Home / Fantasi / Legenda Tongkat Semesta / Bab 4 Pemuda Mesum

Share

Bab 4 Pemuda Mesum

Author: Pujangga
last update Last Updated: 2025-10-19 20:43:15

Setibanya di tepian, Madu Lanang segera melompat tinggi, memastikan benda apa yang tadi jatuh menghantamnya.

“Siapapun yang ada di sana, tidak akan ku ampuni.” umpat Madu Lanang kesal, dia begitu marah pada benda yang telah membuatnya tercebur ke dalam danau.

Dengan ilmu meringankan tubuh, dalam sekejap dirinya sudah tiba di atas bukit.

Tetapi keningnya tiba-tiba berkerut ketika mendapati dua mahluk yang terbaring lemah dengan banyak luka di tubuh mereka.

Melihat itu, kemarahan Madu Lanang pun seketika lenyap berganti perasaan iba.

Seekor beruang besar dengan seorang pemuda yang terlihat sangat lusuh, wajahnya begitu kumal dengan pakaian kotor, tampak banyak tambalan di beberapa bagian.

Entah kenapa Madu Lanang merasa seperti melihat dirinya sendiri pada diri Lintang dimana dibalik penampilannya yang kusam, wajah Lintang seolah menggambarkan kesedihan dan kesepian yang teramat dalam.

Mendapati itu, Madu Lanang lagi mempersoalkan apa yang terjadi dengan dirinya, tapi segera mengecek keadaan Lintang dan Limo dengan memastikan denyut nadi serta jantung keduanya.

Limo menjadi makhluk pertama yang Madul Lanang periksa kerena keadaan beruang besar tersebut terlihat paling buruk.

Benar saja, keadaan beruang itu sangat kritis dengan luka dalam yang terlalu parah. Namun sebelum menangani Limo, Madu Lanang lanjut memeriksa dulu keadaan Lintang.

Madu Lanang kembali mengerutkan kening Ketika mendapati pemuda tersebut sudah tidak memiliki detak jantung, namun anehnya, suhu tubuh Lintang masih hangat selayaknya manusia hidup.

Merasa jangal dengan keadaan pemuda yang dia temukan, Madu Lanang pun mendekatkan telinganya berniat memastikan masih ada hembusan nafas atau tidak.

Madu Lanang lagi-lagi mengerutkan kening saat telinganya merasakan masih ada aliran nafas tetapi begitu tipis dan nyaris tidak terasa.

“Aneh, dia terlihat masih hidup namun tubuhnya seakan mati.” ucap Madu Lanang, telinganya berada sangat dekat dengan hidung Lintang.

Namun ketika Madu Lanang ingin melihat mata sang pemuda dari dekat, dia kaget ketika Lintang tiba-tiba bangun karena telapak tangannya merasa sakit yang tanpa sadar telah terinjak oleh Madu Lanang.

Karena posisi wajah mereka saling berdekatan, dengan Madu Lanang di atas dan Lintang di bawah, maka ketika Lintang bangun, secara tidak sengaja bibir keduanya pun bertemu.

Waktu seakan berhenti, sesaat mata Lintang dan Madu Lanang saling berpandangan, sebelum Lintang secara reflek dengan cepat menendang Madu Lanang hingga membuat tubuhnya melayang terlempar kembali ke dalam danau.

Lintang yang kaget segera membersihkan bibirnya dengan ujung pakaian di punggung lengan. Entah berapa kali dia meludah berharap semua ini hanya mimpi.

Sementara Madu Lanang yang kini berada di dalam danau pun melakukan hal yang sama, dia beberapa kali membasuh bibirnya dengan air.

“Sial, hari ini aku benar-benar sial! Siapa si berengsek itu? Sudah dua kali aku terjebur olehnya.” Madu Lanang mengutuki Lintang dengan kesal.

Sifatnya yang dingin dan tidak pernah bergaul membuat dia tidak mengenal siapa Lintang karena Madu Lanang hidup seperti memiliki dunianya sendiri.

Dia tidak peduli dengan keadaan sekitar, tentang siapa dan ada berapa jumlah murid di perguruan, Madu Lanang hanya peduli pada kekuatan, dan bagaimana cara meraihnya.

Yang dia kenal diperguruan hanyalah sesepuh, para tetua dan ke-lima murid inti yang lain, termasuk Masayu Sri Kemuning yang selalu menjadi rivalnya.

Berniat memberi perhitungan pada Lintang, Madu Lanang segera keluar dari danau dan melompat tinggi menuju bukit tempat pemuda aneh itu berada.

Namun naas, saat mendarat di atas rerumputan, alas kaki basah Madu Lanang begitu licin hingga membuatnya tergelincir dan jatuh tepat menimpa Lintang yang waktu itu masih membersihkan bibirnya.

