Share

Bab 10

Auteur: Lathifah Nur
last update Dernière mise à jour: 2022-09-27 06:46:36

Di pengujung senja yang bertabur gerimis, Xela pulang dari menikmati liburan bersama teman-temannya. Merayakan kelulusan sekaligus bersiap menyambut status baru sebagai mahasiswa.

"Anak kurang ajar!" umpat Tuan De Groot, menyeret dengan kasar lengan Xela begitu gadis itu menginjakkan kaki di ruang tamu.

"Akh! Ayah, sakit!"

"Kau pantas mendapatkan siksa yang lebih pedih dari ini! Kau mencoreng wajahku!"

Plak!

Tamparan Tuan De Groot meninggalkan cap lima jari pada pipi Xela yang berkulit cerah, juga jejak luka pada hatinya yang berdenyut perih.

"A–apa salahku, Ayah? Kenapa Ayah menamparku?"

"Kau! Masih tidak mengetahui kesalahanmu, hah?!" Tuan De Groot melotot geram. "Aku mengizinkanmu pergi dengan teman-temanmu untuk menikmati liburan, tapi apa yang kau lakukan, hah?! Kau menikah dengan laki-laki tak berguna!"

Xela merasakan suhu di ruangan itu turun ke titik minus. Membuat tubuhnya menggigil dan aliran darahnya membeku. Lidahnya mendadak kelu.

Tuan De Groot terus menyeret Xela. Meninggalkan rumah besar itu lewat pintu belakang, lalu mendorongnya dengan kuat memasuki sebuah gudang tua, gelap, dan pengap.

Dia mengunci gadis yang jatuh terjerembap itu tanpa rasa belas kasihan.

Xela menggedor-gedor pintu dengan tangannya yang lemah.

"Ayaaah ... keluarkan aku dari siniii! Aku takut! Aku tidak mau dikurung di tempat ini!"

Hingga tenggorokannya terasa kering, hanya keheningan dan desau angin yang membalas lengking ketakutan Xela.

Lutut Xela gemetar. Kepalanya tanpa sadar menggeleng. Dia tidak ingin pengalaman buruk itu terulang kembali.

Cukup di masa remaja saja ia menghabiskan malam dengan berteman kecoak dan tikus yang menjijikkan, di dalam ruangan berbau apak dan penuh debu.

"B–baik, Ayah. A–aku akan bersiap."

Rasa trauma memaksa Xela untuk mengalah.

Tuan De Groot melirik arloji di pergelangan tangannya. "Waktumu hanya tiga puluh menit!"

Xela mengempaskan napas putus asa dengan kedua bahu yang melunglai ketika ayahnya berjalan bak seorang tiran, meninggalkan kamar hotel.

Bergegas ia mengemasi barang pribadinya. Tak peduli apakah barang-barang itu tersusun rapi atau tidak. Otaknya hanya fokus pada limit waktu yang ditentukan sang ayah.

"Kau nyaris terlambat!" komentar Tuan De Groot saat Xela tiba di meja resepsionis untuk check out.

Di kamar presidential suite, Karel menerima panggilan telepon. Tegak di atas balkon, menghadap barisan pegunungan yang terlihat seperti bayang kelam menakutkan.

"Mereka baru saja meninggalkan hotel," lapor sebuah suara dari seberang telepon.

Karel menyeringai. Memutus panggilan tanpa menyahut sepatah kata.

Jika langit merestui niat seorang anak manusia, dia tidak perlu bersusah payah untuk mencari kesempatan ataupun menciptakan peluang. Peluang dan kesempatan itu akan datang dengan sendirinya.

Tugasnya hanyalah menyambar peluang serta memanfaatkan kesempatan sebaik mungkin.

Hasil tidak akan pernah mengkhianati usaha.

Karel membuka sebuah tas kecil yang penuh dengan perlengkapan kosmetik.

Ia mematut diri di depan cermin. Jemarinya bergerak terampil memainkan kuas serta peralatan kosmetik lainnya.

Dalam waktu kurang dari satu jam, ia berhasil melakukan make over terhadap wajahnya.

Rupanya yang menawan dengan garis rahang kokoh serta bibir merah alami telah beralih rupa seperti monster.

Pipi kirinya yang semula mulus dan cerah, kini dihiasi dengan segaris bekas luka memanjang dari bawah pelipis hingga ke sudut bibir.

Sementara pada pelipis kanannya terdapat codet berbentuk petir, yang ujungnya menyentuh alis.

Kulit mukanya nan halus terlihat kusam dan kasar, penuh noda bekas jerawat.

