Pasak bumi kokoh menjulang di kejauhan. Memamerkan puncak runcing yang mulai berselimut kabut musim semi.
Terik mentari perlahan kehilangan kegarangannya seiring dengan jarak senja yang kian mendekat.Tok! Tok!Pintu kamar Karel diketuk hati-hati, seakan si pengetuk merasa takut suara ketukannya akan mengganggu sang penghuni kamar."Masuk!"Karel berteriak tanpa mengalihkan pandangan dari keyboard macbook, di mana jemarinya masih terbuai dengan tarian sibuk.Pintu kamar itu tak dikunci. Seorang lelaki berusia awal tiga puluhan melangkah masuk. Ia langsung duduk di atas sofa yang berada di sisi kiri Karel. Meletakkan berkas yang dibawanya di atas meja."Kepulanganmu membuatku terlihat buruk," keluh lelaki itu, menyilangkan kaki sembari bersandar, seakan-akan pundaknya berisi beban berat.Karel menjauhkan tangannya dari keyboard. "Aku tahu kau sangat sibuk. Aku tidak ingin mengganggumu.""Cih, seperti orang lain saja!" Lelaki itu menurunkan kakinya, duduk lurus. "Karel, tak peduli hujan badai atau gunung meletus, saat kau memanggilku, aku akan berlari padamu tanpa ragu.""Jadi, apa yang kau bawakan untukku, Kevin?""Ya ampun, Karel! Bertahun-tahun tak bertemu, pada pertemuan pertama kita kau bahkan tak menawariku secangkir teh. Ter-la-lu!"Kevin mengempaskan punggung pada sandaran sofa.Karel tersenyum tipis, kemudian bangkit menuju sebuah mini bar. Ia membuatkan secangkir teh untuk Kevin."Kau tuan rumah yang buruk," ujar Karel. "Aku baru saja tiba di kota ini, tapi kau malah memintaku membuatkan teh untukmu. Dunia terbalik!"Kevin menulikan telinga terhadap sindiran Karel. Ia menghidu aroma teh sambil memejamkan mata."Kau menambahkan tanaman herbal?""Aku bisa menelanjangi isi pikiranmu. Sialnya, aku tak pernah tega untuk mengecewakanmu."Karel menjawab acuh tak acuh.Kevin terkekeh. "Kau memang sahabat terbaikku. Aku tidak akan pernah menyesal jika seumur hidup harus menjadi budakmu.""Tidak usah merayu! Cepat habiskan tehmu dan laporkan padaku hasil penyelidikanmu!"Pffft!Kevin menyemburkan teh di mulutnya sambil melotot. Ia geleng-geleng kepala sesaat, kemudian tenggelam dalam kenikmatan menyesap teh herbal yang disuguhkan Karel.Ia tidak akan menyia-nyiakan setiap tetes yang tersisa.Konon, Karel berhasil menemukan tanaman herbal yang berkhasiat untuk meremajakan sel-sel tubuh.Kalau saja ia dapat mengonsumsinya secara rutin, ia tidak perlu khawatir soal akan menjadi tua.Sambil melanjutkan pekerjaannya yang terjeda, Karel sabar menanti sampai Kevin menaruh kembali cangkir yang sudah kosong di atas meja."Aku seperti terlahir kembali!" seru Kevin, menggerak-gerakkan otot bahu.Setiap saraf di tubuhnya seakan dialiri energi baru.Kevin meraih amplop cokelat yang tergeletak di atas meja, menyerahkannya pada Karel."Tuan De Groot dan putrinya akan menghadiri pesta bangsawan di Kota Novus."Sebuah seringai misterius terbit di wajah Karel. Ia jadi lebih bersemangat membuka amplop yang dibawa Kevin."Tidak buruk! Kau masih bisa diandalkan, meskipun sangat sibuk.""Apa kau mau aku memberikan peringatan untuk mereka?""Tidak perlu. Siapkan saja hadiah kecil untuk menyambut kepulangan mereka di perbatasan kota!""Aku mengerti.""Kau boleh pergi sekarang!""Hah!""Waktu dua hari itu tidak lama. Bukankah kau harus memikirkan dan melakukan persiapan untuk menyambut Tuan De Groot?"Kevin tak bisa berkata-kata.Dua hari berlalu bagai dua menit.Di sebuah kamar Hotel Flamboyan, seorang lelaki berkata dengan nada tinggi, "Xela, kemasi barang-barangmu sekarang! Kita pulang!""Ayah, hari sudah malam. Tidak bisakah kita pulang besok pagi saja?" rengek Xela, menatap penuh harapan di sela rasa takutnya pada sang ayah."Apa kau menginginkan kita jatuh miskin? Aku ada pertemuan penting besok pagi," tolak Tuan De Groot."Tapi, Ayah—""Kalau kau terus membantah, aku tidak akan segan-segan mengurungmu lagi!"Xela terdiam. Memori otaknya memutar ulang kenangan pada masa dua belas tahun yang silam.Di pengujung senja yang bertabur