Share

Gadis Bermata Bening (2)

Follow akun sebelum lanjut membaca.

Bab 2

#Lelaki_Pemalu_Dan_Calon_Dokter

Gadis Bermata Bening

“Bang, Nida ikut ….” Gadis kecil kelas tiga SMP itu berlari mengejar sang Abang begitu menyadari sang Abang keluar dari rumahnya. Nida memang adik yang paling dekat dengan Alqi sedari kecil. Terlebih, Alqi memang selalu memanjakan adiknya itu.

“Emang mau ngapain, sih, anak kecil ikut-ikut aja,” ucap Alqi memasang tampang jutek begitu Nida sudah berhasil menjajarinya.

“Ya Nida mau bantuin Abang, lah. Abang mau ke rumah Bu Sarmi, ‘kan? Rentenir itu? biar nanti kalau Abang kewalahan bicara, Nida yang bantuin,” jawabnya sembari menepuk dada dengan gaya jenaka.

“Emang bisa?”

“Ya, bisalah. Apa, sih, yang Nida nggak bisa.” Ia terkekeh.

“Lagian Abang emang punya uang berapa mau nemuin Bu Sarmi? Dia mah nggak akan mungkin ngelepas rumah kita kalau kita nggak kasih sejumlah uang buat nebusnya.”

“Uang? Ya nggak punyalah.” jawab lelaki putih berjenggot tipis itu. Sontak ia dan adiknya tertawa bersamaan. Tapi entah kenapa Alqi merasa ia harus berbicara dan menemui Bu Sarmi, bagaimanapun hasilnya.

“ Yang penting kita niatin aja baik-baik, ngomong baik-baik, Dek. Bismillah. Siapa tahu ‘kan Allah bantu,” lanjutnya tenang.

Dalam hati Nida menyetujui apa yang abangnya katakan. Yang penting niatnya mencari jalan keluar, sisanya biar Allah yang bantu. Nida manggut-manggut memberi respon kepada abangnya. Sampai detik ini, ia masih tetap mengagumi lelaki disebelahnya ini. Mengagumi cara berpikirnya, kecerdasannya, ketampanannya yang membuat banyak teman-teman dekatnya mengirimkan salam melalui dirinya untuk sang Abang. Dan yang terakhir, mengagumi keshalihannya.

Ya, Nisa selalu mengagumi kedisiplinan dan kekonsistenan abangnya ini dalam menjalankan shalat-shalat lima waktu juga shalat sunnahnya. Sering di saat malam-malam ia terbangun dari tidurnya dulu ketika abangnya belum pergi jauh untuk kuliah, ia melihat abangnya sedang menjalankan shalat malam. Berlama-lama bersama doa dan dzikir-dzikir yang panjang.

Sampai di belokan langkah Alqi tertahan oleh tarikan tangan Nida.

“Bang … kok bisa pas banget, sih. Tuh di depan ada Kak Fatya ….” bisiknya.

Fatya, gadis yang sering dijodoh-jodohkan Nida dengan abangnya itu sedikit menundukkan pandang ketika semakin dekat dengan mereka.

Alqi tetap berjalan dengan tenang meski adiknya itu sibuk menggodanya.

“Eh, ada Kak Fatya, Assalamualaikum, mau kemana, Kak?” Nida menyapa ramah.

Gadis bermata bening itu mengangkat kepala.

“Oh … Nida. W*’alaikumussalam. Ini … mau ke warung depan. Nida mau kemana?” tanyanya balik.

“Ini, mau jalan sama Abang. Kebetulan baru balik.” Ia melirik sang Abang yang berdiri mematung menanti adiknya sapa-menyapanya selesai.

“Oh, kalau begitu lanjut aja, Nida. Ayuk,” balas gadis manis itu sembari berlalu dengan wajah bersemu merah. Matanya sempat bersitatap dengan Alqi tanpa sengaja. Kemudian ia menundukkan pandangan dan melangkah kembali.

Nida menggoyang-goyangkan lengan sang Abang.

“Bang, cantik, ‘kan? Udah cantik, anaknya Ustadz, orang kaya, lagi, Bang,” promosi Nida menggoda sang Abang.

“Hmm, kamu, ya, mulai ….” Alqi menjewer kuping adiknya itu.

“Tapi beneran deh, Bang. Kayaknya dia cocok sama Abang. Orangnya sopan, anggun, pinter, Hafalan Al-qurannya juga udah banyak. Dibanding ciwi-ciwi temen Nida lainnya, yang keganjenan pada kirim salam ke Abang semua sama Nida.”

“Adek … kamu, nih, kok ngebahasnya yang ginian. Hayo, nggak boleh. Abang sekarang mau fokus dulu beresin hutang-hutang Ayah, Ibu. Abang mau kerja sampe hutang kita lunas, biar kita tenang.”

Nida terkekeh.

“Duh, orang alim satu ini. Iya, iya .. itu tadi ‘kan cuma intermezzo. Nida cuma mau kasih tahu, kalau Abang tuh banyak yang ngefans, hihihi.” Nida bergelendot manja pada lengan abangnya itu sembari terus melangkah.

“Awas … awas … kalau jalan yang bener, diliat jalannya, nanti kepeleset,” ujar sang Abang tanpa merespon apa yang adiknya bicarakan.

