Share

Bab 3

last update Last Updated: 2025-06-04 17:32:53

Andara duduk sendiri di tepi ranjang. Gaun pengantin yang membalut tubuhnya terasa dingin dan asing.

Tadi akhirnya dia resmi menikah dengan Ananta. Menjadi istri sahabat kakaknya sendiri.

Namun, saat ini, lelaki yang dia sebut suami itu tidak ada di sebelahnya. Ananta pergi entah ke mana. Setelah akad selesai, lelaki itu memboyong Andara ke rumahnya lalu menghilang begitu saja.

Hari ini seharusnya menjadi hari bahagianya. Hari di mana seorang istri dipeluk mesra oleh suaminya. Namun yang menemani Andara hanya dinginnya udara malam dan sunyi yang menggigit sampai ke tulang.

"Apa yang aku harapkan?" lirihnya sambil tersenyum miris.

Berada di rumah besar ini, dia merasa seperti bayangan yang tidak terlihat.

Andara mengingat kembali, tadi sebelum menikah, kakaknya meminta maaf berkali-kali atas kesalahannya yang mengakibatkan Andara harus melewati semua ini. Lelaki itu juga menangis dan menyesali kesalahannya di masa lalu yang menyeret adik kandungnya.

Andara sudah memaafkan kesalahan Shankara. Dia pasrah jika memang menjadi istri Ananta adalah jalan hidup yang harus dilaluinya. Andara juga meyakinkan kakaknya bahwa dia akan bahagia hidup dengan Ananta.

Terlepas dari masalahnya dengan Shankara, Andara tahu lelaki itu adalah orang yang baik. Jadi apa lagi yang harus Andara khawatirkan?

Sementara di sebuah kelab malam di pusat kota, Ananta sedang duduk di kursi VIP. Sebatang rokok terselip di bibirnya. Sedangkan tangannya berisi gelas minuman. Wajah tampannya yang dingin tersamarkan cahaya redup dan asap tebal di udara.

Lampu-lampu disko menari liar. Mengiringi dentuman musik dan tawa para pengunjung.

Ananta tidak sendiri. Seorang perempuan berambut pirang duduk tanpa malu di atas pangkuannya. Perempuan itu sibuk meraba-raba dada Ananta, mencium pipinya dan membisikkan sesuatu yang membuat lelaki itu terkekeh pelan.

"Jadi ceritanya kamu baru pulang dari pemakaman?" Perempuan genit itu mengusap dada Ananta yang terbalut kemeja hitam.

Kemeja hitam itu adalah kemeja yang dipakainya saat akad nikah tadi. Di saat orang-orang mengenakan pakaian putih saat menikah, Ananta malah memakai baju hitam untuk menunjukkan sakit hatinya pada Andara, dan terutama Shankara.

Ananta meneguk minumannya. "Bukan pemakaman, tapi pernikahan," koreksinya datar.

Perempuan itu kaget lalu tertawa. "Jadi kamu pengantin baru?"

"Ya."

"Lalu kenapa kamu di sini? Bukannya bikin anak di rumah?" Perempuan itu tertawa lagi sambil mengelus dagu Ananta.

Ananta mengembuskan asap rokoknya ke wajah perempuan itu hingga si pirang itu terbatuk-batuk.

"Karena wanita seperti dia harus tahu hidup bersamaku tidak akan mudah. Aku menikahi dia bukan karena cinta, tapi karena pengkhianatan."

"Oh, wow, kasihan sekali dia."

Ananta tersenyum miring. Bukan Andara yang harus dikasihani tapi dirinya.

Di rumah mewah milik Ananta, Andara baru saja mengganti lampu kamar dengan lampu tidur. Dia membaringkan tubuhnya, mencoba untuk tidur.

Sudah pukul satu malam, tapi tidak ada tanda-tanda Ananta akan pulang. Agaknya lelaki itu lupa status barunya sebagai suami.

