LOGINSetibanya di Aula, Masayu segera menemui salah satu tetua yang bertanggung jawab atas ke amanan perguruan.
Seorang pria besar berkumis tebal yang bernama Daeng Lambada, dia adalah adik seperguruan ayahnya Ki Ageng Jagat.
Perguruan Awan Selatan terletak dipuncak sebuah gunung berapi yang sulit dijangkau oleh manusia biasa.
Memiliki pelataran yang luas dan tertata rapih layaknya kota raja, terbagi kedalam beberapa komplek kediaman yang terdiri dari komplek murid luar, Komplek murid dalam, Komplek murid inti, dan terakhir adalah komplek para guru dan tetua.
Karena terletak di ketinggian, perguruan Awan Selatan dibangun menyerupai sebuah candi raksasa, dimana setiap komplek didirikan di Undak yang berbeda.
Semakin atas posisi komplek maka akan semakin tinggi pula derajat seseorang di dalam perguruan.
Posisi paling atas disana adalah kediaman sesepuh, Ki Ageng Jagat yang merupakan ayah dari Masayu Sri Kemuning.
Keputusan sesepuh di perguruan Awan Selatan adalah mutlak, tidak dapat dibantah oleh siapapun di sana.
Hukum ditentukan oleh para tetua yang sebelumnya telah disepakati oleh Ki Ageng Jagat, untuk menjalankannya, dibentuk biro penghakiman yang terdiri dari beberapa murid dalam dan murid inti.
Setiap tingkatan murid memiliki tempat latihan yang berbeda, tempat itu berupa lapangan luas yang terdapat tidak jauh dari komplek kediaman mereka.
Terdapat aula besar yang berdiri kokoh ditengah komplek murid dalam, bangunan itu digunakan untuk menguji inti energi setiap murid baru yang akan masuk, dimana penerimaan murid baru akan dibuka sekali dalam setahun.
Inti energi seseorang akan dibedakan menjadi 3 kategori berdasarkan warna aura yang muncul ketika orang tersebut menyentuh batu mustika pengukur energi.
Dimulai dari warna hijau, biru dan merah, setiap inti energi akan menentukan bakat seseorang dalam mencapai tingkat kanuragan.
Calon murid yang memiliki inti energi berwarna hijau akan langsung diterima sebagai murid luar.
Selanjutnya calon murid yang memiliki inti energi berwarna biru akan langsung diterima masuk sebagai murid dalam.
Sementara calon murid yang memiliki inti energi berwarna merah, mereka akan langsung diterima dan masuk kedalam murid inti.
Sangat jarang sekali ada manusia yang memiliki inti energi berwarna merah, merekalah para jenius beladiri yang hanya lahir sekali dalam kurun waktu seratus tahun.
Sebuah keberuntungan bagi perguruan Awan Selatan memiliki lebih dari 4 murid jenius, dimana perguruan lain hanya memiliki 3 murid inti.
Namun siapapun akan diperbolehkan masuk kedalam murid inti jika mereka telah mencapai tingkat kanuragan tertentu dan lolos ujian yang diberikan para tetua.
Lintang sendiri masuk kedalam perguruan karena dibawa langsung oleh Ki Ageng Jagat, saat ditemukan, Lintang tengah terbaring lemas bersama satu orang lagi anak seusianya.
Seluruh desanya telah hancur berikut semua penghuninya, Lintang dibawa Ki Ageng Jagat karena permintaan putrinya Masayu Sri Kemuning yang waktu itu merasa kasihan melihat kondisi Lintang.
Seluruh tetua perguruan Awan Selatan awalnya tidak menerima Lintang tinggal di perguruan karena dia adalah anak cacat yang tidak memiliki inti energi.
Nama baik perguruan Awan Selatan pasti akan tercoreng jika keberadaan Lintang didengar oleh perguruan lain, itu akan menjatuhkan posisi Ki Ageng Jagat dalam aliansi Dewan Tertinggi.
