“Aku tidak akan kalah, kalian akan menyesal mencari masalah denganku!” “Setelah ini, ibu harus jujur kepadaku.”Dewa bergegas membawa uang seperti yang diminta oleh si penculik.Namun, Dewa bukanlah orang yang polos dan menurut begitu saja. Karena, dia kemudian segera meminta bantuan kepada polisi, namun Dewa meminta polisi untuk mengamatinya dari jauh dan silakan menggerebek setelah dia mendapatkan ibunya. Karena Dewa tidak ingin terjadi apa-apa kepada ibunya, namun Dewa tidak akan pernah mengalah begitu saja."Ibu bertahanlah, apapun yang mereka lakukan kepada ibu nanti akan kita balas semuanya," ujar Dewa yang menyewa sebuah mobil untuk menuju ke tempat tersebut, dan tidak lupa Dewa sudah membayar polisi untuk melakukan penggerebekan itu."Sepertinya aku memang harus membeli mobil sendiri, karena kalau aku seperti ini akan repot jika terjadi apa-apa tidak ada mobil yang stand by di rumah," ujar Dewa kemudian yang tiba-tiba dia terpikir untuk segera memiliki sebuah kendaraan.Dewa
"Siapa kalian?!" teriak Dewa keras, namun sayangnya nomor tersebut tidak lagi mendengarkan Dewa, karena panggilan tersebut sudah buru-buru dimatikan. Siapa orang tersebut sehingga membuat Dewa hampir gila seperti itu, dan dia benar-benar membuat Dewa kehilangan kesabaran.Kring! Kring! Kring!Baru saja Dewa selesai memaki, kembali ponselnya berdering dengan sangat keras. Sehingga dengan tanpa melihat ke layar, Dewa langsung menjawab saja panggilan tersebut."Siapa kalian? Sebutkan saja jati diri kalian, jangan pernah bertingkah seperti banci!" teriak Dewa marah.Hening beberapa saat."Pak, ini Ari. Kenapa Bapak marah-marah sama saya? Emang saya ada salah?” tanya suara seseorang di ujung telepon yang membuat Dewa tersadar kalau saat ini yang menghubunginya adalah sang sekretaris."Maaf, Ari. Ternyata itu kau, aku hari ini tidak bisa untuk datang ke kantor. Ibuku mengalami masalah dan saat ini sedang berada di sebuah rumah sakit. Aku harus menunggu beliau sadar terlebih dahulu, karena s
Hening!Lama Rasti terdiam dengan pandangan menerawang.Rasti kemudian menggelengkan kepalanya. Hal itu membuat Dewa bahkan menghentikan mobilnya ke sisi kiri jalanan."Ibu, jujur saja kepadaku. Tidak mungkin ibu tidak mengenal mereka, dari mana mereka tahu lokasi perumahan ibu tinggal,” ujar Dewa mencoba mengorek informasi dari ibunya."Ibu beneran tidak tahu, Nak. Mereka siapa yang tiba-tiba datang menyerang dan menculik Ibu, mereka tidak memberitahukan mereka adalah geng siapa? Siapa yang membiayai mereka dan siapa yang menyuruh mereka melakukan ini kepada ibu. Ibu benar-benar tidak tahu,” jawab Rasti tampak memandang keluar jendela melihat ke jalanan dengan pandangan yang menerawang.Dia benar-benar tidak tahu atau dia benar-benar merasa tidak tahu, atau memang ingin menutupi semua itu dari Dewa. Namun, sebenarnya di dalam hatinya, dia tidak ingin membuat Dewa menjadi orang yang pendendam."Ibu benar-benar tidak tahu mereka siapa, Nak. Dan juga Ibu rasa lupakan saja semua ini, kar
"Apakah benar kau ingin ikut tinggal di sini sementara sampai ibu sembuh?" tanya Dewa kepada Kalila.Dewa merasa tidak percaya dengan apa yang disampaikan oleh Kalila. Karena selama ini Kalila tidak sedikitpun menunjukkan kalau dia senang dengan ibunya Dewa. Bahkan Dewa sempat mendengar keduanya saling beradu mulut beberapa waktu lalu."Kenapa? kau tidak percaya?" tanya Kalila kepada Dewa."Bukan itu maksudku," jawab Dewa kemudian yang merasa menjadi tidak enak karena meragukan Kalila."Seperti yang kau katakan, meskipun pernikahan kita ini adalah pernikahan kontrak. Namun, pernikahan yang akan kita jalani ini cukup lama. Dan juga mau kontrak ataupun bukan, kau bilang tanggung jawab kau tetaplah sebagai suami, dan aku harus menghormati kau sebagai suami. Jadi, itulah yang aku lakukan saat ini, kenapa kau malah tidak mempercayaiku?" tanya Kalila sambil bersedekap dada."Bukan aku tidak percaya, tapi aku hanya memastikan apakah yang aku dengar itu benar. Atau apakah aku salah dengar?" t
