“Ada apa, Tuan? Sepertinya Tuan Rey bingung.”
“Iya saya bingung, Soalnya Abang saya baru kali ini mau minum kopi.”
Mataku langsung membulat. “Jadi selama ini Tuan Roy, tidak pernah minum kopi?”
“Emm,,,, bukan, bukan itu maksud saya, Yon. Dia sedikit trauma dengan kopi.”
Aku semakin bingung. “Maksud Tuan?”
“Akh, sudah lupakan. Apa kopinya sudah siap?”
“Sudah, Tuan.”
“Biar saya saja yang mengantarnya.”
“Tapi, Tuan,”
“Sudah, tidak apa-apa. Kamu kembali saja ke kamar,”
“Kalau begitu baiklah, Tuan.”
“Sudah kamu beri gula?”
Aku terkejut mendengar pertanyaan Tuan Rey yang terakhir.
“Su,,,, sudah, Tuan.”
“Oh, saya kira belum. Soalnya dia trauma Pahit.”
Aku langsung terkejut seketika, teringat kesalahan yang baru saja aku l
Pagi ini aku sengaja membawa Daffa anakku untuk melihat-lihat taman di depan rumah, setelah menyelesaikan pekerjaan dan memandikan Daffa, aku bersiap-siap untuk mengajarinya berjalan. Tidak terasa umur Daffa sekarang sudah masuk satu tahun, ia sudah bisa berjalan walaupun masih tertatih-tatih.“Sayang, Sini.” Seruku pada Daffa, aku meletakkannya sedikit jauh dariku, dan menyuruhnya untuk berjalan mendekat.Dengan langkah yang sedikit gemetaran, Daffa mendekatiku, selangkah, dua langkah dan akhirnya ia sampai di pelukanku.“Anak ibu sangat pintar!” Teriakku ketika melihatnya berhasil mendekatiku tanpa terjatuh.Daffa tertawa bahagia melihatku, walaupun aku tidak mengerti apakah dia senang atau hanya merasa lucu ketika mendengar teriakanku.Tanpa aku sadari, Tuan Rey memperhatikanku dari kejauhan. Ketika aku melihat ke samping ia tersenyum kepadaku.“Daffa, sini sama, Om!” Teriaknya dari kejauhan.&ld
“Daffa, Sayang. Kamu ganteng banget sih,” ujar Roy.“Haha, iya dong, Om Roy.” Jawab Rey, kala itu sedang menggendong Daffa di dalam mobil.Daffa yang tidak mengerti apa-apa itu terlihat mengemut salah satu jarinya.“Eh, sayang. Jangan di makan jarinya.” Ujar Rey ketika mengetahui Daffa mengemut salah satu jarinya.Roy sedikit terkejut. “Kenapa, Rey?”Menunjukkan tangan Daffa yang basah karena air liur. “Lihat, Bang.”Roy hanya tertawa. “Ohh,, hahaha. Biasalah anak kecil,”“Emm,,,, apa dia haus ya, Bang?”Roy mengangguk. “Mungkin, Rey. Coba kamu berikan susu yang sudah disiapkan oleh Yonna tadi,”Tanpa menunggu lama Rey langsung mengeluarkan susu dari dalam tas yang sudah di siapkan Yonna.Rey memberikan botol susu itu pada Daffa. “Ini, Sayang.”Daffa langsung meminum susu tersebut. Tidak butuh waktu l
“Rey, Rey! Lihat, Daffa sudah bangun. Sekarang saatnya kita ajak dia bermain,”“Wah sini, Bang. Biarkan aku saja yang menggendongnya.”Roy memerikan Daffa pada Rey. “Hati-hati, Rey.”“Sudah, tenang saja.”Terlihat Daffa sangat senang, ketika Rey dan Roy mengajaknya menaiki wahana permainan, sudah seperti dua ayah dan satu anak.Tiba-tiba Daffa menangis, ternyata ia lapar Rey dan Roy sangat kebingungan. Di saat kepanikan mulai melanda, Rey teringat akan makanan yang dibawakan oleh Yonna di dalam tas tadi.“Bang, aku baru ingat! Yonna memberikan makanan di dalam tas,”“Di dalam tas? Bukankah tas itu di dalam mobil?”“Iya, Bang. Di dalam mobil, akan aku ambil sekarang.”“Eh, biarkan saja di mobil. Kita akan pulang.”“Pulang?“Iya pulang, sudah sore juga, Rey. Nanti kita mampir ke toko baju khusus anak-an
Aku melihat sebuah mobil mewah terparkir di depan rumah, segera aku berlari menghampiri mobil tersebut, ketika aku menuruni tangga, tanpa hati-hati aku terpeleset dan terjatuh. Akibatnya aku berjalan pincang.“Yonna, sini keluar.” Teriak Tuan Rey dari luar.Aku mempercepat langkah kakiku. “Iya, Tuan.”Dengan kaki terpincang-pincang aku menghampiri mereka berdua.Ternyata dari kejauhan, Tuan Roy melihat aku berjalan dengan kaki yang pincang, ia lantas bertanya dengan raut wajah yang khawatir.“Yonna, kaki kamu kenapa?”Aku berusaha menyembunyikan rasa sakit yang ku rasakan. “Oh, tidak apa-apa, Tuan. Hanya keseleo sedikit saja,”“Mana, coba saya lihat.”“Sungguh tidak apa-apa, Tuan. Ini hanya sebentar, nanti juga sembuh lagi, Tuan.”Tanpa mendengarkan perkataan ku, Tuan Roy langsung menurunkan badannya dan memegang kakiku. Aku terdiam kaku melihat perl