“Sial!” Madu Lanang mengumpat tidak bisa mengendalikan laju tubuhnya.

Sementara Lintang sangat kaget dengan kedatangan seseorang yang tiba-tiba meluncur cepat ke arahnya, Lintang segera menahan tubuh Madu Lanang dengan kedua telapak tangannya.

Tetapi karena kondisi Lintang masih sangat lemah, tubuh Madu Lanang pun tidak dapat ditahannya, membuat mereka kembali jatuh dengan posisi bertumpuk dan Madu Lanang berada di atas Lintang.

Bibir mereka lagi-lagi bertemu serupa sepasang kekasih yang sedang memadu cinta, “Dasar manusia mesum! Menyingkir dari tubuhku.” Lintang berusaha melepaskan diri dari tubuh Madu Lanang.

Madu Lanang segera melompat sejauh 2 depa dari tubuh Lintang, dia tidak percaya dengan apa yang dialaminya hari ini.

Niat ingin membuat perhitungan karena telah membuatnya terjatuh ke dalam danau sebanyak dua kali, Madu Lanang kini malah disalahkan oleh pemuda aneh tersebut.

“Ka-kau …, aku ini lelaki sejati yang masih menyukai perempuan, asal kau tahu.” Tukas Madu Lanang pada Lintang.

“Jangan bohong! Aku tidak akan tertipu, jelas-jelas sudah dua kali kau berniat menodaiku, menyingkir! pergi dari sini.” Lintang berusaha mundur menarik tubuhnya mendekati Limo.

“Bodoh, ini adalah tempatku, kau yang datang ke sini dan sudah dua kali membuatku terlempar ke dalam danau.” Madu Lanang jelas tidak terima dengan tuduhan Lintang.

Mereka terus berdebat saling menyalahkan dan tidak mau kalah, sampai tiba-tiba Limo tersadar dengan beberapa kali memuntahkan darah segar.

Lintang dengan cepat memeriksa keadaan Limo, dia sangat terkejut ketika mendapati detak jantung Limo semakin melemah.

“Dia akan mati jika tidak segera diberi tenaga dalam.” ujar Madu Lanang, walau sangat kesal pada Lintang, tetapi hatinya tidak dapat menolak untuk tidak merasa kasihan dengan keadaan beruang tersebut.

“Apa kau bilang? Bagaimana ini? Limo, Limo …. Tidak, Limo! tetaplah bertahan.” Lintang semakin panik ketika mata Limo kembali terpejam, sedangkan dirinya tidak membawa satupun ramuan obat di sana.

“Tunggu apalagi! cepat alirkan tenaga dalam mu padanya,” Madu Lanang berteriak melihat Lintang masih terdiam seraya memanggil nama ‘Limo’.

“Jika tidak, dia akan segera mati karena luka dalamnya.” sambung Madu Lanang.

Lintang tertunduk lemas karena tidak dapat berbuat apa-apa, dengan menggeleng dia berkata “Aku tidak memiliki tenaga dalam.”

Mendengar itu, Madu Lanang dengan cepat melesat mendekati tubuh Limo, tanpa pikir panjang dia segera mengalirkan tenaga dalamnya di dada beruang itu.

Madu Lanang sebetulnya merasa heran, bagaimana pemuda itu bisa tidak memiliki tenaga dalam? bukankah tadi dia dapat menendang dirinya dengan begitu keras.

Tidak mungkin ada manusia biasa yang mampu memiliki tendangan sekuat itu, hingga membuat dirinya melayang jauh tercebur kedalam danau.

Madu Lanang menarik nafas berat ketika melihat hari sudah menjelang akhir senja, dia tidak habis pikir dengan Lintang.

Dua tarikan nafas saja dia terlambat, Limo sudah dapat dipastikan tewas meregang nyawa.

“Bodoh! Kenapa dari awal kau tidak bilang jika tidak memiliki tenaga dalam.” bentak Madu Lanang.

“A-aku, a-aku ...” Lintang tidak sempat menyelesaikan ucapannya.

“Sudahlah, ayo kita bawa dia ketempat aman, hari sudah gelap, akan bahaya jika tetap di sini.” Madu Lanang bangkit seraya menggendong Limo berlari menuju sebuah goa di ujung tebing tepi danau.

“Cepatlah, kau lambat sekali, dasar bodoh.” Madu Lanang mengumpati Lintang yang berlari sangat lamban.

“Aku tidak memiliki ilmu meringankan tubuh seperti dirimu, manusia mesum.” Lintang berteriak kesal mendengar ocehan Madu Lanang yang kini sudah semakin jauh.

“Dasar pemuda bodoh!” maki Lintang seraya terus berlari.

Ketika sampai di dasar tebing, Lintang bingung kemana arah selanjutnya yang harus dituju karena pemuda mesum tadi telah hilang entah kemana.