gerimis, Xela pulang dari menikmati liburan bersama teman-temannya. Merayakan kelulusan sekaligus bersiap menyambut status baru sebagai mahasiswa."Anak kurang ajar!" umpat Tuan De Groot, menyeret dengan kasar lengan Xela begitu gadis itu menginjakkan kaki di ruang tamu."Akh! Ayah, sakit!""Kau pantas mendapatkan siksa yang lebih pedih dari ini! Kau mencoreng wajahku!"Plak!Tamparan Tuan De Groot meninggalkan cap lima jari pada pipi Xela yang berkulit cerah, juga jejak luka pada hatinya yang berdenyut perih."A–apa salahku, Ayah? Kenapa Ayah menamparku?""Kau! Masih tidak mengetahui kesalahanmu, hah?!" Tuan De Groot melotot geram. "Aku mengizinkanmu pergi dengan teman-temanmu untuk menikmati liburan, tapi apa yang kau lakukan, hah?! Kau menikah dengan laki-laki tak berguna!"Xela merasakan suhu di ruangan itu turun ke titik minus. Membuat tubuhnya menggigil dan aliran darahnya membeku. Lidahnya mendadak kelu.Tuan De Groot terus menyeret Xela. Mening
"Tuan, ada mobil yang mengikuti kita dari tadi," lapor sopir yang mengendarai kendaraan milik Tuan De Groot.Sorot matanya beriak cemas, melirik spion samping berulang kali."Kau pikir ini jalan pribadiku?" sentak Tuan De Groot, merasa kesal lantaran niatnya untuk memejamkan mata terganggu."Tapi ini mencurigakan, Tuan. Saya telah mengedipkan lampu dan menepi agar mereka bisa mendahului, tapi mereka justru memperlambat setelah berhasil menyejajari kendaraan kita.""John, kau berpikir terlalu jauh. Apa ini untuk pertama kalinya kau menempuh perjalanan jarak jauh?"Sebagai sopir, bukankah seharusnya kau tahu bahwa lebih baik mengurangi kecepatan daripada mengambil risiko beradu kambing dengan lawan dari arah depan?"Sudahlah! Berkendara saja dengan baik! Jangan ganggu aku! Aku ingin istirahat!"Ckiiit!John membanting setir ke kiri dan menginjak pedal rem dengan kuat."John! Kau ingin mati, hah?!"Tuan De Groot meledak. Baru saja ia berpesan pada sang sopir untuk membiarkannya beristira
"Akh! Sial! Tangkap wanita itu! Jangan biarkan dia lolos!" lolong lelaki bergigi tonggos setelah Xela berhasil menggigit lengannya.Xela mencopot sepatu berhak tinggi yang dikenakannya, lalu berlari dengan kecepatan penuh."Terus lari, Xela! Jangan pedulikan aku!" teriak Tuan De Groot, menyemangati putrinya.Dua anak buah lelaki bergigi tonggos memenjarakan dirinya dalam cengkeraman erat mereka.Xela terus berlari menembus malam, menyelamatkan diri dari kejaran lelaki bergigi tonggos dan dua orang anak buahnya.Dugh!Sebuah sepatu menghantam belakang lutut Xela, membuatnya jatuh tersungkur mencium tanah."Hahaha ... mau lari ke mana lagi, Nona?"Xela tak akan membiarkan para pemburu nafsu itu mendapatkan apa yang mereka inginkan dari dirinya.Sambil meringis menahan perih pada wajahnya yang tergores permukaan jalan, Xela kembali bangkit. Berlari dengan tertatih-tatih."Tolooong!"Ckiit!Sebuah motor besar yang melintas menginjak rem, sejengkal sebelum menabrak Xela.Merasa mendapat per
Karel menarik lepas tanda bekas luka yang menempel pada wajah dan punggung tangannya.Ia merendam benda yang terlihat seperti karet itu dalam cairan khusus, kemudian membersihkan wajahnya dari sisa-sisa polesan make-up."Kau keren, Bro! Dulu, aku tidak mengerti kenapa seorang mahasiswa kedokteran mengikuti kursus olah vokal dan program kecantikan."Ck! Ternyata kau menyiapkan senjata untuk balas dendam dari jauh-jauh hari."Kevin setia menunggu Karel menyelesaikan aktivitasnya sambil terus memperhatikan setiap detail gerakan tangan Karel.Apa memang gerakan tangan seorang dokter seluwes itu? Bahkan, saat menyapu wajah dengan perlengkapan kosmetik pun tampak sangat ahli dan lincah."Kevin, sukses itu tidak turun dari langit dalam hitungan hari. Kalau punya tujuan di masa depan, kau harus merintis jalan dengan mempersiapkan rencana yang matang."Aku butuh waktu bertahun-tahun untuk dapat menguasai keterampilan make over dan mengubah suara. Aku tidak ingin bekerja dengan setengah-setenga
