Karel tersedak."Apa maksud Ayah ingin mengembalikan semua uang itu?""Karel, aku tidak ingin membebanimu dengan tanggung jawab yang seharusnya menjadi kewajibanku."Aku tidak menyangka pergaulanmu begitu luas, hingga temanmu percaya untuk meminjamkan uang dalam jumlah besar."Terlepas apakah kita berutang pada teman atau saudara, utang tetaplah utang. Kita wajib membayar."Mereka bersedia memberi kita pinjaman bukan karena uang mereka berlebih. Bisa jadi mereka mengorbankan kebutuhan mereka hanya karena tak tega melihat kita teraniaya."Kita mesti pandai-pandai bersyukur dan berterima kasih dengan menunjukkan kesungguhan niat untuk membayar."Tolong sampaikan rasa terima kasihku yang mendalam pada temanmu itu. Katakan padanya, aku akan mencicil setelah panen nanti!"Karel tak bisa berkata-kata.Ayahnya mengira semua uang yang ia keluarkan untuk melunasi utang berasal dari pinjaman."Ayah ... kalau aku bilang uang itu bukan pinjaman, apa Ayah akan percaya padaku?"Cukup lama Tuan Jaffa
"Kalau aku mengatakan pekerjaanku yang sebenarnya, bisakah Ayah menyimpannya untuk diri sendiri?"Terus terang, aku merasa tidak nyaman jika orang-orang mengetahui identitasku. Nyawaku bisa saja terancam.""Hah! Segawat itu? Memangnya apa pekerjaanmu? Mata-mata?""Bukan, Ayah."Karel membisikkan sesuatu di telinga Tuan Jaffan. Membuat netra tua lelaki sepuh itu membeliak.Detik berikutnya, ia merangkul Karel. Tergugu haru."Aku bangga padamu, Nak! Tuhan telah menarikmu hingga mencapai puncak kesuksesan dengan cara-Nya.""Itu semua juga berkat doa-doa Ayah. Aku percaya Ayah tak pernah melupakanku, walaupun aku menghilang tanpa jejak."Aku selalu di hati Ayah, sama seperti diriku yang senantiasa menabur rindu untuk Ayah. Benar kan, Yah?"Tuan Jaffan mengangguk. Memang begitu kenyataannya. Di sepertiga akhir malam, ia selalu terjaga, bermunajat pada Sang Khalik untuk keselamatan putra semata wayangnya.Tak lelah ia menyemai harap akan sebuah perjumpaan dengan sang anak.Kini, setelah rat
Tuan Jaffan menggeleng. Tersenyum meyakinkan. "Tidak, Sayang. Kebahagiaanmu adalah hal terpenting dalam hidupku. Aku menikahimu bukan untuk membuatmu mencemaskan aku."Aku ingin membina keluarga kecil yang bahagia bersamamu. Sayang, maafkanlah suamimu yang tak peka ini! Aku terlalu sibuk mengejar dolar hingga mengabaikan perasaanmu."Nyonya Jaffan menanggapi permintaan maaf suaminya dengan menyatukan bibir mereka.Setelah lumatan penuh perasaan itu terhenti, Tuan Jaffan berkata, "Sayang, tabunganku mungkin belum cukup untuk membeli lahan dan membangun rumah impianmu.""Tidak apa. Kita bisa menggunakan sisa uang pembelian lahan dengan membangun rumah papan seadanya saja."Seminggu setelah mengundurkan diri dari pekerjaannya, Tuan Jaffan menjual apartemennya, lalu membeli lahan yang tidak terlalu luas di daerah subur. Harga lahan pertanian di daerah subur seperti itu sangat tinggi. Nyaris menghabiskan semua uang tabungan dan hasil penjualan apartemen miliknya.Uang yang tersisa hanya cu
Karel dan Tuan Jaffan terus hanyut dalam perasaan yang mengharu biru.Sementara di kediaman Tuan De Groot, lelaki berwajah sangar itu meraung. Melempar segala benda yang ada di atas meja kerjanya kepada si tanpa alis."Bodoh! Mengurus satu orang tua yang sudah lemah saja kau tak mampu. Untuk apa aku menggajimu, hah?!"Prang!Cangkir kopi di atas meja Tuan De Groot menghantam lantai akibat bantingan keras dari Tuan De Groot.Serpihannya ada yang melambung tinggi, menggores wajah si tanpa alis. Darah segar mengalir deras.Lelaki yang masih sangat lemah setelah menjadi bulan-bulanan Karel itu hanya bisa meringis menahan perih."M–maaf, Tuan. Lelaki tua itu dilindungi oleh seorang pemuda yang sedang berlibur. D–dia sangat kuat.""Pecundang! Kau dan anak buahmu tak mampu mengalahkan seorang pemuda yang sedang liburan? Apa kau banci?"Tok! Tok!Kemarahan Tuan De Groot terjeda karena mendengar suara ketukan pintu.Seorang lelaki berbadan kurus masuk dengan kepala menunduk."Maaf, Tuan! Saya