Andara memejamkan mata. Baru beberapa menit, deru mesin mobil yang memasuki halaman rumah melalui pagar otomatis memaksa Andara membuka mata.

Andara bangkit lalu mengintip dari jendela.

Jantungnya berdebar. Dia melihat siluet Ananta turun dari mobil. Namun yang membuat lututnya lemas adalah ketika mengetahui lelaki itu tidak sendiri.

Seorang perempuan lain turun dari kursi penumpang. Perempuan itu berjalan melenggak-lenggok sambil tertawa lalu merangkul Ananta masuk ke dalam rumah.

Andara mundur beberapa langkah. Dadanya sesak. Napasnya tercekat.

Siapa perempuan berambut pirang yang dibawa Ananta pulang?

Andara lantas keluar dari kamar untuk menyambut suaminya.

Pintu rumah dibuka. Andara berdiri mematung di balik lemari. Suara high heels mengetuk lantai berpadu dengan tawa renyah.

Ananta dan perempuan yang bergelayut manja di lengannya menghentikan langkah ketika menyadari keberadaan Andara. Tawanya lenyap, berganti dengan tatapan dingin yang menusuk.

"Kenapa belum tidur?" tanyanya pada Andara.

"Aku menunggu Mas Nata pulang," jawab Andara pelan.

"Menungguku? Buat apa? Kamu pikir aku akan membawa bunga lalu mencium pipimu seperti pengantin baru di drama-drama cheesy itu?"

Andara terdiam. Tidak menyangka inilah yang akan didengarnya dari mulut suaminya.

"Jangan pernah berharap apapun dariku, Andara. Aku menikahimu bukan karena mencintaimu atau karena merasa bertanggung jawab atas kehamilanmu, tapi karena aku ingin menyakitimu agar kakakmu mengerti seberapa dalam luka yang kurasakan." Lelaki itu mendesis tajam tepat di depan Andara.

"Mas Nata...." Andara menggelengkan kepalanya.

"Apa? Mau ngadu sama kakakmu yang pengkhianat itu?" Api kebencian menyala tinggi di wajah Ananta. "Silakan lakukan. Berdoalah agar kakakmu bisa menyelamatkanmu karena hidup denganku tidak pernah mudah, Andara."

Air mata gadis polos itu mulai merebak dan siap untuk ditumpahkan. "Jadi Mas Nata menikahiku hanya karena dendam?" lirihnya nyaris menangis.

Ananta mendengkus menertawai kebodohan Andara. "Jangan terlalu naif, Andara. Sejak malam itu kamu tahu persis aku melakukannya bukan karena menginginkanmu."

Andara terpaku. Hatinya hancur berderai. Air mata yang sejak tadi dia bendung akhirnya jatuh juga mengaliri pipinya yang pucat.

Perempuan pirang itu, yang berdiri di sebelah Ananta, tersenyum sinis, seolah sedang menikmati penderitaan Andara. "Jangan menangis, anak manis. Seharusnya kamu bahagia karena menjadi istri Ananta. Padahal seharusnya aku yang menjadi istri Ananta," kata perempuan itu menggoda, membuat Ananta terkekeh kecil.

Kemudian keduanya kembali melangkah. Perempuan itu sengaja menyenggol bahu Andara saat melewatinya.

Andara mengekor di belakang keduanya sampai ke depan kamar.

"Mau apa?" tanya Ananta saat Andara hendak masuk ke kamar yang sama dengannya.

"M-mau tidur."

"Ya tidur aja. Banyak kamar di rumah ini. Terserah mau yang mana asal jangan kamarku. Kamu pikir kamu siapa, hah?! Dan ingat, aku biasa tidur dengan wanita manapun, dan malam ini bukan dengan kamu."

Pintu lalu ditutup tepat di depan hidung Andara setelah Ananta dan wanitanya masuk ke kamar.