Namun karena desakan putrinya dan juga merasa kasihan terhadap Lintang, Ki Ageng Jagat mengambil keputusan sepihak dimana Lintang akan diambilnya sebagai murid.
Semua tetua perguruan tidak lagi dapat berbuat banyak untuk menolak keputusan sesepuh mereka, akhirnya dengan berat hati, semua tetua menyetujui hal tersebut.
Mendengar sesepuh perguruan mengangkat seorang murid yang tidak memiliki inti energi, seluruh murid di sana merasa marah dan tidak terima.
Mereka merasa lebih layak menjadi murid langsung dari sesepuh dibandingkan seorang sampah yang tidak memiliki inti energi.
Dari sanalah awal mula Lintang selalu ditindas dan diperlakukan tidak layak oleh semua murid perguruan, termasuk para tetua.
Mereka memandang Lintang tidak lebih dari sampah yang selalu menjadi aib perguruan Awan Selatan.
Awalnya Lintang selalu berlatih kanuragan bersama Ki Ageng Jagat, namun setelah beberapa tahun berjalan, dia tetap tidak memiliki kemajuan.
Dari itu Lintang memutuskan untuk berhenti berlatih, dia merasa kecewa terhadap dirinya sendiri yang selalu mempermalukan gurunya dihadapan orang lain.
Ki Ageng Jagat sendiri sangat menyayangi Lintang layaknya putranya sendiri, tanpa lelah dia terus melatih Lintang.
Namun karena permintaan muridnya tersebut, Ki Ageng Jagat hanya bisa pasrah karena memang Lintang tidak berbakat dalam beladiri.
Ki Ageng Jagat meminta Lintang untuk tinggal di kediamannya agar tidak tertindas oleh para murid lain.
Tetapi dengan lembut Lintang menolak permintaannya dengan alasan ingin hidup mandiri dan tidak bergantung pada orang lain.
Itu membuat Masayu Sri Kemuning kecewa, namun dia tidak dapat berbuat apa-apa karena hal tersebut sudah menjadi keputusan Lintang sendiri.
Kembali pada Masayu yang tengah melaporkan temuannya prihal bayangan yang diduga penyusup kepada tetua Daeng Lambada di aula perguruan.
“Begitulah paman, saya khawatir bayangan itu merupakan penyusup yang berniat jahat,” jelas Masayu Sri Kemuning.
“Kurang ajar! Tunggu di sini Nyimas, paman akan menemui Ki Cokro terlebih dahulu, tidak ada penyusup yang dapat lolos dari penglihatannya.” tukas tetua Daeng seraya berdiri dengan memikul pedang besar di pundaknya.
Tetua Daeng adalah pendekar pedang besar dengan senjata pedang sepanjang 2 depa, pedang tersebut merupakan pedang bermata tunggal yang memiliki bentuk sangat unik dengan gagang kepala ular.
Ujung pedang itu tidak runcing layaknya pedang pada umunya, tetapi melebar seperti mata kapak yang tajam.
Terdapat 6 tetua besar di perguruan Awan Selatan, salah satunya adalah Ki Cokro Danursela sebagai ahli segel dan ilusi.
Dialah yang membentengi perguruan Awan Selatan dengan kubah gaib agar tidak dapat dimasuki sembarang orang.
Siapapun yang masuk tanpa izin kedalam perguruan akan langsung ditemukan oleh Ki Cokro Danursela hingga oleh sebab itu, tetua Daeng langsung menemuinya.
Kediaman Ki Cokro Danursela terletak cukup jauh dari aula perguruan, yaitu diujung komplek kediaman tetua yang sangat dekat dengan dinding gerbang.
Butuh waktu sekitar 50 tarikan nafas bagi tetua Daeng untuk sampai disana dengan ilmu meringankan tubuhnya.
Ketika tiba, dia langsung menemui Ki Cokro untuk mengetahui siapa penyusup yang berani masuk perguruan Awan Selatan tanpa izin.
