MasukKulit tubuh pria botak kini sudah berubah berwarna kebiruan akibat efek racun yang menggerogoti tubuhnya.
Pria Botak kembali bangkit dengan susah payah, dia segera duduk bersila dan memuntahkan banyak darah hitam dari mulutnya.
Melihat ada anak lelaki di depannya, dia melambaikan tangan meminta Lintang untuk mendekat.
Lintang yang juga tengah terluka waktu itu nampak sangat ketakutan, namun entah kenapa nalurinya mengatakan agar dia tak boleh takut dan menuruti apa yang diingkan pria botak.
Dengan menarik tubuhnya, Lintang merangkak mendekati pria botak, sedikit ragu-ragu, tapi dia mencoba tegar karena dorongan kuat dari hatinya.
“Anak muda, apa kau bersedia menjadi muridku.” Pria botak berkata pelan, dia kembali memuntahkan darah hitam.
“Cepat jawab!” Kali ini suaranya meninggi membuat Lintang tersentak dan segera mengangguk beberapa kali.
“Hahaha, bagus, cepat bersujud 3 kali dan pangggil aku guru.” perintah pria botak tegas.
Lintang yang tidak mengerti, dia mencoba bangkit sekuat tenaga, dengan perlahan seraya menahan rasa sakit, Lintang bersujud 3 kali, “Gu-gu-guru,” ucapnya terbata.
“Hahaha, baiklah, aku turunkan seluruh ilmuku padamu, tugasmu adalah membuang batu ini kedalam jurang terdalam dimanapun kau temui. Jangan sampai jatuh ketangan orang lain, ingat pesanku.” ucap pria botak sebelum kembali memuntakan darah hitam.
Lintang mengangguk cepat, dirinya tidak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh pria botak, bocah lelaki itu pikir, dia harus menyenangkan hati orang yang tengah sekarat.
Pria botak segera memegang kepala Lintang dengan tangan kiri, dan mengarahkan telapak kanan ke arah keningnya.
Cahaya keemasan segera menjalar masuk ke tubuh Lintang melalui kening membuat bocah itu berteriak keras menahan sakit yang teramat sangat.
Pandangan Lintang seketika berubah gelap, tubuhnya menggigil sebelum berakhir terbaring lemas kehilangan kesadaran.
Lintang kembali tersadar ketika tubuhnya dibangunkan oleh Sugi seraya berteriak keras memanggil namanya.
Perlahan Lintang membuka mata dan melihat seluruh hutan tempatnya mencari jamur telah hangus terbakar oleh api.
Lintang menoleh kearah desa dengan perasaan khawatir, tubuhnya bergetar hebat ketika mendapati seluruh desa juga sudah rata dengan tanah.
“Tidaaaakkkkkk, Ibuuuuu, ayaaah, ibuuuuuu!” Lintang berteriak histeris memanggil kedua orang tuanya.
Seketika tempatnya berpijak berubah menjadi jurang tanpa dasar, tubuhnya dengan cepat jatuh meluncur masuk kedalam jurang, “Tidaaaaakkkk!”
Brakkkk!
Lintang jatuh dari atas dipan kayu tempatnya tidur membuat dia seketika tersadar bahwa itu hanyalah sebuah mimpi.
Mimpi yang selalu datang menggambarkan segala kejadian nyata tepat setelah 10 tahun berlalu sebelum dirinya dibawa oleh sesepuh perguruan Awan Selatan yang kini merupakan gurunya.
Lintang merupakan murid paling lemah di perguruan itu, tubuhnya yang tidak memiliki inti energi membuat dia tidak bisa menguasai satu juruspun dengan benar.
Kanuragan Lintang tertahan di pendekar taruna awal, sementara semua teman seangkatannya sudah mencapai kanuragan tingkat Pendekar Bumi tahap menengah.
Hal itu menjadikan Lintang terus dibuli dan dikatakan sampah oleh semua murid perguruan, hanya Masayu Sri Kemuning saja yang peduli padanya, dia merupakan anak tunggal dari sesepuh perguruan Awan Selatan.
