Share

Bab. 5

          

Elijah memeluk tubuhnya sendiri yang gemetar, rasa jijik saat orang itu menyentuh tubuhnya semakin membuatnya takut dan trauma. Air mata terus meleleh. Ia menatap ke arah Sebastian yang sedang sibuk menelepon seseorang.

            Elijah memberanikan diri untuk berjalan keluar dengan tubuh yang gemetar ia melarikan diri dari Sebastian. Setelah dirasa lepas dari pengawasan Sebastian, Elijah menaiki tangga darurat untuk sampai ke atap hotel. Langkahnya yang tertatih semakin dirasa menyakitkan.

            “Apa yang aku lakukan sekarang?” Elijah beringsut di balik pintu atap hotel.

            Elijah berjalan ke tepi pembatas ia dapat melihat bagaimana tingginya tempat dia berdiri sekarang. Ia menatap sendu sorot matanya memancarkan keputusasaan. Hal mengerikan yang terjadi saat ini semakin mendorong Elijah untuk mengakhiri hidupnya sendiri.

            Elijah mengusap air matanya. Sesekali ia memejamkan kedua matanya mengingat kembali bagaimana rentenir itu memukulinya. Ancaman demi ancaman itu terus melekat dalam bayangannya. Kebutuhan hidup neneknya yang sulit ia tanggung lagi.

            “Tuhan, mengapa kau begitu kejam padaku? Aku bahkan kehilangan segalanya saat ini. Lalu apa lagi setelah ini? apa kau belum puas dengan memberikan penderitaan ini padaku?” Elijah berteriak sekuat tenaga.

            Tubuhnya kembali beringsut di bawah guyuran hujan yang semakin deras membasahi tubuhnya yang sudah lelah dan tidak bertenaga. Ia berpikir jika pun ia melawan dan melaporkannya ke polisi. Dialah yang akan terluka sedangkan orang itu yang merenggut kehormatannya akan tetap berlenggang bebas tanpa rasa bersalah.

            Elijah terus berteriak hingga suaranya tertelan oleh suara hujan yang semakin deras. Ia memeluk lututnya dengan kedua tangan yang sudah kehilangan tenaga dan juga semangat hidupnya.

***

            Emilio mengendarai mobilnya dengan cepat melesat membelah jalanan kota yang lenggang karena gerimis membasahi jalanan. Pikirannya sudah tidak karuan saat mengetahui bahwa wanita yang sedang diperhatikannya itu mengalami hal yang mengerikan.

            Raut wajahnya begitu muram, amarah di hatinya kian membara saat mendapati bahwa kakaknya sendirilah yang merusak Elijah. semakin membayangkan apa yang terjadi pada Elijah, Emilio semakin menancap gas mobilnya.

            Hari sudah semakin gelap, gerimis masih saja turun. Emilio yang baru saja sampai di depan hotel segera keluar mobil tanpa memedulikan mobil mewah miliknya. Ia segera menuju di mana Elijah berada.

            Sebastian tengah berbicara dengan seorang petugas keamanan hotel membicarakan Elijah yang pergi begitu saja. Di raut wajahnya terlukis kekhawatiran dengan begitu jelas.

            “Di mana dia?” ucapnya terengah-engah.

            “Apa kau berlari ke sini, mengapa begitu cepat?” tanya Sebastian yang heran.

            “Cepat di mana dia?”

            “Maaf Tuan, saat saya menelepon Anda, sepertinya nona Elijah pergi.”

            “Apa?” Emilio tampak kaget saat mendengarnya.

            “Sebastian, kau tahu betul jika dia terluka dan putus asa. Bagaimana bisa kau meninggalkannya sendirian seperti itu?” Emilio tidak habis pikir pada sekretarisnya itu.

            “Maafkan saya Tuan,” Sebastian berulang kali meminta maaf pada Emilio.

            “Sebaiknya kita mencarinya lebih dulu. Aku tidak ingin orang luar tahu tentang kejadian ini. kau harus mendapatkannya kau mengerti?”

            “Baik Tuan,” Sebastian segera mencari keberadaan Elijah.

            Emilio sangatlah cerdas ia segera ke ruang kontrol CCTV untuk mencari keberadaan Elijah. karena ia merasa jika dia belum pergi jauh dari area hotel. Tangannya yang putih itu mengepal dengan begitu kuat hingga otot di punggung tangannya terlihat menonjol.

            “Kau di mana?” batinnya.

            Emilio terus mengamati semua video dari beberapa jam ke belakang. Tak henti-hentinya ia terus memanggil nama Elijah.

            “Mengapa sangat sulit sekali menemukanmu?”

            Emilio menyadari wanita yang berjalan tertatih itu adalah Elijah yang malang.

            “Coba kau ulang bagian ini,” pintanya pada petugas keamanan.

            “Itu dia, di mana dia berada?”

            “Sepertinya dia menuju ke atap gedung Tuan,” ujar si petugas.

            “Apa di sana tidak ada CCTV lain?” tanya nya gelisah.

            “Tidak ada Tuan,” sahutnya.

            “Ah sial!” Emilio segera berlari menaiki tangga darurat menuju atap gedung. Sialnya Emilio tersandung hingga dahinya yang putih terbentur dan mengeluarkan darah.