Sesampainya di rumah Bu Sarmi, Alqi harus menunggu setengah jam menanti wanita tambun itu pulang, barangkali sehabis menagih hutang-hutang kepada peminjamnya. Dan sayangnya ternyata salah, wanita itu sehabis melakukan aksi rebut paksa menjarah isi rumah peminjamnya yang telat bayar. Ia pulang membawa satu buah truk yang di dalam baknya berisi peralatan elektronik semacam kulkas, AC, mesin cuci, juga sofa dan springbed.

“Tolong, Bu, kembalikan rumah kami, tempat kami sekeluarga berteduh. Bukankah pinjaman Ibu saya juga tak sebanyak nilai rumah kami?” Alqi berusaha membuka hati sang rentenir di hadapannya setelah wanita itu duduk dengan angkuh di hadapannya.

Sebenarnya, ingin Alqi menasehati dengan segala dalil kepada wanita tambun yang sudah terlalu lama bergelimang dosa riba ini. Hanya saja, saat ini, rasanya ia tak pantas melakukan itu karena ternyata ibunya sendiripun telah meminjam uang kepada rentenir ini. Hanya saja, rasanya jahat jika wanita ini harus merebut paksa rumah dan mengusir orang tuanya dari rumahnya sendiri karena menunggak membayar pinjaman yang ia yakini tak sebesar harga rumah orang tuanya.

“Eh, kamu! Saya pikir kemari datang untuk melunasi hutang orang tua kamu! Taunya cuma buat minta rumah kamu kembali. Nggak bisa! Ibu kamu meminjam uang sama saya itu menyerahkan surat tanah dan rumah kamu. Jadi sudah sepantasnya setelah satu tahun nggak mampu membayar, saya ambil rumah kamu sekaligus sama isi-isinya juga! Paham!”

“Tapi, Bu, tolong punya rasa kasihan sedikit. Rasanya nggak seimbang hutang ibu saya harus dibayar dengan nilai rumah kami yang cukup lumayan.”

“Hei! denger sekali lagi, ya. Ibu kamu itu, pinjem uang sama saya dengan jaminan surat tanah dan rumah kamu. Saya itu rentenir! Apapun jaminannya, nggak bisa bayar, ya sikat. Paham? Sudah bunga-berbunga, berbunga lagi, loch. Berapa banyak itu coba? Masih untung saya mau meminjami ibu kamu! Kamu bilang apa? Rumah kamu nggak sepadan sama nilai pinjaman. Denger, ya! Bahkan rumah kamu itu sekarang aja sudah nggak cukup buat membayar bunga pinjamannya!” bentaknya pada pemuda bertubuh tinggi kecil itu.

“Memangnya berapa pinjaman Ibu saya, dan berapa total yang harus dibayar berikut bunganya, Bu, kalau boleh saya tahu?” tanyanya sopan.

“Oh, kamu mau tahu berapa? Memangnya kalau tahu berapa jumlahnya kamu sanggup bayar? Iya? Yatno …! Sini kamu! Coba sebutkan berapa total pinjaman Bu Rosmina yang harus dibayar? Ini anaknya kayaknya mau segera ngelunasin,” ucapnya sengit. Alis palsu berwarna hitam bak celurit itu naik satu ke atas sembari menatap Alqi mengejek.

Empat ratus juta, Bu,“ jawab lelaki yang bernama Yatno itu. Tampak tiga orang lelaki bertubuh gempal nan berototmelongok memperhatikan tamu bosnya itu.

Alqi dan Nida sedikit shock mendengarnya.

“Sebanyak itu, Bu? Setahu saya pinjaman Ibu saya hanya tujuh puluh juta. Kenapa jadi sebanyak itu?”

“Heh bocah! kamu pikir saya sedang beramal gitu? Kasih pinjaman ke Ibu kamu bebas bunga? Kamu tahu, yang pinjam sama saya itu buanyak. Nggak habis-habis. Semuanya sama, saya kasih bunga segitu. Dan mereka nggak ada yang nolak, loch. Ya wajar pinjaman Ibu kamu segitu, sudah setahun malah lebih loh Ibu kamu nunggak, Kan itu bunganya bunga berbunga. Hitung sendiri coba!” bentaknya.

Alqi mengusap dadanya sembari beristighfar. Sementara sang adik hanya terbengong sembari sesekali menggoyang-goyangkan lengan Alqi. Janjinya untuk membantu abangnya berbicara lenyap sudah didera rasa takut.

Alqi tak pernah mengira pinjaman tujuh puluh juta bunganya jadi sebesar itu. Sehingga dengan mudahnya rentenir ini usir paksa keluarganya dari rumahnya sendiri.

Alqi meninju tangannya ke atas meja, rahangnya mengeras. Tanpa perlu babibu lagi. Ia bangkit dan pergi meninggalkan ruangan. Diikuti adiknya yang juga berlari keluar rumah megah itu.

_____

"Sesungguhnya satu dirham yang didapatkan seorang Iaki-laki dari hasil riba Iebih besar dosanya di sisi Allah daripada berzina 36 kali." (HR Ibnu Abi Dunya).

-----

-To be Continued-

Sebelum lanjut ke bab selanjutnya, jangan lupa klik love dan tinggalkan komen di bawah. Terima kasih sudah membantu penulis berkembang. 🌹😘

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Merida
alqi yg sabar
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status