Lintang bahkan tidak di anggap murid oleh semua ketua perguruan, setiap hari dirinya hanya dipekerjakan sebagai juru masak bagi para murid di sana.
Lintang tinggal menempati sebuah bangunan tua yang dipergunakan sebagai gudang penyimpanan kayu oleh perguruan.
Dia diperlakukan layaknya budak yang tak lebih dari sampah, yang menemaninya setiap saat adalah seekor anak beruang bernama Limo.
Anak beruang yang tidak sengaja Lintang temukan di pinggir Hutan Terlarang saat tengah mencari rotan merah sebagai bahan ramuan pengeras tulang.
Selama tinggal di perguruan Awan Selatan, Lintang memang tidak dapat berlatih jurus, namun tidak disangka otaknya sangat cerdas dalam hal meracik ramuan, namun kemampuan itu dia sembunyikan selama 10 tahun.
Latar belakangnya sebagai pemburu tanaman obat membuat dia mengetahui berbagai jenis tanaman yang bermanfaat bagi tubuh manusia.
Tanpa sepengatahun orang lain, ternyata Lintang telah meningkatkan kualitas tubuh dan tulangnya jauh di atas seluruh murid perguruan.
Itu sebabnya Lintang selalu dapat bertahan ketika ditindas dan dipukuli oleh para murid perguruan.
Para murid di perguruan Awan Selatan dibagi menjadi 3 tingkatan, yakni murid luar, murid dalam, dan murid inti.
Murid luar adalah mereka yang hanya mampu mencapai tingkat kanuragan dasar, tidak perduli berapapun usianya, jika tingkat pencapaiannya tidak berkembang, maka siapapun akan berakhir menyandang status murid luar.
Sementara murid dalam adalah para murid yang mampu mencapai kanuragan tingkat Pendekar Bergelar, mereka adalah para murid berbakat calon prajurit yang disiapkan oleh Dewan tertinggi untuk menghadapi perang besar.
Selanjutnya murid inti adalah mereka yang paling berbakat diantara semua bakat, Dewan menyebutnya sebagai para jenius beladiri
Hanya terdapat 6 murid inti di perguruan Awan Selatan, termasuk putri tunggal sesepuh perguruan, Masayu Sri Kemuning.
Ke-6 murid inti ini mempunyai status paling tinggi di perguruan, mereka selalu mendapat perhatian khusus dari para tetua, bahkan mendapatkan fasilitas kediaman dan tempat berlatih paling mewah di sana.
Tidak ada seorang pun yang berani mengusik para murid inti, selain kenuragannya berada di level atas, mereka juga merupakan anak kesayangan para tetua, siapapun yang berani mengganggunya akan langsung dikeluarkan dari perguruan.
Lintang masih mengelus kepala yang terasa sakit akibat terbentur lantai saat jatuh dari tempat tidur, kemudian menoleh ke sudut ruangan hanya untuk melihat Limo yang tengah berlompatan girang akibat menyaksikanya terjatuh.
“Sahabat macam apa kau? selalu saja bahagia diatas penderitaan temannya .” ucap Lintang kesal.
“Kwiiii, kwi, kwiii.” Limo malah melompat menindih Lintang yang masih terbaring, mendengus dan menjilati wajahnya.
“Heiii..., Limo, sudah! Geli, awas kau, Limo, sudah.” Lintang meronta mencoba melepaskan diri, namun temannya itu tetap saja menjilatinya tanpa peduli.
Setelah merasa puas dengan tingkah nakalnya, Limo pun turun, melenggang pergi meninggalkan Lintang yang terus mengerutu kesal.
“Bocah sialan, umurnya baru 4 tahun namun tubuh sudah sebesar anak gajah, beruang macam apa dia.”
Lintang bangkit dari lantai seraya membersikan pakaiannya yang kotor dipenuhi debu tanah, dia segera memikul kayu bakar menuju dapur perguruan.
“Ayo Limo, hari sudah siang, kita harus memasak untuk para murid.” Ajak Lintang pada sahabatnya yang kini terlihat sedang mengendus barisan semut di dinding gudang.