Sebagai sentuhan terakhir, Karel menambahkan bekas luka yang cukup lebar pada punggung tangan kanannya.

"Wow!"

Karel terkesima dengan penampilannya sendiri.

Jangankan orang lain, dia saja tak mengenali dirinya jika bukan dia sendiri yang memermak wajahnya itu.

Rupanya kini berbanding terbalik hingga seratus delapan puluh derajat.

Hilang sudah pesona tampan yang membuat hati kaum hawa meleleh dalam sekejap. Yang tersisa pada saat melihat penampilan wajahnya kini hanyalah perasaan jijik dan ngeri.

"Ah, ada yang kurang!"

Karel membaca setiap label dari stok minyak rambut yang dia punya.

Senyumnya mengembang ketika menemukan kata wax.

Tampil dengan rambut sedikit kaku dan tegak akan menyempurnakan kesan preman dan aura menyeramkan dari dirinya.

Karel menaikkan kerah jaket kulit yang dikenakannya seraya menyeringai sinis. Setelah memasang kacamata hitam, ia menyalakan pemantik di tangan. Memperdengarkan bunyi 'ctak' yang cukup keras.

"Tuan De Groot," desis Karel, dengan seringai mengejek dan mata berkilat licik. Ia mengangkat pemantik, menatap tak berkedip pada nyala api yang meliuk. "Aku datang untuk menghancurkanmu!"

Fiuh!

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Lelaki Dua Wajah   Bab 259

    "Bukankah kamu merasa puas setelah berhasil melampiaskan dendammu?" balas Xela, dengan suara yang juga bergetar.Bohong bila ia mengatakan membenci Karel dan tak lagi mencintainya.Karel melepaskan dekapannya, lalu memutar badan Xela."Tatap mataku!" pinta Karel. "Apa kau menemukan kepuasan di sana?"Xela memberanikan diri menantang netra kelam Karel. Yang ia temukan adalah secarik luka dan penyesalan yang mendalam.Entah kenapa Xela merasakan hatinya tersentuh dan tak tega melihat semburat derita yang bersemayam dalam manik mata Karel.Haruskah ia memberi kesempatan kedua kepada Karel?Allah saja Maha Pemaaf. Tidak sepatutnya ia menolak permintaan maaf yang tulus dari Karel.Karel tidak berselingkuh. Lagi pula, lelaki itu memperlakukannya dengan kasar karena ada alasan yang kuat. Andai dia yang berada di posisi Karel, mungkin dia akan melakukan hal yang lebih kejam dari itu.Dia mungkin tidak akan bersedia menyelamatkan mantan mertua yang telah menyiksanya.Berpikir bahwa masih ada ha

  • Lelaki Dua Wajah   Bab 258

    "Anda baru saja kembali, Nona. Sekarang, mau pergi lagi. Tidak bisakah tinggal lebih lama?" rayu Bibi Lizzy, berdiri di depan pintu seraya menggenggam erat jemari Xela. Enggan untuk melepaskannya.Xela tersenyum tipis. "Bibi, hanya untuk beberapa hari. Aku akan kembali."Sungguh Xela juga enggan untuk beranjak dari desa nan bebas polusi itu, tapi apa daya, ia tidak ingin mengambil risiko jika nanti yang mencarinya ternyata benar-benar Karel.Ia belum siap untuk bertemu dengan lelaki yang masih mengisi relung hatinya itu. Bukan karena benci, bukan. Dia malu pada diri sendiri.Rasa bencinya pada lelaki itu atas perlakuan kasar yang diterimanya menguap setelah mengetahui kejahatan ayahnya.Rasa sakit yang ia derita sungguh belum seujung kukunya penderitaan Karel.Jiwanya bergetar setiap kali membayangkan Karel disiksa, lalu dibuang ke tengah belantara dalam kondisi sekarat.Belum lagi kejahatan lain yang ditujukan ayahnya untuk Karel dan keluarganya. Bahkan, Karel harus kehilangan saudar

