mana, tiba-tiba jatuh dan menambraknya dengan keras, membuat tubuh Madu Lanang melayang jatuh ke permukaan danau.
Waktu itu Madu Lanang memang tengah melamun, dia tidak menyadari adanya benda jatuh dan berguling ke arahnya.
Kemudian sesampainya di tepian danau, Madu Lanang lantas melompat ke atas menggunakan ilmu meringankan tubuh guna memastikan, mencari tahu apa yang membuatnya terlempar.
**
Masayu dan Bangga Sora mengutuki perbuatan Suwarna, dimana dia salah memilih meminjamkan pedang.Begitu juga Madu Ladang, dia merasa pemuda aneh itu tengah dalam bahaya dimana serangan gadis sinis itu memiliki niat membunuh.Lintang masih berusaha mencabut pedang, dia bingung kenapa pedang tersebut sangat susah dicabut.Lintang membungkuk menjepit ujung sarung pedang dengan kedua kakinya, kedua tangannya kuat menggenggam gagang.Menggunakan aliran pernafasan, pemuda itu menarik gagang pedang sekuat tenaga, berharap pedang itu akan tercabut.Kecepatan gadis yang menjadi lawannya sangat luar biasa, gerakannya hampir tidak terlihat oleh orang lain.Saat ujung pedang gadis itu sedikit lagi akan mengenai kepala Lintang, pemuda itu berteriak kencang, “Keluarlah! Pedang sialan.”Hal mengejutkan pun terjadi, semua penonton menganga menyaksikan itu, Suwarna membuka mata lebar tidak percaya.Misantanu, Silah dan Tanwiara juga demikian, mereka tidak pernah melihat hal yang semacam ini seumur hid
Para murid perguruan tapak putih juga terkejut melihat Lintang di atas arena, mereka tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.“Dia, mengapa pemuda itu masih hidup?”“Bukankah, malam itu dia tertangkap?”“Tidak mungkin!”“Dia sangat beruntung.”Banyak komentar yang terlontar dari murid perguruan Tapak Putih, mereka menggeleng mengagumi keberuntungan Lintang.Di bangku penonton lain, seorang gadis sangat cantik terlihat membuang muka ketika melihat Lintang.“Pemuda bodoh,” ucaknya ketus, dia sangat kesal melihat pemuda itu.Berikut semua temannya sesama murid perguruan es abadi, mata mereka berkilat menunjukan nafsu membunuh kepada Lintang.Lintang melambai ke arah Limo, entah apa yang dimaksudnya, kemungkinan dia mengisyaratkan, selamat bertemu di ruang perawatan.Para murid perguruan awan selatan semakin riuh melihat tingkah Lintang, mereka berteriak keras mengungkapkan kekesalannya.“Bunuh, bunuh, bunuh!”“Bunuh!”“Bunuh!”“Jangan bairkan si sampah itu lolos!”“Bunuh, Dia!”Gong tan
Seleksi murid digelar dengan begitu meriah, dari sekian banyak murid awan selatan, hanya 2000 orang saja yang mendaftar sebagai peserta.Mereka dibagi menjadi 20 kelompok, dimana setiap kelompok terdiri dari 100 orang, selanjutnya setiap perserta dalam satu kelompok ditarungkan secara bebas dalam satu arena hingga tersisa 40 orang.Bangga Sora tentu saja lolos dalam tahap penyisihan ini, berikut ke-lima temannya, mereka dengan mudah menghajar peserta lain hingga menyisakan 40 orang.Selanjutnya mereka akan memasuki seleksi tahap ke-2, dimana setiap peserta yang lolos, akan ditarungkan satu lawan satu dengan peserta dari kelompok lain.Seleksi terdiri dari 3 tahap, dimana setiap tahapnya memiliki kesulitan tersendiri, dari 2000 peserta pendaftar, kini hanya tersisa 400 orang lagi yang akan memasuki tahap ke-3.Tahap ke-3 dalam seleksi murid adalah ujian mental, dimana setiap peserta akan memasuki ruangan yang dipenuhi serbuk ilusi.Ruangan itu akan menampilkan ketakutan sejati dari set
