Share

Lelaki Penyembuh Luka
Lelaki Penyembuh Luka
Author: Harumi

Bab. 1

Author: Harumi
last update Last Updated: 2022-03-28 11:56:22

Di bawah langit yang mendung seorang pria berpakaian serba hitam tengah berdiri di depan sebuah pusara. Wajahnya tampak sangat sedih tatapan matanya memancarkan luka yang begitu dalam. Kedua telapak tangannya mengepal dengan begitu kuat hingga otot di punggung tangannya menonjol dengan jelas.

            Air matanya luruh bersamaan dengan air hujan yang membasahi tanah, rasa sakit, kecewa, serta amarah menjadi satu. Si pria meraih sebucket bunga mawar putih dan meletakkannya di depan batu nisan sembari tersenyum pahit.

            Hujan turun begitu deras seorang pria datang dan memayunginya namun, sorot mata tajam itu seketika berbalik dan menghentikan langkah Sebastian. Emilio lebih memilih membiarkan air hujan membasahi seluruh tubuhnya.

            Sebastian tidak pernah mengerti dengan apa yang dirasakan oleh Bosnya itu. Ia hanya mematung sembari memegang payung hitam di samping sang bos.

            “Aku tidak ada di sana. Di saat aku pulang ke rumah tubuhmu sudah terbakar habis. Mereka tidak memberikan apa pun. Tetapi mereka merampas semuanya dariku. Dan sekarang tidak ada orang yang dapat aku percaya.”

            “Tuan Emilio, sudah waktunya kita kembali.”

            “Uhm,” Emilio mengganggukkan kepalanya dan beranjak pergi meninggalkan area pemakaman.

            Emilio berjalan begitu cepat hingga sebastian berusaha mengejarnya dan memayunginya dengan susah payah.

            “Sebastian, mengapa luka hati ini kian menganga seiring waktu?”

            Mendengar hal itu langkah kaki sebastian terhenti, ia tidak menyangka luka masa lalu itu kian menjerat dan menjebak Bosnya hingga sekarang. Tubuh sebastian mematung jika mengingat hal mengerikan itu.

            “Sebastian, cepatlah. Aku kedinginan,” teriak Emilio.

            “Ah iya,” suara itu menyadarkannya dari lamunan.

            Sebastian melajukan mobil Audi A8 meninggalkan area pemakaman membelah jalanan yang diguyur hujan. Tak banyak mobil yang melintas karena hujan yang begitu lebat. Emilio menyandarkan tubuhnya yang basah pada kepala kursi mobil.

            Emilio memejamkan kedua matanya berusaha meredam sedikit amarah yang tersisa di hatinya.

***

            Di sebuah restoran seorang wanita muda tengah bekerja begitu keras, restoran tempatnya bekerja sangatlah ramai karena jam pulang kantor. Banyak orang yang mampir ke restoran untuk makan maupun menghilangkan rasa penat setelah seharian bekerja.

            Peluh membasahi wajahnya yang cantik, dari raut wajahnya sudah menunjukkan bahwa dia sudah sangat kewalahan tetapi ia tidak bisa meninggalkan para pelanggan yang bergantian masuk ke restoran.

            “Elijah, kemarilah!” teriak seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah pemilik restoran tempatnya bekerja.

            “Baik Bos,” Elijah segera menghampirinya.

            “Cepat bersihkan panggangannya, tamu-tamu sudah menunggu.”

            Elijah menatap pada wajan pemanggang yang sudah menumpuk, ada rasa lelah yang tak terelakkan tetapi ia harus membersihkannya dengan segera. Dengan sedikit enggan ia menuju tempat pencucian lalu menggosok panggangan itu secara perlahan dan hati-hati.

            Waktu sudah menunjukkan pukul 22:00 malam tetapi Elijah belum juga menyelesaikan tugasnya. Keringat terus memenuhi dahinya. Rasa lelah itu semakin terasa di tubuhnya yang mungil.

            “Elijah, kenapa lama sekali? Para pelanggan sudah menunggu! Dasar tidak becus,” selesai berteriak bos pun pergi meninggalkan Elijah.

            Elijah sedikit sakit hati walau sebenarnya ia sudah terbiasa dengan makian seperti itu tetapi tetap saja itu sangat menyakitkan baginya. Elijah menangis dalam diamnya sembari terus menggosok wajan penggorengan yang sulit dibersihkan karena noda bumbu yang sudah mengering.

            Sesekali tangan kecilnya mengusap kasar pipi yang sudah basah oleh air matanya yang perlahan terus mengalir sambil terus menggosok wajan hingga semuanya selesai.

            Tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 22:30 malam sudah waktunya ia pulang dan berganti sip dengan pegawai lain. Elijah bersiap untuk pulang dan seperti biasanya sebelum ia pulang ia akan membawa sisa makanan serta kopi instan untuk dibawa pulang olehnya.

            Elijah berjalan menuju stasiun terdekat untuk sampai ke rumahnya yang berada di pinggiran kota. Di dalam kereta Elijah berdiri dengan berpegangan pada hand strap sorot matanya begitu lelah dan kosong.