“Begitu rupanya, ayo kita lihat dalam cermin pusaka, siapapun yang melewati gerbang gaib akan terlihat jelas pada cerminku.” ucap Ki Cokro seraya membawa tetua Daeng kedalam ruangan khusus miliknya.
Ruangan itu terdapat dibawah tanah tempat kediaman Ki Cokro Danursela, melewati tangga rahasia, Keduanya berjalan menyusuri lorong yang menuju ruang pengintaian.
Terdapat berbagai pusaka dan barang bertuah di ruangan itu, seperti keris, tombak, altar pemujaan dan sebagainya.
Ada juga berbagai macam ramuan aneh yang tersimpan rapih dalam kendi, namun tetua Daeng tidak tertarik meliriknya, dia hanya fokus menatap cermin besar di tengah ruangan.
**
Selama 10 hari Lintang terus melatih kuda-kudanya terlebih dahulu, pertama dia berdiri di atas dua batang kayu dari pagi hingga menjelang siang, dengan posisi dua kaki ditekuk sedikit lebar seperti setengah jongkok.Setelah siang, pemuda itu melanjutkan berlatih kuda-kuda langkah, seperti petunjuk yang tertera pada lembar pertama dalam kitab pemberian gurunya.Lintang harus melangkah maju sebanyak 90 langkah, dan kembali mundur sebanyak 90 langkah pula, tetapi dengan pola langkah silang, sehingga sulit untuk dilakukan, terlebih pemuda itu melakukannya diatas batang kayu.Batang kayu yang sebelumnya pemuda itu tancapkan secara vertikal di lantai goa, ternyata telah dia sesuaikan dengan pola langkah kuda-kuda seperti lukisan dalam kitab.Saat pertama kali melakukannya, Lintang terus saja gagal dan jatuh ke lantai goa, jika bukan kedua kakinya yang bertabrakan, maka langkahnya lah yang salah, membuat telapak kakinya keluar dari pijakan.Limo akan tertawa setiap kali melihat pemuda itu t
Selama satu bulan, Lintang terus berlatih pernafasan di kedalaman sungai, seperti biasa, Lintang akan menahan makan selama latihan berlangsung.Dari pagi hinga sore, Lintang akan menetap di dalam sungai, selanjutnya pemuda itu akan naik kepermukaan untuk mengambil nafas dan kembali menyelam hingga pagi menjelang.Tidak ada yang dapat melakukan hal itu selain dirinya, bahkan Ki Cokro sendiri, hanya mampu bertahan selama 4 jam saja di dalam air.Menahan nafas di tengah arus deras merupakan latihan yang sangat sulit dilakukan, karena harus berbagi tenaga dengan tetap mempertahankan detak jantung agar aliran darah selalu stabil.Jika detak jantung bertambah cepat, maka aliran darah pada tubuh juga akan bertambah cepat, itu akan cepat menguras persediaan udara di dalam tubuh, membuat paru-paru akan terasa panas dan harus segera mengambil nafas.Jika tidak, maka otak akan mati, dan seluruh tubuh akan lumbuh sebelum akhirnya tewas dengan pecahnya pembuluh darah pada otak.Tetapi sungguh ajai
“Ayo Limo, guru mungkin sudah menunggu kita di batas hutan,” ajak Lintang.Pemuda itu masih berkemas memasukan berbagai macam barang ke dalam buntelannya.Sementara beruang besar berwarna hitam tengah asik menyantap daging, dia duduk di lantai tanah seperti anak kecil pelit yang rakus memakan makanannya dengan posisi membelakangi Lintang.Hari masih 1/3 malam, para ayam jantan masih terlelap dalam mimpi indahnya, Lintang sudah menyiapkan perbekalan cukup banyak untuk persediaan 3 bulan ke depan.“Kwii, Kwiii.”Limo bangkit seraya membersihkan mulut, dia berjalan dengan empat kaki, menarik-narik lengan Lintang menggunakan mulutnya.“Beruang tengik, kau menghabiskan jatah dagingku, padahal aku juga belum makan,” ketus Lintang mendapatkan jatah sarapannya sudah lenyap tidak tersisa.Limo melepaskan tangan pemuda itu dan menyeringai nakal tanpa rasa bersalah, sebetulnya Limo masih kesal kepada Lintang, seharian kemarin dirinya di tinggal pemuda itu entah kemana.“Sudahlah, ayo kita beran
