Share

Bab 4

last update Last Updated: 2025-06-04 17:33:32

Hari-hari yang Andara lalui benar-benar seperti di neraka. Tinggal dengan lelaki dingin yang setiap malam berganti wanita dan pulang dengan keadaan mabuk membuatnya seperti berada dalam mimpi buruk tanpa akhir.

Ananta, lelaki yang dulu Andara kenal penuh pesona, bertutur lembut dan baik hati, kini menjelma menjadi pria asing, dingin dan sinis padanya.

Setiap malam Andara mendengar pintu dibanting, tawa manja wanita, serta bau alkohol yang membuatnya mual.

Dia mengunci pintu, memeluk dirinya sendiri dan berdoa agar malam segera berakhir. Namun saat pagi datang, Andara tetap tidak menemukan ketenangan. Ananta tidak pernah menganggapnya ada. Dia seperti makhluk asing di rumah itu yang dibutuhkan hanya sebagai pembantu. Setiap kali mata mereka bertemu, yang Andara temukan hanya kebencian dan kehampaan.

Andara tahu, ini bukan rumah, tapi penjara. Sayangnya dia belum menemukan kunci untuk bebas. Atau mungkin... dia akan terkurung selamanya di rumah itu.

Pagi ini hari Minggu. Kebetulan Andara mendapat shift pagi. Di hari libur biasanya pengunjung bioskop lebih ramai dari biasanya.

Andara membuatkan sarapan untuk Ananta sambil menahan mual. Semakin hari hampir setiap pagi dia muntah-muntah. Morning sickness yang semakin sering datang membuatnya tidak sanggup menelan apa-apa selain udara pahit kenyataan.

Ananta masih tidur di kamarnya saat sarapan selesai. Entah perempuan random mana lagi yang laki-laki itu bawa pulang.

Andara menulis pesan di kertas agar Ananta bisa membacanya nanti.

[Mas, aku shift pagi hari ini. Sarapannya udah aku siapin. Untuk kamu dan wanita itu.]

Andara membaca pesan yang dia tulis di dalam hati dengan getir. Setelahnya dia pergi.

Sorenya setelah shift selesai Andara menyempatkan diri mengunjungi Shankara. Sudah cukup lama mereka tidak bertemu.

Shankara sendiri yang membuka pintu. Kakaknya itu sedikit terkejut melihat kedatangan Andara. 

"Andara...."

Andara memaksakan senyum. Senyum yang samar, lelah, dan penuh kepura-puraan.

"Kamu sendiri?" tanya Shankara sambil melirik ke halaman yang kosong dari mobil Ananta.

"Iya. Boleh aku masuk, Bang?"

"Masuk aja, Dek. Ini, kan, masih rumahmu." Shankara menggeser kakinya, memberi ruang.

Andara melangkah lalu duduk di sofa tua yang sebagian kulitnya sudah robek. Jari-jemarinya menelusuri garis-garis pada bagian yang robek itu. Dulu mereka sering berebutan tempat di sofa tersebut.

Shankara membuatkan teh hangat. Sedangkan Andara merenung memerhatikan keadaan rumah. Tidak ada yang berubah. Semua masih sama seperti dulu. Satu-satunya yang berbeda adalah Andara tidak lagi tinggal di rumah itu.

"Kenapa sendiri? Ananta mana?"

Lamunan Andara buyar oleh Shankara yang meletakkan teh di meja kayu di hadapannya lalu ikut duduk sepertinya.

"Mas Nata lagi sibuk, Bang."

Ya, lelaki itu memang sibuk dengan para wanitanya.

"Sibuk apa? Ini, kan, hari Minggu." Shankara mengerutkan dahi.

"D-dia hangout sama teman-temannya." Lagi, Andara berbohong.

"Kamu nggak diajak?"

"Kan, temannya laki-laki semua, Bang. Malu ah, aku sendiri perempuan." Andara membuat tawa, tangannya meraih gelas teh lalu buru-buru menyesapnya. Dia ingin segera mengalihkan topik. Tolong bicarakan apa saja, asal jangan Ananta.

Sementara Shankara terus memerhatikan Andara yang membuatnya sedikit gugup.

"Kak Calista mana, Bang?" Andara bertanya setelah mengembalikan gelas teh ke meja.

"Ada. Tadi ke rumah tetangga."

"Gimana kandungannya?"

"Sehat." Shankara menjawab singkat. "Kamu sendiri gimana? Kandunganmu?"

"Aku sehat. Kandunganku juga," jawab Andara riang. Dia mengubah sikapnya. Berpura-pura ceria di depan kakaknya untuk menutupi penderitaannya.