Andara membeku di tempatnya berdiri. Dari sekian banyak cara yang bisa dilakukan lelaki itu, kenapa cara ini yang dipilih oleh Ananta untuk menyakitinya?

Dengan perasaan terluka dan air mata yang bercucuran Andara membawa langkah, mencari kamar lain tempatnya tidur malam ini.

Dan mungkin... juga untuk malam-malam selanjutnya.

**

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Jati Setiasri
Bagus ceritanya ...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 243

    Shankara menarik napas panjang sambil membujuk Kaivan agar tetap bertahan di sana. Lelaki itu berlutut di lantai sembari meletakkan kedua tangannya masing-masing di bahu Kaivan."Kai, coba dengar Om dulu." Ia mencoba menenangkan Kaivan yang gelisah. "Malam ini kita menginap di sini, besok baru kita pulang ya?" bujuknya."Nggak mau!" Kaivan menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Kai mau main sama Kak Thalia.""Tapi Kak Thalia nggak ada di rumah. Dia di rumah Tante Calista.""Kalau gitu Kai mau pulang ke Bandung sekarang. Kai mau telepon Mama. Suruh Mama jemput sekarang." Kaivan mulai merengek.Shankara semakin panik. Ia tidak mau Kaivan mengadu pada Andara yang membuat semua jadi kacau."Ka, nggak usah dipaksa," ujar Ananta. Suaranya terdengar lemah.Shankara menatap sahabatnya itu. Ia bisa merasakan perasaan Ananta. Lelaki itu pasti sangat sedih."Ya udah, kita telepon Mama, tapi nanti kalau udah nyampe rumah ya." Shankara memutuskan untuk mengalah daripada memperunyam suasana. "Sekarang

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 242

    Anak kecil itu memandangi pria dewasa di sebelahnya dengan benak dipenuhi pertanyaan. Ia berusaha menyerap informasi yang tidak sanggup ia cerna."Papa? Papa Kai, kan, lagi di Bandung, Om," ujarnya bingung.Shankara sempat terdiam sepersekian detik, lalu tersenyum kaku. "Oh iya, Om lupa. Om salah bicara. Bukan papa Kai maksudnya, tapi teman Om."Kaivan memiringkan kepalanya. “Teman Om?"“Iya, dia teman Om. Orangnya baik. Nanti Kai bisa kenalan,” jawab Shankara, mengusap kepala mungil itu.Bocah itu tampak belum sepenuhnya puas dengan jawaban sang paman, tapi akhirnya mengangguk kecil. “Kalau baik, Kai mau. Tapi Om ikut ya?”“Ikut dong. Om nggak bakal ninggalin Kai.”Shankara menggandeng tangan Kaivan menuju rumah. Setiap langkah kecil bocah itu terdengar jelas, seakan menambah degup jantung yang berkejaran di dada Shankara sendiri. Ia tahu cepat atau lambat kebenaran akan terungkap, tapi untuk saat ini ia memilih menjaga agar hati anak itu tidak kaget terlalu cepat. Dan tentu saja aga

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 241

    Andara menata pakaian Kaivan ke dalam koper kecil berwarna biru. Kaivan duduk di tepi ranjang. Kakinya yang mungil berayun-ayun. Sesekali ia mencoba memasukkan mainan dinosaurus kesayangannya ke dalam koper.“Kai, cuma boleh bawa satu mainan, sayang. Itu koper isinya baju, bukan kebun binatang,” ucap Andara sambil melipat kaus bergambar lumba-lumba.“Tapi Kai mau bawa T-Rex sama Triceratops juga,” rengek bocah itu dengan wajah penuh strategi.Andara menghela napas, lalu menatap matanya yang bundar. “Dua mainan, nggak lebih. Mama titip T-Rex, Kai boleh pilih satu lagi buat dibawa. Deal?”“Deal!” seru Kaivan ceria, lalu menyelipkan Triceratops kecil ke sudut koper.Shankara yang dari tadi bersandar di pintu setelah Kaivan memaksa melihat kamarnya yang estetik, hanya tersenyum melihat interaksi ibu dan anak itu. “Ra, jangan terlalu keras, namanya juga anak-anak. Kalau bawa mainan segambreng juga nggak masalah.”Andara spontan memandang. “Abang gampang ngomongnya. Nanti kalau barangnya ke