Lintang terus mencari jejak Madu Lanang, namun tetap saja tidak dia temukan, merasa Lelah, dia duduk diatas batu untuk beristirahat.

“Oiiii, bodoh, cepat naik, mengapa kau malah duduk di sana,” terdengar suara Madu Lanang dari atas tengah tebing.

Benar saja, saat Lintang menoleh ke atas, terdapat cekungan hitam seperti lubang besar di tengah tebing.

“Sial, dari tadi si mesum itu mengerjaiku.” Lintang bangkit dan segera memanjat tebing, batu tebing yang licin membuat dia beberapa kali terpeleset dan hampir jatuh ke bawah.

“Cepatlah, sebentar lagi para siluman akan berkeliaran di sini, jika tidak, kau akan berakhir menjadi santapan mereka.” Madu Lanang kembali berteriak dari dalam goa.

“Woooiii, batu tebing ini licin sekali, setidaknya bantu aku untuk naik ke sana.” pinta Lintang yang tengah kesulitan memanjat.

“Tidak akan, kau membuatku dua kali basah tercebur danau, itu adalah balasan untukmu, ayo cepat naik, para siluman sudah mulai datang.” teriak Madu Lanang.

“Dasar mesum, jika tidak mau membantu, setidaknya kau memberiku semangat, jangan malah menakutiku.” Lintang terus berusaha memanjat dengan mulut tidak berhenti mengutuki Madu Lanang.

Dengan susah payah, Lintang akhirnya sampai menuju bibir goa tepat ketika hari sudah tengah malam.

Karena sangat lelah, dia pun langsung tertidur di bibir goa dengan tangan kuat memegang batu agar tubuhnya tidak terjatuh.

Sementara Madu Lanang di dalam goa terus mengalirkan tenaga dalam untuk memulihkan kondisi Limo, membuatnya kehabisan tenaga hingga akhirnya turut terbaring pulas.

**

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Legenda Tongkat Semesta   Bab 24 Penguasa Hutan Subali

    Selama 10 hari Lintang terus melatih kuda-kudanya terlebih dahulu, pertama dia berdiri di atas dua batang kayu dari pagi hingga menjelang siang, dengan posisi dua kaki ditekuk sedikit lebar seperti setengah jongkok.Setelah siang, pemuda itu melanjutkan berlatih kuda-kuda langkah, seperti petunjuk yang tertera pada lembar pertama dalam kitab pemberian gurunya.Lintang harus melangkah maju sebanyak 90 langkah, dan kembali mundur sebanyak 90 langkah pula, tetapi dengan pola langkah silang, sehingga sulit untuk dilakukan, terlebih pemuda itu melakukannya diatas batang kayu.Batang kayu yang sebelumnya pemuda itu tancapkan secara vertikal di lantai goa, ternyata telah dia sesuaikan dengan pola langkah kuda-kuda seperti lukisan dalam kitab.Saat pertama kali melakukannya, Lintang terus saja gagal dan jatuh ke lantai goa, jika bukan kedua kakinya yang bertabrakan, maka langkahnya lah yang salah, membuat telapak kakinya keluar dari pijakan.Limo akan tertawa setiap kali melihat pemuda itu t

  • Legenda Tongkat Semesta   Bab 23 Teknik Pernapasan Sempurna

    Selama satu bulan, Lintang terus berlatih pernafasan di kedalaman sungai, seperti biasa, Lintang akan menahan makan selama latihan berlangsung.Dari pagi hinga sore, Lintang akan menetap di dalam sungai, selanjutnya pemuda itu akan naik kepermukaan untuk mengambil nafas dan kembali menyelam hingga pagi menjelang.Tidak ada yang dapat melakukan hal itu selain dirinya, bahkan Ki Cokro sendiri, hanya mampu bertahan selama 4 jam saja di dalam air.Menahan nafas di tengah arus deras merupakan latihan yang sangat sulit dilakukan, karena harus berbagi tenaga dengan tetap mempertahankan detak jantung agar aliran darah selalu stabil.Jika detak jantung bertambah cepat, maka aliran darah pada tubuh juga akan bertambah cepat, itu akan cepat menguras persediaan udara di dalam tubuh, membuat paru-paru akan terasa panas dan harus segera mengambil nafas.Jika tidak, maka otak akan mati, dan seluruh tubuh akan lumbuh sebelum akhirnya tewas dengan pecahnya pembuluh darah pada otak.Tetapi sungguh ajai