            “Ah sial!” Emilio mengumpat sembari memegangi dahinya yang terluka.

            “Aku mohon jangan bertingkah bodoh,” batinnya.

            Tak berapa lama Emilio sampai dia segera membuka pintu, dan terlihat seorang wanita yang tengah berdiri di atas pembatas. Hujan cukup deras hingga membuat Emilio ikut basah kuyup darah di dahinya ikut tersapu air hujan. Ia berjalan menghampiri Elijah yang sudah bersiap untuk lompat.

            “Hei, apa yang kau lakukan?” teriak Emilio.

            Mendengar suara dari arah belakang membuat Elijah berbalik. Wajahnya yang berantakan membuat Emilio tercengang. ia tidak menyangka jika Eito melakukan kekerasan padanya hingga menimbulkan luka lebam yang terlihat parah.

            “Bagaimana kau sampai di sini?” Elijah heran pada pria yang berada di hadapannya.

            “Uhm jadi, aku sedang ingin menghirup udara segar sehingga aku datang ke sini,” ujar Emilio dengan napas yang tersengal-sengal. Emilio mencoba mendekati Elijah.

            “Jangan mendekat!” Elijah berteriak pada Emilio sehingga ia menghentikan langkahnya.

            “A-pa yang terjadi pada Anda?”

            “Apa yang salah denganku?” Emilio tidak menyadari lukanya yang terus mengeluarkan darah. ia pun mengusap dahinya dengan kasar saat ia melihat darah di telapak tangannya tubuhnya pun seakan tidak memiliki tenaga.

            Emilio setengah berlutut karena rasa sakit di dahinya mulai terasa. Namun, Emilio kembali bangkit dan berusaha kuat di hadapan Elijah. sedangkan Elijah ia menatap heran pada keadaan Emilio yang sama berantakannya seperti dirinya saat ini.

            “Tidak, tidak, tidak apa-apa. Ini bukan apa-apa. Jangan hiraukan aku,” Emilio memejamkan kedua matanya dan sedikit mengernyit.

            Emilio berjalan mendekat ke arah Elijah dengan hati-hati ia melangkah maju.

            “Tetap di sana. Tetaplah di sana,” Emilio semakin mendekati Elijah dia bahkan sudah sampai pada pagar pembatas dan menatap ke arah bawah serta bangunan-bangunan yang ada di bawahnya.

            “Astaga, apa pemandangannya bagus dari sana?” Emilio berusaha mengalihkan perhatian Elijah. sembari dia sendiri naik ke pagar pembatas berdiri di samping Elijah. kedua kakinya sedikit gemetar bahkan tubuhnya terhuyung ke depan seakan dia akan jatuh membuat Elijah tidak habis pikir padanya. Elijah berjalan sedikit lebih maju ke depan.

            “Sebenarnya, aku juga punya ide yang sama. Setelah ibuku tiba-tiba meninggal aku punya ide yang sama denganmu.”

            Mendengar hal itu Elijah berbalik dan menatap Emilio.

            “Aku iri pada mereka yang mati. Begitu kau mati, penderitaan berakhir,” Elijah menatap Emilio dengan tatapan yang tidak mengerti Elijah tetap terdiam selagi Emilio berbicara.

            “Pemikiranku di hari itu, perasaan itu. Aku masih mengingatnya dengan jelas.”

            “Apa yang kau pikirkan saat itu?” di tengah keputusasaan nya Elijah  sedikit tertarik dengan kisah Emilio.

            “Apa yang masih aku pikirkan hingga sekarang ini. mungkin aku harusnya sudah mati,” Emilio berbicara dengan nada suara yang begitu menyedihkan. Matanya yang coklat legam itu menitikkan air mata yang bercampur air hujan.

            Elijah sedikit berempati pada Emilio saat melihat Emilio mengusap kasar pipinya yang basah. Emilio menghirup napas panjang lalu berkata.

            “Jika memutuskan untuk mati, matilah. Jika memutuskan untuk hidup maka hiduplah dengan bahagia,” Emilio balik menatap Elijah dengan tatapan yang dalam dan sulit dijelaskan.

            "Tidak ada yang hidup untuk bersedih,” Emilio yang kehabisan kata-kata itu berjalan  maju. Ia menguatkan hatinya dan bersiap untuk melompat.

            “Apa yang kau lakukan?” Elijah tampak panik saat melihat Emilio yang nekat.

            “Pakai dulu otakmu. Jika kau ingin mati, maka... aku akan mati bersamamu.”

            Elijah termangu berusaha mencerna apa yang dikatakan orang asing yang ada di hadapannya. Ia tidak percaya dengan semua yang dikatakannya. Emilio menunjuk ke bawah gedung membuat Elijah tambah panik.

            “Kau mundurlah lebih dulu,” pinta Elijah yang sudah tidak bersemangat.

            Entah kelelahan atau apa tiba-tiba tubuh Emilio terhuyung dan akan jatuh. Elijah yang melihat hal itu segera berlari dan menangkap tubuh Emilio.

            “Itu berbahaya!” keduanya pun jatuh.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status