LOGINPagi hari tepat ketika mentari menyinari wajahnya, Lintang bangun membuka mata.
Hampir saja dia terjatuh dari tebing.
Kebiasaan menguap setelah tidur, Lintang tidak sadar akan menutup mulutnya dengan tangan, padahal saat itu kedua tangannya tengah berpegangan pada batu.
Setelah ingat dengan semua kejadian yang dialaminya kemarin, dia segera memanjat pintu goa dengan terus mengutuki Madu Lanang.
“Si berengsek itu benar-benar membiarkan aku tidur di bibir tebing, dasar pemuda tidak berhati.”
Lintang melangkah memasuki goa, matanya melebar saat mendapati di dalam goa, ruangan yang begitu luas dan terang.
Tidak seperti goa pada umumnya yang gelap dan dingin, ruang goa itu begitu terang dipenuhi cahaya kebiruan dari banyak jamur yang Lintang sendiripun tidak mengetahui entah jenis apa jamur tersebut.
Di pojok ruangan, air menetes dari langit-langit membentuk sebuah kolam kecil di dasar goa.
Lintang yang dari kemarin belum minum sedikit pun lantas berlari mendekati kolam, terlihat senyumnya begitu cerah saat merasakan betapa menyegarkannya air tersebut.
“Luar biasa, air di goa ini ternyata lebih segar dari pada air sungai, apa dia sering berada di sini?” tanpa sadar Lintang menjadi sedikit penasaran akan siapa pemuda mesum yang menolongnya itu.
Setelah masuk lebih dalam, akhirnya Lintang menemukan Limo yang masih terbaring di atas sebuah batu yang berbentuk seperti dipan.
Dia berlari mendekati Limo dan segera membangunkannya, “Hoi Limo, bangun, apa kau masih sakit?”
Merasa tidak mendapatkan respon setelah beberapa kali diguncangkan, Lintang menempelkan telinganya di dada Limo.
“Aneh, detak jantungnya telah kembali normal, tapi mengapa dia tidak mau bangun?” gumam Lintang tidak mengerti.
Baru saja dia akan menarik kembali kepalanya, Limo tiba-tiba dengan cepat mencengkram tubuh Lintang dan menjilati wajahnya.
“Hahaha, ternyata kau baik-baik saja, sudah aww.. sudah Limo, itu geli.” Seperti biasa Lintang akan meronta ketika Limo menjilatinya.
“Kwiiii, kwi, kwiiii…” Limo melompat kemudian menggesekan kepalanya ke wajah Lintang.
“Hahaha, iya, aku juga baik, kau yang membuatku khawatir bocah besar.” Lintang tertawa senang seraya mengelus kepala sahabatnya.
“Eh, dimana pemuda itu?”
Lintang baru sadar bahwa Madu Lanang sudah tidak lagi berada di sana, “Pemuda mesum yang aneh, dia menolong kita dan pergi begitu saja.”
Lintang masih saja mengumpati Madu Lanang sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk kembali keperguruan.
**
Pagi hari di luar gerbang perguruan Awan selatan, seorang gadis berparas cantik dengan rambut berwarna coklat kemerahan tengah menghajar 6 orang pemuda yang tidak lain adalah Bangga sora dan teman-temannya.
Gadis itu adalah Masayu Sri Kemuning, putri tunggal dari sesepuh perguruan, Ki Ageng Jagat yang dikenal dunia persilatan sebagai Malaikat Pedang.
Tidak ada seorangpun yang berani berurusan dengan Masayu, selain statusnya sebagai putri sesepuh, kanuragan yang dimilikinya juga begitu tinggi.
Dia merupakan satu dari enam murid inti yang menyandang julukan sebagai Mutiara Awan selatan.
Murid terbaik diantara semua murid, dialah murid paling berbakat di perguruan itu, rival kuat yang tidak pernah terkalahkan bagi Madu Lanang.
Masayu adalah gadis cantik yang ceria, sedikit centil dan berlaku baik pada semua murid, selain murid paling berbakat, dia juga sangat terkenal karena keindahan parasnya.