  • Legenda Tongkat Semesta   Bab 22 Misteri Tubuh Lintang

    “Ayo Limo, guru mungkin sudah menunggu kita di batas hutan,” ajak Lintang.Pemuda itu masih berkemas memasukan berbagai macam barang ke dalam buntelannya.Sementara beruang besar berwarna hitam tengah asik menyantap daging, dia duduk di lantai tanah seperti anak kecil pelit yang rakus memakan makanannya dengan posisi membelakangi Lintang.Hari masih 1/3 malam, para ayam jantan masih terlelap dalam mimpi indahnya, Lintang sudah menyiapkan perbekalan cukup banyak untuk persediaan 3 bulan ke depan.“Kwii, Kwiii.”Limo bangkit seraya membersihkan mulut, dia berjalan dengan empat kaki, menarik-narik lengan Lintang menggunakan mulutnya.“Beruang tengik, kau menghabiskan jatah dagingku, padahal aku juga belum makan,” ketus Lintang mendapatkan jatah sarapannya sudah lenyap tidak tersisa.Limo melepaskan tangan pemuda itu dan menyeringai nakal tanpa rasa bersalah, sebetulnya Limo masih kesal kepada Lintang, seharian kemarin dirinya di tinggal pemuda itu entah kemana.“Sudahlah, ayo kita beran

  • Legenda Tongkat Semesta   Bab 21 Lunturnya Kesombongan

    Lintang dapat melihat sebuah ruangan kosong berukuran kecil, ruangan itu sepertinya hanya cukup ditempati oleh dua orang saja.Dengan sedikit ragu, pemuda itu melangkah masuk kedalam ruangan, kesan pertama yang dirasakan adalah sesak dan tidak nyaman.Pintu batu tiba-tiba kembali menutup, membuat ruangan kecil tersebut seketika berubah gelap.Namun tiga tarikan nafas berikutnya, Lintang saat terkejut, ketika ruangan itu tiba-tiba berubah menjadi sebuah tempat yang paling dia takuti.Tempat yang sangat mengerikan, dimana alam berubah kelam, dan langit bergemuruh dipenuhi petir yang menyambar kesegala arah.Lintang diam mematung, merasakan ketakutan teramat sangat, menyaksikan bagaimana petir-petir di atas langit, berkumpul membentuk sesosok burung raksasa yang memiliki mata merah menyala.Ketakutan yang tidak asing bagi Lintang, dimana kejadian itu selalu datang pada mimpinya dalam 10 tahun terakhir.Namun kali ini sedikit berbeda, karena di sana tidak terdapat petapa tua yang dahulu b

  • Legenda Tongkat Semesta   Bab 20 Aku Mencintaimu

    Masayu dan Bangga Sora mengutuki perbuatan Suwarna, dimana dia salah memilih meminjamkan pedang.Begitu juga Madu Ladang, dia merasa pemuda aneh itu tengah dalam bahaya dimana serangan gadis sinis itu memiliki niat membunuh.Lintang masih berusaha mencabut pedang, dia bingung kenapa pedang tersebut sangat susah dicabut.Lintang membungkuk menjepit ujung sarung pedang dengan kedua kakinya, kedua tangannya kuat menggenggam gagang.Menggunakan aliran pernafasan, pemuda itu menarik gagang pedang sekuat tenaga, berharap pedang itu akan tercabut.Kecepatan gadis yang menjadi lawannya sangat luar biasa, gerakannya hampir tidak terlihat oleh orang lain.Saat ujung pedang gadis itu sedikit lagi akan mengenai kepala Lintang, pemuda itu berteriak kencang, “Keluarlah! Pedang sialan.”Hal mengejutkan pun terjadi, semua penonton menganga menyaksikan itu, Suwarna membuka mata lebar tidak percaya.Misantanu, Silah dan Tanwiara juga demikian, mereka tidak pernah melihat hal yang semacam ini seumur hid

  • Legenda Tongkat Semesta   Bab 19 Keberuntungan Orang Bodoh

    Para murid perguruan tapak putih juga terkejut melihat Lintang di atas arena, mereka tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.“Dia, mengapa pemuda itu masih hidup?”“Bukankah, malam itu dia tertangkap?”“Tidak mungkin!”“Dia sangat beruntung.”Banyak komentar yang terlontar dari murid perguruan Tapak Putih, mereka menggeleng mengagumi keberuntungan Lintang.Di bangku penonton lain, seorang gadis sangat cantik terlihat membuang muka ketika melihat Lintang.“Pemuda bodoh,” ucaknya ketus, dia sangat kesal melihat pemuda itu.Berikut semua temannya sesama murid perguruan es abadi, mata mereka berkilat menunjukan nafsu membunuh kepada Lintang.Lintang melambai ke arah Limo, entah apa yang dimaksudnya, kemungkinan dia mengisyaratkan, selamat bertemu di ruang perawatan.Para murid perguruan awan selatan semakin riuh melihat tingkah Lintang, mereka berteriak keras mengungkapkan kekesalannya.“Bunuh, bunuh, bunuh!”“Bunuh!”“Bunuh!”“Jangan bairkan si sampah itu lolos!”“Bunuh, Dia!”Gong tan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status