            Elijah turun dari kereta dan kembali berjalan menuju rumahnya yang tidak jauh dari stasiun kereta di mana ia turun. Lingkungan yang sepi tidak membuat Elijah gentar pulang di jam-jam seperti ini.

            Di sebuah rumah usang Elijah masuk ke dalam. Semuanya tampak gelap seakan tidak ada penerangan sedikit pun di dalam sana. Ia meletakkan tasnya di atas meja sedangkan dirinya meraih sebuah gelas dan mengambil dua sachet kopi lalu menuangkan air panas ke dalamnya dan membawanya ke meja.

            Elijah mengeluarkan makanan sisa yang dibawa olehnya dari restoran dan memakannya perlahan dengan sesekali meminum kopinya.

            “Jadi, setidaknya kau bisa makan. Mengapa tidak menghidupkan lampu?” seorang pria tengah duduk di dalam kegelapan tanpa dihiraukan oleh Elijah.

            “Kau berpura-pura tidak di rumah?”

            Mendengar hal itu, Elijah segera melemparkan segulung uang pada si pria yang kini telah menampakkan dirinya setelah lampu belajar dinyalakan.

            “Kau terus memberiku sedikit seperti ini. Apa maksudmu kau ingin sering menemuiku?”

            Elijah tidak menanggapi perkataan si pria, ia masih terus melanjutkan makan nya tanpa terganggu sedikitpun oleh kehadiran dirinya.

            “Kau bekerja di mana? Kau tidak bekerja?” si pria terus bertanya hingga membuat Elijah kesal.

            “Sudah ku bilang, aku sangat benci ketika orang mengganggu ruang pribadiku.”

            “Lagi, katakan padaku semua yang tidak kau suka.”

            “Mengajakku berbicara ketika sedang makan,” jawabnya.

            “Baiklah, aku hanya akan melakukan hal itu.”

            Si pria beranjak pergi meninggalkan rumah Elijah, sedangkan Elijah hanya termangu, entah apa yang dipikirkan olehnya. Perlahan kaca-kaca di dalam bola matanya luruh membasahi wajah lesu nya. Ia menangis tertahan setiap kali mengingat betapa pahit hidupnya sekarang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Andi Ufriyanto
good ceritanya
goodnovel comment avatar
Muhamad Ikhsan
di awal udah nyesek gini.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Lelaki Penyembuh Luka   END

    Tiga hari telah berlalu sejak Emilio mengetahui kabar Elijah akan menikah. Baik Earnest dan Jesslyn juga kebingungan dengah hal ini. Emilio terlihat frustrasi dan sangat pucat. Tapi, keduanya tidak tahu apa yang telah terjadi pada Emilio. Akhirnya Earnest menginterogasi Sebastian. Sebastian pun akhirnya menceritakan semuanya. Earnest tahu ini adalah buah perbuatannya, dia yang sengaja memisahkan Elijah terlepas dari semua kebohongan yang dilakukan oleh Emilio. sepenuhnya Elijah mengerti. Tapi, desakan untuk meninggalkan Emilio lebih besar akhirnya Elijah yang meninggalkannya meninggalkan bekas yang tak mungkin tertutup kembali. Emilio tidak terlihat di beberapa perusahaan. Dia hanya berdiam diri di rumahnya. tinggal di dalam ruang kerjanya tanpa berniat keluar. Perasaannya masih tidak stabil. Dia masih tidak bisa menerima kenyataan ini. tapi dia juga sadar akan kesalahannya yang tak mungkin untuk diperbaiki lagi. Di tengah kesedihannya suara ketukan pintu terdengar lem

  • Lelaki Penyembuh Luka   Bab. 275

    Emilio membuka berkasnya dan melihat isi dari dokumen itu. Matanya membelalak. Sudah jelas jika Emilio juga sama kagetnya. Dia tidak pura-pura tidak mendengar perkataan Sebastian, dia tidak mempercayai kenyataan yang ada di depannya ini. Rasanya begitu sesak, ia kesulitan bernapas. Emilio mundur beberapa langkah. Di dalam pikirannya mungkin dia berkata, kenapa semua ini terjadi padanya? Selama enam tahun dia berharap jika istrinya akan kembali padanya suatu saat nanti. Tapi, harapan itu tinggal harapan. Hari yang selalu dinantikannya itu tidak akan pernah datang padanya. Emilio membalik setiap lembarnya. Dia melihat foto Elijah tertawa bahagia bersama seorang pria yang digadang-gadang adalah calon suaminya. “Apakah informasi ini valid?” Emilio bertanya. “Ya, informan kita bahkan mengirimkan undangannya.” Jawab Sebastian. Tidak ada pembicaraan lagi. Emilio meremas dokumen itu, matanya mulai memerah. Sebastian tahu bagaimana perasaannya sekarang. Sedih hancur dan