“Yonna! Awas!”Tanpa sadar aku terjatuh, dan kali ini aku benar-benar tidak kuat lagi untuk berjalan. Tuan Roy langsung menjatuhkan barang-barang yang ia bawa, ia menggendongku lagi, kali ini aku tidak menolak, aku benar-benar pasrah karena, kakiku ini benar-benar sakit sekali.“Bang!”“Sudah diam!”Terdengar jelas di telingaku Tuan Roy membentak adiknya sendiri yaitu Tuan Rey.“Kamu jangan banyak bicara, Rey. Yonna ini sakit! Apa kamu tega melihat dia seperti ini, kamu lihat Kakinya!”Tuan Roy tanpa ragu menunjukkan kakiku yang telah membiru.“Baiklah, Bang. Terserah Abang saja,”Setelah berkata seperti itu, Tuan Rey langsung masuk ke kamarku dan meletakkan Daffa di atas tempat tidur. Dan ia berlalu begitu saja tanpa memperdulikan kami.“Rey!” Dengan emosi Tuan Roy memanggil Rey yang seakan tak peduli.“Urus saja dia, Bang!”
Di tengah-tengah adegan tersebut, tiba-tiba Tuan Roy menghampiri dan bertanya seakan tak percaya dengan apa yang ia lihat.“Apa yang kalian lakukan?”Tuan Rey langsung tersentak, tak terkecuali denganku, mendengar suaranya aku langsung menarik kakiku yang saat itu masih di obati oleh Tuan Rey.“Aaa,,,,, ammm,,,, aku, aku sedang melihat kaki Yonna, Bang. Aku,,,, aku kasihan melihatnya.”Tuan Roy menyerngitkan dahinya. “Loh, bukankah semalam kamu tidak perduli?”“Ak,,,, aku baru lihat kalau ternyata benar-benar bengkak,”Aku tidak berani berkata sepatah kata pun, aku hanya terdiam di sudut meja dapur.“Yonna,”Aku tak berani menatap wajah Tuan Roy yang memanggilku. “Iya, Tuan.”“Bagaimana kakimu? Masih sakit?”“Ma,,,, masih, Tuan.”“Mana, coba saya lihat,”“Tidak usah, Tuan. Sudah tidak apa
Dengan perasaan yang bercampur aduk, aku kembali ke kamar. Aku melihat Daffa belum bangun dan saat itu mataku langsung tertuju pada lima bungkusan diberikan oleh Tuan Roy kemarin.Perlahan-lahan aku meraih bungkusan itu dan membongkar semua isinya.“Hah! Sebanyak ini? Ya Tuhan!” Teriakku pelan.Mataku melotot melihat baju sebanyak itu, aku melihat satu persatu baju itu.“Ya ampun, ini bagus semua.”Tanpa terasa air mataku mengalir, aku sangat terharu dengan apa yang ku lihat saat ini. Maklum semenjak Daffa baru lahir, hanya beberapa baju saja yang sanggup aku belikan untuknya. Dan saat ini aku melihat setumpuk pakaian yang teramat bagus dan mahal, tidak terbayangkan sebelumnya.“Eh, Sayang sudah bangun?” Ucapku kepada Daffa yang saat itu membuka kedua matanya.Daffa menangis, aku langsung menggendongnya dengan hati-hati karena aku teringat akan kakiku yang masih sakit.&ldqu
“Loh! Yonna, kamu mau ke mana?” Tanya Tuan Rey dengan sedikit bingung melihat aku membawa keranjang belanjaan.“Mau belanja, Tuan.”“Belanja?”“Iya, Tuan. Semua sayuran dan persediaan makanan sudah habis,”“Uangnya ada?”“Ada, Tuan. Baru saja diberikan oleh Tuan Roy.”Wajah Tuan Rey langsung berubah, entah mengapa setiap aku menyebut nama Tuan Roy, sepertinya Tuan Rey seakan tidak suka namun, aku berusaha tidak mau ambil pusing.“Ya sudah, biar saya antar.”“Hah! jangan, Tuan. Biarkan saya sendiri saja.”“Sendiri? Dengan kaki kamu yang seperti itu?”“Sudah jangan keras kepala! Biar saya antar saja,”Tuan Rey langsung memberikan Daffa padaku dan ia bergegas memanaskan mobilnya.“Ayo naik, Yon.”Aku mengangguk. “Baik, Tuan.”Setelah masuk mobil ta