Lintang dapat melihat sebuah ruangan kosong berukuran kecil, ruangan itu sepertinya hanya cukup ditempati oleh dua orang saja.Dengan sedikit ragu, pemuda itu melangkah masuk kedalam ruangan, kesan pertama yang dirasakan adalah sesak dan tidak nyaman.Pintu batu tiba-tiba kembali menutup, membuat ruangan kecil tersebut seketika berubah gelap.Namun tiga tarikan nafas berikutnya, Lintang saat terkejut, ketika ruangan itu tiba-tiba berubah menjadi sebuah tempat yang paling dia takuti.Tempat yang sangat mengerikan, dimana alam berubah kelam, dan langit bergemuruh dipenuhi petir yang menyambar kesegala arah.Lintang diam mematung, merasakan ketakutan teramat sangat, menyaksikan bagaimana petir-petir di atas langit, berkumpul membentuk sesosok burung raksasa yang memiliki mata merah menyala.Ketakutan yang tidak asing bagi Lintang, dimana kejadian itu selalu datang pada mimpinya dalam 10 tahun terakhir.Namun kali ini sedikit berbeda, karena di sana tidak terdapat petapa tua yang dahulu b
Masayu dan Bangga Sora mengutuki perbuatan Suwarna, dimana dia salah memilih meminjamkan pedang.Begitu juga Madu Ladang, dia merasa pemuda aneh itu tengah dalam bahaya dimana serangan gadis sinis itu memiliki niat membunuh.Lintang masih berusaha mencabut pedang, dia bingung kenapa pedang tersebut sangat susah dicabut.Lintang membungkuk menjepit ujung sarung pedang dengan kedua kakinya, kedua tangannya kuat menggenggam gagang.Menggunakan aliran pernafasan, pemuda itu menarik gagang pedang sekuat tenaga, berharap pedang itu akan tercabut.Kecepatan gadis yang menjadi lawannya sangat luar biasa, gerakannya hampir tidak terlihat oleh orang lain.Saat ujung pedang gadis itu sedikit lagi akan mengenai kepala Lintang, pemuda itu berteriak kencang, “Keluarlah! Pedang sialan.”Hal mengejutkan pun terjadi, semua penonton menganga menyaksikan itu, Suwarna membuka mata lebar tidak percaya.Misantanu, Silah dan Tanwiara juga demikian, mereka tidak pernah melihat hal yang semacam ini seumur hid
Para murid perguruan tapak putih juga terkejut melihat Lintang di atas arena, mereka tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.“Dia, mengapa pemuda itu masih hidup?”“Bukankah, malam itu dia tertangkap?”“Tidak mungkin!”“Dia sangat beruntung.”Banyak komentar yang terlontar dari murid perguruan Tapak Putih, mereka menggeleng mengagumi keberuntungan Lintang.Di bangku penonton lain, seorang gadis sangat cantik terlihat membuang muka ketika melihat Lintang.“Pemuda bodoh,” ucaknya ketus, dia sangat kesal melihat pemuda itu.Berikut semua temannya sesama murid perguruan es abadi, mata mereka berkilat menunjukan nafsu membunuh kepada Lintang.Lintang melambai ke arah Limo, entah apa yang dimaksudnya, kemungkinan dia mengisyaratkan, selamat bertemu di ruang perawatan.Para murid perguruan awan selatan semakin riuh melihat tingkah Lintang, mereka berteriak keras mengungkapkan kekesalannya.“Bunuh, bunuh, bunuh!”“Bunuh!”“Bunuh!”“Jangan bairkan si sampah itu lolos!”“Bunuh, Dia!”Gong tan