“Terserah apa yang kau katakan. Yang pasti kau harus bersiap-siap, sebentar lagi kau akan kalah dariku,” jawab Dewa dengan percaya diri.Kalila hanya mencebik.Tanpa terasa, satu tahun sudah pernikahan Kalila dan Dewa.Hubungan keduanya belum menunjukkan perkembangan yang berarti. Dewa juga tidak pernah memaksa Kalila untuk melakukan hubungan, namun Dewa juga terus berusaha untuk mengajak Kalila berusaha agar sembuh dari sakit yang dialaminya itu, karena bagi Dewa Kalila mengalami sakit sehingga tidak tertarik kepada lelaki.Sebenarnya awal-awalnya Dewa menggunakan pemaksaan, namun setelah dia curhat kepada salah seorang temannya yang merupakan seorang dokter, jika dia memaksa Kalila seperti itu maka semua tidak akan mendapatkan hal yang dia inginkan, orang-orang seperti Kalila selalu menganggap semua lelaki itu sama, sehingga jika Dewa memaksa, Kalila akan semakin tidak percaya kepada lelaki.Hal itulah akhirnya membuat Dewa merubah cara untuk membuat Kalila sembuh. Dewa akan melakuk
"Dengan ataupun tidak persetujuan dari kau, aku tetap akan membawa Ibu ke sini!” ujar Dewa sambil berteriak.Sebagai seorang anak, dia tidak akan membuat Ibunya berada dalam bahaya seperti itu, memang dia bisa membayar pengawal, tetapi dia tetap tidak bisa memastikan keselamatan ibunya jika mereka pisah rumah.Walaupun berdekatan juga tidak menjamin ibunya aman, tapi setidaknya Dewa merasa jauh lebih tenang."Memangnya siapa ibu kau? Dengan berani-beraninya kau mau bawa masuk rumah ini!" jawab Kalila dengan tidak kalah berang, dia berteriak dan menunjuk muka Dewa."Dia ibuku, adalah orang yang melahirkanku! Tugasku sebagai anak yang sudah dewasa untuk menjaganya, dan juga memastikan dia hidup dengan benar dan aman.”“Bukan seperti saat ini, beliau setiap harinya merasa kecemasan dan ketidaknyamanan karena berbagai teror yang dia dapatkan," jawab Dewa memberikan pengertian kepada Kalila kenapa dia harus membawa ibunya ke rumah mereka."Aku tidak akan pernah menerima kupu-kupu malam tin
“Darimana kau tahu semuanya, Dewa?” tanya Rasti dengan suara tercekat.“Apa kau…?”Dan seketika Rasti teringat kalau kardus yang berada di bawah tempat tidurnya ketika dia diculik itu seperti habis terbuka. Namun Rasti tidak pernah mengira kalau itu adalah Dewa. Dia pikir itu adalah ulahnya yang terakhir kali membukanya untuk melihat foto Farheen, karena hingga saat ini sebenarnya Rasti masih menunggu kedatangan Farheen dan meminta maaf kepadanya. Namun, Rasti merasa itu adalah hal yang mustahil, tidak mungkin Farheen masih menyendiri sepertinya. Farheen saat ini pastinya sudah memiliki keluarga. Walaupun Rasti tidak tahu di mana keberadaan Farheen saat ini."Dewa, apa maksudmu?" tanya Rasti akhirnya.Karena dia begitu penasaran dengan apa yang disampaikan Dewa tersebut.Dewa menghela nafas berat dan menatap Rasti dengan pandangan yang sendu."Apa Ibu pikir Ibu bisa menyembunyikan semuanya selamanya? Aku sudah tahu semuanya, Bu. Kalau aku memiliki ayah yang bernama Farheen, aku bukan
“Astaga!” ujar Dewa terkejut.Dor!Satu lagi kejutan buat Dewa, orang tersebut melepaskan tembakan. Dan beruntungnya tidak mengenai apapun, karena Dewa sudah mempercepat laju kendaraannya dengan kecepatan maksimal."Sebenarnya apa yang kalian inginkan dari seorang Dewa ini? Kenapa kok bisa-bisanya ada yang mengejar seperti ini?" tanya Dewa di dalam hatinya, karena dia bingung tiba-tiba dia seperti dikejar-kejar oleh seorang musuh.Padahal Dewa merasa tidak pernah memiliki seorang musuh pun.Dewa menghela nafas berat ketika dia melihat motor tersebut tidak lagi mengikutinya, dan saat ini pun memang dia sudah hampir tiba di rumah mereka.Sebenarnya dalam hati Dewa masih bertanya-tanya, apa tujuan orang tersebut yang mencoba untuk mengejarnya dan melakukan penembakan seperti itu? Dewa benar-benar dibuat bingung dengan orang-orang yang tidak dikenalnya, padahal Dewa bukanlah siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa.Dewa mencoba mengingat-ingat, apakah dia pernah memiliki masalah dengan ora