Tidak seperti biasanya, pagi itu Masayu begitu marah pada Bangga Sora dan kelima temannya.
“Cepat katakan, dimana keberadaan Lintang?” Bangga Sora hanya dapat meronta saat lehernya dicekik oleh putri sesepuh tersebut.
Sementara Silah, Asmaji, Tanwira, Suwarna dan Misantanu sudah babak belur terbaring tidak berdaya.
Sekuat apapun mereka berusaha melawan, mereka tetap tidak dapat menandingi kanuragan Masayu yang sudah mencapai pendekar awal tanding tahap menengah.
Bangga Sora terus mengelak bahwa mereka tidak mengetahui keberadan Lintang yang dipanggilnya sampah, “Be-be-benar Nyimas, a-aku su-sungguh tidak tahu.” Bangga Sora menjawab dengan terbata.
Tubuhnya gemetar hebat tidak kuasa menahan tekanan tenaga dalam dari Masayu, dia tidak berani berterus terang, karena jika gadis itu tahu Lintang hilang karena ulahnya, maka sudah dapat dipastikan mereka akan dihukum berat oleh para tetua perguruan.
Kesal tidak mendapatkan jawaban yang diinginkan, Masayu langsung menampar Bangga Sora hingga membuatnya terkapar tidak sadarkan diri.
Gadis itu kemudian berlalu meninggalkan mereka berjalan menuju Hutan Terlarang, “Dasar bodoh, kau selalu saja membuatku khawatir.” Gumam Masayu yang terlihat gelisah.
Dia melompat dari pohon kepohon lain dengan ilmu meringankan tubuh, sepanjang jalan Masayu terus mengumpati Lintang yang kini entah dimana rimbanya.
Satu hari sebelumnya, Gadis itu terkejut ketika mendapati semua murid di perguruan ribut karena tidak ada yang memasak.
Lintang merupakan juru masak satu-satunya bagi seluruh murid perguruan. Sementara guru dan para tetua, memiliki juru masak mereka sendiri.
Setiap hari, Lintang biasa memasak untuk 6000 murid di perguruan, setelah memasak, kebiasannya adalah berburu rusa sebagai makanan favoritnya.
Lintang begitu menyukai daging rusa dibanding makanan lain, untuk itu Lintang selalu menghabiskan waktu senggangnya didalam hutan.
Semalaman Masayu merasa khawatir dan ingin segera mencari Lintang, namun niatnya harus tertunda karena salah satu tetua perguruan mengajaknya berlatih tanding.
Baru setelah pagi dirinya bisa keluar, Masayu mencari dan menanyakan Lintang di berbagai tempat namun tetap tidak ditemukan.
Hatinya semakin gelisah ketika mendapati rombongan Bangga Sora baru saja keluar dari arah hutan tempat Lintang biasa berburu, mereka sedang berjalan menuju pintu gerbang perguruan.
Masayu tahu kelompok murid berandalan tersebut sangat tidak menyukai keberadaan Lintang.
Tanpa pikir panjang, Gadis itu langsung menyerang ke enam murid dalam tersebut dengan membabi buta seraya menanyakan kebereradaan Lintang.
Pertarungan berat sebelah pun terjadi, dimana kelompok Bangga Sora menang dalam jumlah.
Namun di hadapan Masayu, mereka tidak lebih seperti lalat kecil yang lemah, tidak butuh waktu lama kelompok Bangga Sora pun tumbang tidak sadarkan diri.
“Bodoh, bodoh, bodoh! kenapa dia selalu saja menolak untuk tinggal di kediaman Bopo, jika saja dia mau, para murid kurang ajar itu tidak akan lagi berani mengganggunya.” Masayu tidak berhenti mengumpati Lintang.
Gadis itu terus masuk ke dalam hutan menuju Hutan Terlarang yang sangat berbahaya, tetapi langkahnya terhenti saat melihat sekelebat bayangan yang melesat cepat menuju perguruan.