“Kwii, kwi, kwiii.”
Limo berlari mengikuti Lintang, keduanya berjalan memasuki dapur yang tidak jauh dari kediaman Lintang.
Di sana Lintang mulai menyiapkan apa yang hendak dimasak, terlihat dirinya sudah terbiasa dengan semua itu, sementara beruang hitam hanya bermain dengan buah kelapa yang digelindingkan kesana-kemari.
Jika sudah bosan, beruang itu akan tidur di dekat tungku menunggu Lintang melakukan tugasnya untuk kemudian mereka pergi kedalam hutan guna berburu rusa makanan kesukaan Lintang.
**
Rahasia asal usul Limo memang masih menjadi misteri, tiada yang tahu entah dari alam mana dia berasal.Jangankan orang lain, Lintang sendiri-pun yang memungut dan merawatnya sedari kecil tidak tahu menahu entah dari mana Limo berasal.Dia menemukan beruang itu tengah terluka parah di kedalaman hutan terlarang di wilayah perguruan Awal Selatan tempo dulu.“Apa mungki …!” gumam Lintang.“Aku juga berpikir demikian kakang,” ungkap Anantari.Keduanya saling berpandangan sebelum berakhir menatap Limo secara bersamaan.“Hahaha, sudah kubilang serangan kita pasti berhasil, benar kan Limo!” seru Asgar senang menepuk punggung Limo dengan ujung ekornya.“Kwi, kwi, kwiii,” ungkap Limo menanggapi Asgar.“Hahaha, aku tahu, aku tahu,” kembali Asgar tertawa.Mereka terlalu awal merayakan kemenangan yang sejatinya belum mereka dapatkan, di saat Asgar dan Limo sedang tertawa, kemudian Lintang dan Anantari sedang berbalik memandangi Limo, gurita raksasa yang marah dengan cepat melancarkan 7 serangan en
Seiring kemunculan 8 tentakel raksasa, gelombang air naik semakin besar membuat perahu yang di tumpangi Lintang terseret sejauh ratusan depa.Selanjutnya dari dalam air terdengar suara gauman sangat keras yang memekakkan telinga, hingga Lintang dan Anantari segera menutup telinganya menggunakan energi tenaga dalam.“Gumm, gummm!” suaranya begitu nyaring dan mengerikan.“Celaka, sepertinya dia hewan penjaga lain yang menghuni lautan,” ungkap Anantari.Sebelumnya memang Anantari telah menceritakan bahwa ada dua hewan penjaga dunia yang menghuni lautan, satu di antaranya ada kura-kura raksasa yang pernah mereka jumpai, dan satu lagi kemungkinan ini, hewan pemilik tentakel raksasa.“Sial, mengapa kita harus bertemu hewan seperti ini lagi,” umpat Asgar.“Kwii, Kwii, Kwii!” ungkap Limo.“Aku bukan penakut, berengssek! hanya saja ini akan sangat merepotkan.” bela Asgar, dia tidak mau kehilangan kewibawaan-nya di depan Limo.“Tidak kusangka ternyata dia berada disini, pantas saja tidak ada ya
Semburat Jingga mulai menyeruak di cakrawala pertanda pagi akan segera datang.Lintang bersama Anantari tengah berdiri berdampingan di geladak sebuah perahu layar di tengah lautan.Keduanya berangkat meninggalkan pulau Manarah sesaat setelah rembulan naik di atas kepala.“Kwii, kwii, kwii,” seekor beruang kecil berlari dari dalam kabin menghampiri mereka.“Hahaha, kesinilah Limo,” seru Lintang.“Dia jadi sangat lucu, kakang,” puji Anantari pada Limo.“Hahaha, kau benar, jika melihat wujudnya sekarang, aku selalu teringat saat pertama kali bertemu dengannnya di hutan terlarang perguruan Awan Selatan,” Lintang tertawa.“Kwii, Kwii, Kwii,” ujar Limo seraya naik keatas pundak Lintang.“Hahaha, aku tahu,” tanggap Lintang.Anantari hanya mengerutkan kening tidak mengerti entah apa maksud dari kata-kata yang Limo lontarkan.“Berapa lama kira-kira kita sampai di Kuil Teratai Putih, Kakang?” tanya Anantari.“Entahlah, sepertinya sekitar beberapa bulan,” jawab Lintang.Lintang memilih perjalana
