LOGINElian duduk dengan gelisah di pinggir ranjang dan dalam ruangan yang lebih remang-remang dari biasanya. Tidak segelap ruangan klub yang lain, tapi bagi Elian merasa ini sudah cukup gelap.
"Tidak apa-apa, Eli," gumam yang empunya nama sambil merapatkan jubah mandi yang dia pakai. "Kau sudah setuju untuk ikut ke klub, jadi kau harus tenang." Namun, apa yang Elian lihat di dalam ruangan itu membuatnya merinding. Di dalam ruangan, terpajang berbagai jenis borgol, pecut, berbagai macam bulu, tali dan banyak hal lain yang sanggup membuat Elian merinding. Apalagi kalau dibayangkan. "Sebastian belum tentu akan memakai itu semua." Elian kembali bergumam untuk menenangkan dirinya. "Lagian, kau sudah setuju untuk bercinta dengan cara Sebastian. Jangan jadi pengecut." "Apa kau mau mundur saja?" Suara yang tiba-tiba terdengar, membuat Elian tersentak. Dia menoleh ke arah datangnya suara dan menemukan Sebastian hanya menggunakan handuk di sek"Hangatnya," gumam Elian pelan, sambil mengeratkan pelukannya. "Apa kau benar-benar kedinginan?" Suara yang terdengar barusan, membuat Elian menaikkan sebelah alisnya. Matanya belum terbuka, tapi dia jelas mengenali suara itu. Saking kenalnya, wajah Elian sampai memerah karena sadar apa yang terjadi. "Loh? Kok mukamu merah?" Sebastian langsung terbangun dan memegang kening sang istri. "Apa semalam aku keterlaluan ya?" "Bisa berhenti bicara yang tidak-tidak," desis Elian masih dengan mata terpejam, walau setelahnya dia langsung membuka mata. "Kau sudah bangun?" Sebastian langsung membantu istrinya untuk duduk. "Kau tidak apa-apa? Mau ke rumah sakit?" "Jangan gila." Elian dengan cepat menepis tangan sang suami. "Aku tidak .... Aduh!" "Ada apa?" Sebastian panik sendiri, saat tiba-tiba Elian merintih kesakitan. "Bagian mana yang sakit." Elian tidak membalas, tapi dia menatap sang suami dengan tatapan
Elian duduk dengan gelisah di pinggir ranjang dan dalam ruangan yang lebih remang-remang dari biasanya. Tidak segelap ruangan klub yang lain, tapi bagi Elian merasa ini sudah cukup gelap. "Tidak apa-apa, Eli," gumam yang empunya nama sambil merapatkan jubah mandi yang dia pakai. "Kau sudah setuju untuk ikut ke klub, jadi kau harus tenang." Namun, apa yang Elian lihat di dalam ruangan itu membuatnya merinding. Di dalam ruangan, terpajang berbagai jenis borgol, pecut, berbagai macam bulu, tali dan banyak hal lain yang sanggup membuat Elian merinding. Apalagi kalau dibayangkan. "Sebastian belum tentu akan memakai itu semua." Elian kembali bergumam untuk menenangkan dirinya. "Lagian, kau sudah setuju untuk bercinta dengan cara Sebastian. Jangan jadi pengecut." "Apa kau mau mundur saja?" Suara yang tiba-tiba terdengar, membuat Elian tersentak. Dia menoleh ke arah datangnya suara dan menemukan Sebastian hanya menggunakan handuk di sek
"Pelan-pelan saja." Sebastian memberi nasihat. "Kau bisa bikin itu setelah makan.""Tidak bisa," hardik Elian masih fokus dengan dua ponsel di tangan. "Aku harus selesaikan ini sekarang juga, biar perempuan sinting itu tahu kau tidak suka dia.""Aku sudah bilang dengan jelas kok." Sebastian mengedikkan bahu, sambil mengupas kulit udang. "Dia saja yang terus meneleponku, padahal kan aku sudah punya kau."Elian tidak menanggapi sama sekali karena dia sibuk mengurus ponsel sang suami. Mereka tadi benar-benar pergi ke toko untuk membeli ponsel dan nomor baru.Elian bahkan tidak keberatan memindahkan semua aplikasi ke ponsel baru, mengubah nomor di aplikasi pesan dan mengabari semua orang kalau Sebastian Leclerc punya nomor baru. Tentu saja, Sandy tidak diberi tahu. Apalagi, tadi si mantan itu buru-buru menghilang saat ditantang oleh Elian. Sandy sepertinya belum mau meladeni Elian lagi."Coba buka mulutmu," ucap Sebastian mengulurkan sebuah udang yang sudah terkupas kulitnya pada