Saat semua orang ramai membicarakan kecantikan rembulan pulau es, Lintang bersama Limo lebih memilih berjalan jalan ke dalam hutan, tempat dimana dia biasa berburu.Lintang sudah tidak lagi bekerja di dapur, kini sudah ada banyak orang yang menggantikan tugasnya.“Awas Limo, kau menghalangi jalanku,”“Braaack …..”“Ah, sial, buruan kita lepas lagi,”Lintang mengumpat panjang pendek, sudah 3 kali dia gagal menangkap buruannya.“Ayo Limo, kita pulang, mungkin bukan hari keberuntungan kita” Ajak Lintang kepada beruang hitam.Tidak peduli dia pendekar atau bukan, jika memang tidak beruntung, maka seekor rusa pun sulit untuk di tangkapnya.Mereka berdua akhirnya melenggang meningggalkan hutan, Lintang mengambil batang pohon kayu besar untuk dibawanya pulang sebagai kayu bakar.Entah ini berupa kesialan mereka yang belum habis atau memang nasib mereka hari ini benar-benar sial, tepat ketika Lintang dan Limo telah hampir keluar hutan, mereka dikejutkan dengan kehadiran kelompok Bangga Sora y
Namun yang membuat dia terkejut adalah beruang gendut, hewan itu memiliki perkembangan kekuatan jauh melampaui muridnya.Sedikitpun dia tidak mengira bahwa beruang yang selama ini dipelihara Lintang adalah salah satu dari hewan siluman.Entah dimana pemuda itu menemukan Limo, Ki Cokro yakin Limo bukan berasal dari alam manusia.Satu hari berlalu, Ki Cokro telah sampai di perguruan, dia membawa Lintang ke kediaman Ki Ageng.Seharian Lintang tidak sadarkan diri, tubuhnya benar-benar kehabisan energi. Masayu menyambut Ki Cokro dengan bahagia.Setelah dua bulan akhirnya dia dapat bertemu lagi dengan Lintang, namun dia kesal Lintang pulang dengan keadaan pingsan.“Dasar tidak berguna, dia begitu senang membuat aku khawatir.” Masayu mengumpati Lintang yang kini sudah terbaring di salah satu ruangan di kediaman ayahnya.“Bagaimana perkembangannya,” tanya Ki ageng kepada sahabatnya.“Hahaha, dia pemuda yang luar biasa, aku beberapa kali dibuat terkejut olehnya.” jelas Ki Cokro seraya tertawa,
Limo langsung melompat memanjat dahanan pohon memburu tupai besar tersebut, setiap hari berburu di hutan itu membuat tubuhnya berkembang secara cepat.Lintang masih berdiri bertanya-tanya hutan apa yang dia masuki sekarang? Kenapa pepohonan dan binatang disini begitu besar?Dia merasa hutan ini benar-benar aneh, dia berpikir bagaimana cara Limo berburu di hutan ini? dia tidak menyangka Limo juga ternyata ikut melatih tubuhnya disaat dirinya tengah berguru kanuragan.Lintang tidak sadar bahwa sekarang Limo sudah mulai berburu dan meninggalkannya jauh menuju puncak pohon.Saat menoleh ke arah kiri, Lintang baru kaget Limo sudah tidak berada disana, dia segera mengedarkan pandangannya mencari keberadaan anak beruang besar tersebut.Hampir saja jantungnya copot ketika tiba-tiba sebuah benda besar jatuh tepat di depan wajahnya, Lintang segera melompat mundur, memasang posisi siaga.“Apa yang ….” Perkataannya terpotong saat yang dilihat di depannya tersebut adalah bangkai tupai yang tadi di