Tidak ada yang tidak membelalakan mata saat melihat sosok kesatria Naga Gerbang Nirwana, termasuk Bawana.“Dia benar-benar layak menjadi seniorku, tidak kusangka kekuatan senior bisa jauh berkembang seperti itu hanya dalam waktu beberapa saat,” gumam Bawana terkagum.Saat pertempuran melawan pasukan iblis di wilayah gunung Merapi, Bawana memang tidak menyaksikan pertarungan Lintang karena dirinya tidak sadarkan diri setelah mendapatkan luka parah dari energi Anantari.Ki Cokro mematung tidak dapat berkata-kata, dia memandang Lintang layaknya seorang dewa, hatinya begitu bangga memiliki murid yang akan menjadi legenda.Dia percaya Lintang masih akan terus berkembang, andai Ki Ageng jagat masih hidup, orang tua itu juga pasti akan menangis haru mendapati Lintang telah mencapai apa yang menjadi harapannya.Beda Ki Cokro beda lagi dengan semua pendekar golongan hitam dan para pasukan kerajaan Manarah, nafas mereka tertahan menyaksikan Lintang.Keringat becucuran dan wajah tampak memucat,
Lintang dan dua panglima iblis bersaudara bertarung jauh di atas langit, dia melakukan itu karena tidak mau merusak kerajaan Manarah.Jika dia bertarung di daratan, maka tidak hanya kerajaan Manarah, semua orang yang ada di sana juga akan terancam bahaya.Maha Prabu Antareja menyaksikan pertarungan itu dengan perasaan harap-harap cemas, jika kedua panglima iblis yang menjadi pengawalnya kalah, maka habis sudah riwayat dirinya, dia sudah menyiapkan sebuah pisau kecil agar dirinya bisa langsung bunuh diri andai kedua panglimanya kalah.“Hahaha, kau memang sakti anak manusia, namun kesaktianmu tidak cukup untuk melawan kami,” Karpala tertawa, dia sesumbar menyombongkan kekuatan besarnya di hadapan Lintang.Sementara Gupala masih menimbang-nimbang sejauh mana kekuatan Lintang, dari tadi pemuda yang menjadi lawannya hanya bertahan saja dan tidak berbalik memberikan serangan. Membuat Gupala sedikit merasa risih, entah apa maksud dari kedatangannya kesini.Melawan dua panglima iblis yang sud
Bawana bertarung sengit dengan Ki Suta, meski kanuragan kakek tua itu tidak seberapa, namun jurus ilusinya sangat merepotkan.Dua kali Bawana tenggelam dalam ilusinya, saat ini dia sedang berada di dunia antah berantah yang di dalamnya terdapat banyak mahluk aneh berukuran besar.Memiliki kepala botak, dengan tubuh penuh bulu seperti kera, para mahluk itu tidak ada habisnya menyerang Bawana, dan yang paling sialnya, mereka tidak bisa di bunuh.Sekali mati, maka akan hidup lagi, lagi, dan lagi, membuat Bawana kewalahan dan hampir kehabisan energi.Jika Bawana tewas di dunia ilusi, maka akan tewas pula jiwanya, Bawana akan tamat selamanya, dia terus mencoba bertahan untuk menghemat energi.Di alam nyata, Ki Suta tertawa terbahak bahak mendapati musuhnya kembali terperangkap, bisa saja dia langsung membunuh Bawana dengan memenggal tubuh pisiknya, namun tidak dia lakukan karena ingin menyaksikan penderitaan lawan terlebih dahulu.“Dasar bodoh, tidak ada pendekar yang mampu menandingi ilus