[+xxxxxxxxxxx: Aku butuh bicara serius denganmu, berdua saja. Malam ini, di restoran yang biasa. Tertanda Sandy.]Sebastian mengembuskan napas saat membaca pesan itu. Tentu saja dia langsung menghapus pesan itu tanpa membalas, apalagi sekarang dia harus membuat Elian senang. Karena itulah, Sebastian menunggu di ruang tamu, di dekat ruangan Elian."Sir Sebastian, apa yang kau lakukan di sini?" Seseorang yang lewat bertanya. "Belum pulang.""Aku menunggu Elian," jawab Sebastian, merasa tidak perlu menyembunyikan apa pun."Oh, kalau begitu selamat menunggu." Si penanya langsung meringis dan segera berlalu pergi."Sepertinya dia akan bergosip yang aneh lagi," gumam Sebastian sebelum beranjak. "Tapi, itu tidak masalah untukku."Langkah Sebastian terasa mantap saat mendekati ruangan kerja istrinya. Sebenarnya bukan ruangan juga, karena letak meja kerja sang istri hanya beberapa langkah dari ruangan Ariana dan tidak memiliki sekat."Apa kau berencana untuk lembur?" Sebastian langsung
"Kau kelihatan payah." Leo berdecak pelan. "Apa kau bertengkar dengan Elian?""Berhenti ketawa, atau aku akan memukulmu." Sebastian langsung melotot pada lelaki yang berdiri di sebelahnya itu."Hei, aku tidak ketawa loh." Leo jelas saja akan merasa tersinggung."Lantas, untuk apa kau datang ke sini?" tanya Sebastian dengan lirikan sebal. "Tentu saja untuk kerja," jelas Leo menyerahkan tablet yang sejak tadi dia pegang. "Kami mau menyiapkan promosi untuk Esme dan butuh beberapa materi darimu. Biar bagaimana, kau itu yang bikin lagunya.""Masalahnya, aku lagi tidak bisa kerja," ucap Sebastian dengan lesu."Kenapa? Apa kau benar-benar bertengkar dengan Elian?" tanya LeoSebastian tidak menjawab, tapi dia mengembuskan napas dengan sangat berat. Itu sudah cukup memberi tahu Leo situasi rekan kerjanya itu."Kau benar-benar cari masalah dengan Elian." Leo kembali berdecak. "Kali ini kau bikin apa?""Aku tidak melakukan apa pun," hardik Sebastian dengan mata melotot. "Yah, aku juga
[Ariana Jackson: Kalau kau melakukan kesalahan pada Elian, segera datang dan sujud minta maaf.]Hanya karena satu pesan yang dikirimkan big boss, Sebastian jadi galau sendiri. Padahal, meeting masih berlangsung. Yah, walau sudah mau selesai juga sih."Kalau semua sudah jelas, kita akan mulai bulan depan saja mungkin," ucap Sebastian sambil terus menatap ponselnya. "Album comeback untuk Esme belum diumumkan kan?""Belum." Perempuan bernama Esme itu dengan cepat menggeleng. "Kami tidak mau gegabah, jadi nanti saja diumumkan. Mungkin kalau albumnya sudah jadi.""Itu bagus." Sebastian mengangguk. "Kalau begitu, rapat selesai sampai di sini saja."Selesai mengatakan itu, Sebastian langsung berdiri. Dia bahkan tidak peduli dengan barang-barang miliknya dan hanya membawa ponsel saja. Ada hal yang jauh lebih penting dari pada membereskan barang-barangnya yang ada di ruang meeting."Hei, Sebastian." Sayangnya, langkah yang empunya nama harus segera terhenti."Kenapa kau buru-buru sekal







![Penyesalan Tuan CEO [Mantan Kekasihku]](https://acfs1.goodnovel.com/dist/src/assets/images/book/43949cad-default_cover.png)