"Bagus kau akhirnya datang. Jika tidak, aku akan memaksamu dengan caraku.""Mana berani saya tidak menghargai undangan Anda, Tuan De Groot."Karel benci harus berpura-pura ramah pada permukaan, sementara hatinya dipenuhi gelegak amarah.Namun, demi membalaskan sakit hatinya yang berkarat, ia harus melakoni perannya dengan sangat baik."Itu artinya, kau setuju untuk bekerja sebagai sopir dan pengawal pribadi putriku, bukan?""Saya tidak bisa memutuskan, Tuan. Anda sendiri yang akan memutuskannya. Saya hanya bisa bekerja untuk putri Anda, jika Anda berkenan memenuhi persyaratan dari saya."Tuan De Groot tak berkedip menatap Karel. Lelaki berwajah jelek di depannya itu cukup punya nyali untuk bernegosiasi dengannya.Kalau bukan karena lelaki itu telah menyelamatkan harga diri putrinya, ia tidak akan bersikap lunak kepada seseorang yang berani meningkahi kata-katanya."Katakan!""Terima kasih! Anda sangat pengertian, Tuan."Pujian Karel melambungkan arogansi Tuan De Groot. Dagunya terangka
"Kau boleh mengujinya!" Tuan De Groot berbalik ke dalam.Setelah merenungi rangkaian kalimat dari Lewis, keyakinannya pada Karel sedikit goyah. Akan tetapi, dia tidak mungkin menarik kembali kata-katanya pada Karel.Jalan satu-satunya hanyalah membiarkan Lewis menguji kemampuan Karel.Jika lelaki itu mampu mengalahkan Lewis, maka dia layak untuk dipertahankan. Sebaliknya, bila anak itu gagal, ia punya alasan untuk memecatnya.Dengan merestui Lewis untuk berhadapan secara langsung dengan Karel, dia tidak hanya mendapat kesempatan untuk membuktikan kemampuan Karel, tetapi juga memiliki alasan untuk menyingkirkan anak itu tanpa merasa bersalah.Tuan De Groot menyeringai licik. Membayangkan ia membunuh dua ekor burung dengan satu batu.Lewis tersenyum senang sembari mengusap tinju. Kesempatan untuk menyingkirkan saingan akhirnya datang.Ia berteriak lantang, menghentikan langkah Karel yang nyaris mencapai pintu gerbang."Berhenti!"Seiring dengan berakhirnya teriakan Lewis, lelaki itu mem
Karel menyambut hantaman Lewis dengan tendangan bertenaga. Walau ia hanya mengerahkan sebagian kecil dari kekuatannya, akibatnya cukup fatal.Lewis terbang sejauh lebih dari sepuluh meter. Punggungnya menghantam batang pohon palem, sebelum akhirnya jatuh tertelungkup di atas bebatuan hias."Aaakh!"Lewis merintih kesakitan. Tulang rusuknya berderak patah.Baru saat itulah ia sadar kenapa Tuan De Groot memercayakan pengawalan putri semata wayangnya kepada Karel.Lelaki bertampang menyeramkan itu tidak hanya menakutkan dari segi penampilan, tetapi juga mengerikan dalam hal kekuatan.Tubuh Lewis berkeringat dingin. Ia terlalu bangga dengan kemampuannya, hanya karena ia menjadi pemimpin dari sebuah perguruan seni bela diri.Hari ini matanya terbuka lebar. Kekuatannya tidak ada seujung kuku dari keahlian Karel.Dia dan anak buahnya terkapar, sementara Karel tak sedikitpun menderita lecet.Jangankan mengalahkan Karel, berhasil menyentuh ujung rambutnya pun tidak.Karel mendekati Lewis dengan
"Maaf, Tuan De Groot! Tidak ada data tentang pemuda bernama Deon itu.""Tidak mungkin!" sanggah Tuan De Groot, tak percaya. "Detektif Harold, apa hukum di kota ini selonggar itu hingga membiarkan penduduk ilegal menikmati hidup dengan bebas?"Dia bahkan memiliki kendaraan bermotor dan bisa melintasi perbatasan daerah. Menurutmu, dari mana dia memperoleh SIM? Tuhan kirim dari langit?!""M–maaf, Tuan De Groot! A–akan kuselidiki lagi! Mohon bersabar!"Lantaran kesal, Tuan De Groot memutus sambungan telepon secara sepihak."Dasar payah! Menyelidiki satu orang saja tidak bisa!"Tuan De Groot termenung. Berpikir dengan serius. Bukankah aneh bila data diri Deon tidak ada dalam catatan pemerintah?Jika dia memang penjahat seperti yang disangka Lewis, tentu nama Deon menjadi urutan teratas dalam DPO.Dilihat dari kemampuan bertarungnya, tidak mungkin keahlian sehebat itu hanya digunakan untuk melakukan tindak kejahatan kelas teri."Jangan-jangan ...."Tuan De Groot tak meneruskan tebakannya. I