  • Lelaki Dua Wajah   Bab 257

    "Bersiaplah untuk menyambut kematian keduamu, Dokter! Ah, tidak, Karel! Panggilan 'Dokter' terlalu mewah untukmu. Cuih!" Lewis meludah jijik."Huh! Coba saja!" tantang Karel seraya mengayunkan rantai di tangan kirinya, melibas anak buah Lewis yang mulai menyerang.Enggan terlalu lama bermain tarik rantai dengan Lewis, Karel membetot kuat. Seketika suara gerincing memekakkan telinga.Di tangan Karel, dua rantai tersebut berubah menjadi senjata sakti yang meliuk di udara bak dua ekor kobra sedang menari.Jerit kesakitan melengking tinggi setiap kali rantai itu berhasil menghantam dan melilit tubuh lawan, lalu membantingnya dengan kuat.Sungguh Karel tak ingin berlama-lama menghabiskan waktu di ruang bawah tanah itu. Ia ingin menyudahi pertarungan tersebut secepatnya.Karel mengamuk seperti orang gila. Tak memberi kesempatan kepada lawan untuk menyentuh tubuhnya.Tas! Tas!Bunyi tebasan yang berpadu dengan gerincing rantai menjadi musik horror bagi Lewis dan anak buahnya. Satu per satu m

  • Lelaki Dua Wajah   Bab 256

    "Heh, bangun!"Setengah sadar, Karel merasakan tamparan keras di pipinya, diikuti kalimat makian."Dasar lemah!"Karel berjuang membuka kelopak matanya yang terasa berat. Samar netranya menangkap cahaya temaram."Di mana ini?" lirih Karel dengan suara lemah."Bagus! Akhirnya kau sadar. Aku tidak suka bermain-main saat kau pingsan. Tidak asyik!"Kepingan ingatan Karel telah sepenuhnya menyatu, melukis gambaran peristiwa yang ia alami sebelum tak sadarkan diri.Darahnya seketika mendidih, teringat kecurangan yang dilakukan komplotan Lewis dalam pertarungan.Cuih!Karel meludahi wajah Lewis yang tersenyum mengejek."Pengecut! Kau menjijikkan!""Hahaha ... ya, ya ... terserah apa katamu." Lewis mencengkeram dagu Karel. "Bagiku, kau bodoh! Sama seperti keledai."Keledai terkenal sebagai simbol kebodohan lantaran masuk ke lubang yang sama sampai dua kali.Manusia yang cerdas akan belajar dari kesalahan dan pengalaman pahitnya. Sementara si bijak akan memetik hikmah dari pengalaman orang lai

  • Lelaki Dua Wajah   Bab 255

    "Saya telah menemukan jejak istri Anda, Bos.""Katakan!"Netra kelam Karel berbinar penuh harapan. Tak sia-sia ia meminta bantuan Red."Istri Anda terbang ke Belanda. Di—""Terima kasih. Aku akan segera mentransfer bayaranmu," potong Karel, tak butuh penjelasan lebih panjang.Pikirannya hanya tertuju untuk menyusul Xela.Sebuah tas sandang cukup untuk memuat beberapa potong pakaian yang akan dibawanya.Agar lebih cepat tiba di Bandara, Karel memacu motornya.Ckiit!Decit rem membelah sunyi.Sebuah mobil SUV berwarna silver menggunting laju motor Karel, tepat di daerah sawangan."Mau kabur dariku? Dalam mimpi!" hardik suara yang sangat akrab di telinga Karel.Merasa keselamatannya terancam, Karel segera turun dari motor seraya menyingkirkan helm yang melindungi kepalanya."Aku tidak ada urusan denganmu! Kenapa kau selalu menggangguku?" balas Karel dengan nada dingin."Kau, lelaki berengsek yang membuat hidup Xela-ku menderita. Kali ini aku tidak akan mengalah lagi!"Plok! Plok!Karel be

  • Lelaki Dua Wajah   Bab 254

    "Di mana istriku?" tanya Karel setelah mempersilakan Herds untuk duduk."Saya tidak tahu," sahut Herds, mulai mengeluarkan sesuatu dari tas kerjanya."Kau ke sini atas perintahnya, 'kan? Tentu berkomunikasi dengannya. Apa masuk akal kau tidak mengetehui keberadaannya?""Saya mengatakan yang sebenarnya, Dokter," timpal Herds, terlihat tak terpengaruh dengan kemarahan Karel. "Nona De Groot memang menemui saya untuk menyerahkan berkas gugatan cerai untuk Anda. Sayangnya, saya tidak berpikir bahwa di saat yang sama, dia juga meninggalkan rumah Anda." Herds menyodorkan berkas perceraian tersebut kepada Karel. "Tolong tanda tangani, Dokter!"Karel memeriksa kelengkapan berkas yang disodorkan oleh Herds. Matanya membelalak melihat fotokopi buku nikah yang terlampir. Seketika ia membanting berkas tersebut ke atas meja, kemudian berlari ke kamar.Karel memeriksa laci nakas dan mengobrak-abrik isinya."Berkas itu ... Ya Tuhan!"Karel mengusap mukanya dengan kasar kala tak lagi menemukan kumpula

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status