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 240

    Sudah empat tahun Andara menetap di Paris. Tapi kota yang terkenal dengan julukan La Ville Lumiere itu bagaikan persinggahan sementara karena Andara sering bolak-balik ke negara-negara lain.Sejak usia Kaivan dua tahun, Andara memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak dengan Lumiere Models. Ia berdiri sendiri karena sudah punya modal selain skill dan pengalaman, yaitu nama besar. Kini, ia mengelola karirnya secara mandiri, memilih klien sesuai visi kreatifnya, dan menetapkan tarif sendiri.Perjalanan profesional Andara membuatnya sering bolak-balik Indonesia. Bahkan belakangan ini ia lebih sering tinggal di Indonesia. Namanya sudah dikenal di tanah air. Banyak yang mengajaknya berkolaborasi dan menyewa jasanya secara pribadi. Ia juga semakin sering berkeliling dunia, karena setiap kali ada event yang mengundang klien yang ia tangani ke luar negeri, Andara juga wajib ikut.Dengan ritme hidup seperti itu, Andara belajar menyeimbangkan antara karir internasional dan kehidupan keluarg

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 239

    Butuh waktu enam minggu bagi Andara untuk mempersiapkan segalanya. Dimulai dari mengurus dokumen-dokumen pribadi hingga surat keterangan medis.Ia teringat pada masa ketika mengikuti summer course di Paris dulu. Waktu itu ia hanya perlu menyiapkan visa Schengen jangka pendek. Prosesnya lebih sederhana, hanya butuh bukti kursus, tiket pulang, dan akomodasi. Dalam waktu yang singkat semua sudah beres, dan ia bisa terbang ke Paris tanpa banyak prosedur tambahan.Sekarang, jalannya jauh lebih panjang. Karena Lumiere mengajukan visa kerja khusus untuknya, ada otorisasi dari pemerintah Prancis yang harus terbit terlebih dahulu sebelum kedutaan bisa menempelkan stiker visa di paspornya.Hari-hari Andara pun kembali dipenuhi penantian. Ia sering membuka portal imigrasi online, membaca ulang prosedur, mencari tahu kisah-kisah orang lain di forum. Ternyata ada yang menunggu sampai tiga bulan, ada juga yang hanya enam minggu. Semua tergantung pada keberuntungan dan kecepatan administrasi.Kadang

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 238

    Andara terpaku sepersekian detik begitu menyaksikan nama yang tertera di layar. Selama sesaat ia berpikir untuk menolak atau mengabaikan panggilan tersebut.Akhirnya ia putuskan untuk menjawab."Halo, El.""Aku dengar dari Mas Kemal kamu udah resign. Itu betul, Ra?" Ello langsung menyerbunya dengan pertanyaan tanpa basa-basi atau salam pembuka."Iya, yang dibilang Mas Kemal nggak salah," jawab Andara berterus terang."Kenapa mendadak? Ada masalah apa?" Sama seperti Kemal pada awalnya, Ello juga mengira Andara berhenti karena memiliki masalah."Nggak ada masalah apa-apa, El. Aku cuma pengen bersolo karir."Ello menghela napas panjang di ujung telepon. “Solo karir ya… Aku paham, Ra. Maksudmu kamu mau fokus sama studio sendiri dan brand kamu sendiri, kan?”Andara mengangguk meski Ello tidak bisa melihatnya. “Iya, El. Aku pengen membangun semuanya dari nol. Aku mau orang ngeliat hasil kerjaku sendiri.”“Aku ngerti, dan jujur, aku bangga sama kamu. Berani banget ambil risiko gini. Nggak se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status