Merasa curiga, Masayu segera berbelok arah mengejar bayangan tersebut, dirinya mengerutkan kening ketika mendapati bayangan itu masuk ke dalam perguruan dengan melompati dinding benteng yang begitu tinggi.
“Tidak mungkin, apakah itu mata-mata dari perguruan lain?” ucapnya heran.
Tidak ada satupun murid yang mampu melakukan hal itu, dimana benteng perguruan Awan Selatan dirancang sangat tinggi sebagai lokasi yang tidak boleh dimasuki sembarang orang.
Masayu merasa harus segera melaporkan hal ini kepada para tetua, pencarian Lintang dengan berat hati Masayu tunda karena ada yang lebih penting.
Akan sangat berbahaya jika penyusup itu memiliki niat jahat, Masayu mempercepat laju larinya menuju pintu gerbang.
“Cepat buka gerbang!” pintanya pada para murid penjaga.
**
Selama 10 hari Lintang terus melatih kuda-kudanya terlebih dahulu, pertama dia berdiri di atas dua batang kayu dari pagi hingga menjelang siang, dengan posisi dua kaki ditekuk sedikit lebar seperti setengah jongkok.Setelah siang, pemuda itu melanjutkan berlatih kuda-kuda langkah, seperti petunjuk yang tertera pada lembar pertama dalam kitab pemberian gurunya.Lintang harus melangkah maju sebanyak 90 langkah, dan kembali mundur sebanyak 90 langkah pula, tetapi dengan pola langkah silang, sehingga sulit untuk dilakukan, terlebih pemuda itu melakukannya diatas batang kayu.Batang kayu yang sebelumnya pemuda itu tancapkan secara vertikal di lantai goa, ternyata telah dia sesuaikan dengan pola langkah kuda-kuda seperti lukisan dalam kitab.Saat pertama kali melakukannya, Lintang terus saja gagal dan jatuh ke lantai goa, jika bukan kedua kakinya yang bertabrakan, maka langkahnya lah yang salah, membuat telapak kakinya keluar dari pijakan.Limo akan tertawa setiap kali melihat pemuda itu t
Selama satu bulan, Lintang terus berlatih pernafasan di kedalaman sungai, seperti biasa, Lintang akan menahan makan selama latihan berlangsung.Dari pagi hinga sore, Lintang akan menetap di dalam sungai, selanjutnya pemuda itu akan naik kepermukaan untuk mengambil nafas dan kembali menyelam hingga pagi menjelang.Tidak ada yang dapat melakukan hal itu selain dirinya, bahkan Ki Cokro sendiri, hanya mampu bertahan selama 4 jam saja di dalam air.Menahan nafas di tengah arus deras merupakan latihan yang sangat sulit dilakukan, karena harus berbagi tenaga dengan tetap mempertahankan detak jantung agar aliran darah selalu stabil.Jika detak jantung bertambah cepat, maka aliran darah pada tubuh juga akan bertambah cepat, itu akan cepat menguras persediaan udara di dalam tubuh, membuat paru-paru akan terasa panas dan harus segera mengambil nafas.Jika tidak, maka otak akan mati, dan seluruh tubuh akan lumbuh sebelum akhirnya tewas dengan pecahnya pembuluh darah pada otak.Tetapi sungguh ajai
“Ayo Limo, guru mungkin sudah menunggu kita di batas hutan,” ajak Lintang.Pemuda itu masih berkemas memasukan berbagai macam barang ke dalam buntelannya.Sementara beruang besar berwarna hitam tengah asik menyantap daging, dia duduk di lantai tanah seperti anak kecil pelit yang rakus memakan makanannya dengan posisi membelakangi Lintang.Hari masih 1/3 malam, para ayam jantan masih terlelap dalam mimpi indahnya, Lintang sudah menyiapkan perbekalan cukup banyak untuk persediaan 3 bulan ke depan.“Kwii, Kwiii.”Limo bangkit seraya membersihkan mulut, dia berjalan dengan empat kaki, menarik-narik lengan Lintang menggunakan mulutnya.“Beruang tengik, kau menghabiskan jatah dagingku, padahal aku juga belum makan,” ketus Lintang mendapatkan jatah sarapannya sudah lenyap tidak tersisa.Limo melepaskan tangan pemuda itu dan menyeringai nakal tanpa rasa bersalah, sebetulnya Limo masih kesal kepada Lintang, seharian kemarin dirinya di tinggal pemuda itu entah kemana.“Sudahlah, ayo kita beran