  • Lelaki Penyembuh Luka   Bab. 274

    Elijah yang baru saja selesai memasak sejenak tertegun, hatinya begitu hangat kala melihat kedekatan Ezy dan Dareen. Mereka berdua bagaikan pasangan ayah dan anak. Jika orang di luaran sana melihat mereka berdua mungkin tidak akan menyangka jika Dareen hanyalah ayah sambung. Tawa renyah itu memenuhi seisi rumah, Celine yang berada di ruang tamu pun ikut tersenyum dengan tingkah laku keduanya. Mereka bagaikan anak kecil yang bahagia hanya dengan melakukan hal sederhana. “Ezy, turunlah. Ayahmu pasti sangat lelah.” Elijah berjalan ke arah meja makan seraya membawa sepiring daging dan meletakkannya di meja makan. “Cepat cuci tanganmu, kita makan malam bersama.” Ajak Elijah pada Dareen. “Ezy, kamu juga cuci tanganmu sebelum makan.” Perintahnya. “Ok!” Ezy memberi isyarat pada jari tangannya yang kecil. Elijah hanya mengulas senyum, lalu kembali menata meja makan. Dareen dan Ezy menuju wastafel, keduanya mencuci tangan bersamaan. Ezy menaiki kursi kecil lalu mele

  • Lelaki Penyembuh Luka   Bab. 273

    Dareen sangat sibuk sekali, dia mulai mengurusi masalah pernikahan, lalu bulan madu semua itu membutuhkan waktu, namun Dareen memintanya untuk menyelesaikannya dalam waktu satu minggu. asistennya Maxi secara intensif sedang mengatur jadwalnya, berusaha keras agar jadwal Dareen tidak bentrok dengan yang lainnya. Setelah rapat rutin, Dareen berjalan keluar dari ruang rapat, tangan kirinya memegang sebuah dokumen, sambil berjalan, sambil berpesan sesuatu pada Daniel. Asisten Maxi datang dari depan, dengan hormat berkata. “Direktur, orang dari perusahaan penyelenggara pernikahan datang, saya sudah mengaturnya di ruang tamu untuk menunggu Anda.” “Mmm.” Dareen mengangguk pelan, berjalan memasuki ruang tamu. Daniel adalah salah satu orang kepercayaan Dareen, dan juga sahabat baginya. Maka dari itu setiap Dareen merencanakan sesuatu, dia akan selalu ikut andil di dalamnya. Dareen segera mengikutinya masuk ke dalam. Perusahaan penyelenggara pernikahan datang dua orang, satu

  • Lelaki Penyembuh Luka   Bab. 272

    Untuk sesaat Elijah dibuat bingung harus berkata apa dengan kondisi yang ada di depannya. Beberapa waktu lalu, Elijah juga berharap Dareen bisa membawa cincin dan melamarnya. Dan sekarang saat momen itu tiba, Elijah malah belum sadar. Melihat Elijah tak bergerak, Geofrey tak kuasa bicara, "Nyonya, seharusnya Anda mengerti. Biasanya pria ini tak mau berurusan dengan hal seperti ini, menghindari wanita, janji yang diucapkannya juga tak sembarangan. Pria baik seperti ini, jika kamu sungguh melewatkannya, tidak akan ada kesempatan kedua." Kesadaran Elijah kembali dan tidak membalas perkataan Geofrey. Elijah lama sekali menatap Dareen. Kalau setuju, nantinya mungkin akan banyak bahaya. Jika tidak setuju, apakah dirinya sungguh melewati begitu saja perasaannya? "Ya." Akhirnya telah diputuskan. Hati Elijah seperti melepaskan sebuah batu besar. Ia merasa jika sudah saatnya dia melepaskan masa lalunya, dan memulai hidup baru. Melihat Elijah mengangguk, Dareen tak ku

  • Lelaki Penyembuh Luka   Bab. 271

    Walau tubuhnya sedikit gemetar, tapi perlakuan Dareen sangatlah lembut. Elijah mengangguk, mengisyaratkan jika dirinya menyetujuinya. Dareen tersenyum puas, dia mulai menggeluti Elijah. desahan lembut terdengar memenuhi seisi ruangan. Keesokan paginya. Elijah terbangun, ia merasakan seluruh tubuhnya sakit. Elijah memutar tubuhnya dan melihat di Dareen yang berbaring di sebelahnya. Apa yang terjadi? Elijah berpikir. Ah benar. Dirinya ingin pergi, lalu dihalangi, setelah itu... Dada bidang serta perut berotot terlihat jelas, suara yang serak, karena bergairah, wajahnya pun memerah, saat itu Dareen sangat tampan dan menawan.. Elijah tak berani memikirkannya. Saat ini Elijah merasa wajahnya pasti merah sekali. Dareen sangat menikmati melihat perubahan wajah Elijah, ujung hidungnya yang mancung meneteskan keringat. "Kenapa? Apa kamu masih belum puas melihatnya?" Dareen tersenyum licik. Sepasang matanya yang sedari awal sudah bersinar semakin terliha

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status