"Kalian tunggu di sini! Aku akan memeriksa ke belakang!"Clark merasa kasihan pada Jack dan anak buahnya. Seharusnya mereka beristirahat untuk memulihkan tenaga, tapi siapa yang berani melawan titah Tuan De Groot? Membantah sama saja dengan cari mati.Tuan De Groot manusia berhati iblis. Tak punya rasa belas kasihan. Ia hanya peduli pada nama baik dan keuntungan pribadinya saja.Clark mengitari rumah papan milik Tuan Jaffan. Berharap lelaki tua itu sedang berada di halaman belakang.Sepi.Tidak ada siapa-siapa di rumah itu.Clark kembali ke depan. Binar mukanya suram. "Tidak ada orang."Jack dan anak buahnya tertunduk lesu. Desah kecewa mengudara dari bibir keduanya."Mau apa lagi kalian ke sini? Sampai mati pun aku tidak akan menjual lahanku pada Tuan De Groot!"Tiga orang yang nyaris putus asa itu serentak mengangkat kepala begitu mendengar suara tegas Tuan Jaffan.Mereka balik badan. Tersenyum ramah pada Tuan Jaffan.Jack seakan baru saja menemukan oase di tengah gurun pasir. Matan
Clark meraih sebuah koper yang ia selipkan di sela pot bunga. Ia melangkah maju, menyerahkan koper itu kepada Tuan Jaffan setelah lebih dulu membukanya."Ada juga uang tunai senilai lima ratus ribu dolar untuk Anda, Tuan. Terimalah!"Jack dan anak buahnya meneguk ludah melihat gepokan uang di dalam koper.Tuan De Groot telah berubah. Kali ini dia benar-benar sangat murah hati.Lelaki yang terkenal pelit itu rela membelikan hadiah berharga mahal untuk seorang petani miskin. Selain itu, ia juga memberinya uang tunai.Nilainya bahkan lebih besar dari gaji mereka bekerja pada Tuan De Groot selama dua tahun. Ada apa ini?Bukankah itu agak berlebihan bila hanya untuk menghargai seorang Deon? Mungkin otak Tuan De Groot sedikit bermasalah setelah nyaris menjadi korban begal.Tuan Jaffan bengong. Ia sama terkejutnya dengan anak buah Tuan De Groot. Sepertinya matahari benar-benar terbit dari Barat, dilihat dari titik rumah Tuan De Groot."Aku tidak akan masuk ke dalam jebakan kalian!"Tuan Jaff
"Kali ini bukan jebakan, Ayah. Aku yakin dia tidak akan berani melakukan hal seperti itu. Dia sangat menyayangi putri tunggalnya.""Apa hubungannya semua hadiah ini dengan putrinya?""Sudahlah, Ayah. Tidak usah terlalu dipikirkan. Nikmati saja!"Karel tak bisa menceritakan kemungkinan ada kaitan antara hadiah yang dikirim Tuan De Groot dengan tugasnya sebagai pengawal pribadi Xela.Tuan Jaffan pun tak ingin memaksakan diri untuk mencari jawab dari ketidakmengertiannya. Biar saja semua berjalan seperti air mengalir.Karel benar. Dia hanya perlu menikmati berkah yang telah ia terima dengan penuh rasa syukur.Barang siapa yang senantiasa bersyukur atas nikmat Allah, maka Allah akan menambah nikmat itu dengan berlipat ganda.Lagi pula, uang tunai dari Tuan De Groot akan sangat membantu dalam mewujudkan rumah impian mendiang istrinya.Selepas makan malam, Tuan Jaffan tidur lebih awal. Begitu pula dengan Karel.Namun, saat tengah malam, ketika keduanya terlelap, telinga sensitif Karel menden
Pagi-pagi sekali, raung sirene memecah sunyi. Cahaya merah dari lampu sirene berdisko, menembus kabut pagi.Sebagian petani bangun lebih awal gara-gara mendengar bunyi yang memekakkan telinga itu.Desa Terrariant yang biasanya hening di kala rerumputan menggeliat bangun, mendadak heboh. Suara nguing-nguing meraung di sepanjang jalan, lalu berhenti di halaman rumah Tuan Jaffan."Ada apa lagi?""Kenapa selalu timbul masalah di rumah itu?""Rumah itu dikutuk! Tidak ada hal baik yang terjadi di rumah itu semenjak istri Tuan Jaffan meninggal."Desas-desus tak sedap menebar secepat kilat dari mulut ke mulut di antara orang-orang yang datang berkerumun, menonton adegan polisi menangkap para pencuri yang menyatroni kediaman Tuan Jaffan.Enam aparat kepolisian menyeret tiga orang lelaki bersebo dengan kedua tangan diborgol.Setelah menutup pintu mobil, salah satu dari polisi itu mendekati Karel."Terima Kasih, Tuan! Anda telah berjasa membantu tugas polisi. Kami harap Anda tidak keberatan meme