Lintang dapat melihat sebuah ruangan kosong berukuran kecil, ruangan itu sepertinya hanya cukup ditempati oleh dua orang saja.Dengan sedikit ragu, pemuda itu melangkah masuk kedalam ruangan, kesan pertama yang dirasakan adalah sesak dan tidak nyaman.Pintu batu tiba-tiba kembali menutup, membuat ruangan kecil tersebut seketika berubah gelap.Namun tiga tarikan nafas berikutnya, Lintang saat terkejut, ketika ruangan itu tiba-tiba berubah menjadi sebuah tempat yang paling dia takuti.Tempat yang sangat mengerikan, dimana alam berubah kelam, dan langit bergemuruh dipenuhi petir yang menyambar kesegala arah.Lintang diam mematung, merasakan ketakutan teramat sangat, menyaksikan bagaimana petir-petir di atas langit, berkumpul membentuk sesosok burung raksasa yang memiliki mata merah menyala.Ketakutan yang tidak asing bagi Lintang, dimana kejadian itu selalu datang pada mimpinya dalam 10 tahun terakhir.Namun kali ini sedikit berbeda, karena di sana tidak terdapat petapa tua yang dahulu b
Masayu dan Bangga Sora mengutuki perbuatan Suwarna, dimana dia salah memilih meminjamkan pedang.Begitu juga Madu Ladang, dia merasa pemuda aneh itu tengah dalam bahaya dimana serangan gadis sinis itu memiliki niat membunuh.Lintang masih berusaha mencabut pedang, dia bingung kenapa pedang tersebut sangat susah dicabut.Lintang membungkuk menjepit ujung sarung pedang dengan kedua kakinya, kedua tangannya kuat menggenggam gagang.Menggunakan aliran pernafasan, pemuda itu menarik gagang pedang sekuat tenaga, berharap pedang itu akan tercabut.Kecepatan gadis yang menjadi lawannya sangat luar biasa, gerakannya hampir tidak terlihat oleh orang lain.Saat ujung pedang gadis itu sedikit lagi akan mengenai kepala Lintang, pemuda itu berteriak kencang, “Keluarlah! Pedang sialan.”Hal mengejutkan pun terjadi, semua penonton menganga menyaksikan itu, Suwarna membuka mata lebar tidak percaya.Misantanu, Silah dan Tanwiara juga demikian, mereka tidak pernah melihat hal yang semacam ini seumur hid
Para murid perguruan tapak putih juga terkejut melihat Lintang di atas arena, mereka tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.“Dia, mengapa pemuda itu masih hidup?”“Bukankah, malam itu dia tertangkap?”“Tidak mungkin!”“Dia sangat beruntung.”Banyak komentar yang terlontar dari murid perguruan Tapak Putih, mereka menggeleng mengagumi keberuntungan Lintang.Di bangku penonton lain, seorang gadis sangat cantik terlihat membuang muka ketika melihat Lintang.“Pemuda bodoh,” ucaknya ketus, dia sangat kesal melihat pemuda itu.Berikut semua temannya sesama murid perguruan es abadi, mata mereka berkilat menunjukan nafsu membunuh kepada Lintang.Lintang melambai ke arah Limo, entah apa yang dimaksudnya, kemungkinan dia mengisyaratkan, selamat bertemu di ruang perawatan.Para murid perguruan awan selatan semakin riuh melihat tingkah Lintang, mereka berteriak keras mengungkapkan kekesalannya.“Bunuh, bunuh, bunuh!”“Bunuh!”“Bunuh!”“Jangan bairkan si sampah itu lolos!”“Bunuh, Dia!”Gong tan