Shankara diam sejenak. Matanya menelisik wajah Andara.

"Gimana Ananta? Dia... memperlakukan kamu dengan baik, kan?" tanyanya hati-hati.

Pertanyaan itu bagaikan anak panah yang menancap tepat ke jantung Andara.

"I-iya, b-baik." Andara merutuki diri yang menjawab dengan gugup. Dia memasang senyumnya untuk menutupi kegugupannya.

Shankara masih menatapnya tanpa mengatakan apa-apa. Tapi diamnya pria itu seperti udara panas yang menyesakkan dada.

"Mas Nata baik. Dia sayang sama aku, Bang. Juga sama anak ini." Andara terpaksa menciptakan kebohongan lain sambil mengusap perutnya.

"Syukurlah." Shankara tersenyum tipis.

Andara juga tersenyum.

Hening menyelinap di antara mereka. Suara detak jarum dinding terdengar lebih keras dari biasa. Shankara terus menatap Andara. Andara tidak tahu apa yang tengah dipikirkan kakaknya itu.

"Andara...," panggil Shankara memecah hening.

"Ya?"

Shankara menarik napasnya, seperti ada beban berat yang akan dia ucapkan. "Abang minta maaf. Kalau bukan karena Abang kamu nggak akan begini. Masa depan kamu masih panjang. Kamu nggak perlu menikah secepat ini," sesal lelaki itu.

"Udah ah, Bang. Jangan minta maaf terus. Semua, kan, udah lewat. Aku juga bahagia sama Mas Nata." Andara tersenyum seolah semua baik-baik saja. "Bentar ya, Bang. Handphoneku bunyi. Kayaknya ada yang nelepon deh."

Andara mengeluarkan ponsel dari dalam tas. Dahinya sontak berkerut ketika melihat nama Ananta tertera di layar.

Untuk apa lelaki itu meneleponnya? 

**

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 336

    Shankara menyilang satu lagi tanggal di kalender meja. Satu hari lagi telah terlewati dan masih tidak ada kabar dari Vanka.Kadang Shankara berpikir, apa laporan orang hilang yang dibuatnya benar diproses polisi? Atau tidak pernah dilakukan pencarian sama sekali?Di mana Vanka saat ini? Apa dia masih hidup? Atau ...Shankara mengusap mukanya dengan kasar. Ia buru-buru menepis pikiran buruk tersebut."Papa masih mikirin Tante Vanka?"Suara itu mengeluarkan Shankara dari lamunannya. Thalia kini sudah berada di dekatnya dengan tangan menggenggam handphone. "Nggak. Papa nggak mikirin apa-apa," dusta Shankara."Move on dong, Pa. Jangan mikirin Tante Vanka terus," kata Thalia tidak percaya. Shankara pun tertawa. Anak sekecil ini bisa mengucapkan kata-kata seperti itu. "Move on itu apa, Thal?" ujinya.“Kayak ... berhenti sedih. Mulai bahagia lagi,” jawab Thalia sambil menatap ayahnya dengan serius, seperti menasihati orang dewasa.Shankara terdiam lama. Matanya menatap ke arah jendela, k

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 335

    Tujuh bulan kemudian ... Andara sangat menikmati hari demi hari selama kehamilannya. Hari-harinya memang berat karena kehamilan kembarnya, tapi Andara tidak ingin menyerah. Hanya tinggal sedikit lagi maka buah hatinya akan lahir ke dunia. Tanpa terasa saat ini sudah menginjak bulan ke sembilan kehamilan Andara. Menurut prediksi dokter sekitar satu minggu lagi bayinya akan lahir. Andara semakin kewalahan berjalan akibat bobot tubuhnya yang berat. Apalagi ia mengandung dua bayi. Jangankan dua, mengandung satu anak saja bukanlah hal yang mudah. Tapi Andara tidak henti bersyukur karena memiliki Ananta yang selalu ada di sisinya. Perlengkapan bayi sudah dibeli sejak lama. Kamarnya juga sudah disiapkan untuk menyambut anak kembar itu. Kamar tersebut didominasi oleh nuansa biru dan putih. Sedangkan untuk rumah sakit, Ananta juga sudah sejak jauh-jauh hari mem-boooking-nya. Ananta memberikan yang terbaik untuk orang-orang yang dicintainya. Semakin mendekati hari kelahiran si kembar, A

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 334

    Shankara tidak membuang waktu. Setibanya di Indonesia ia hanya melepas lelah sejenak sebelum bergerak mencari Vanka.Dilihatnya kamar Vanka. Barang-barang perempuan itu masih ada di sana. Pakaiannya terlipat rapi di lemari. Hal tersebut membuat Shankara cukup lega. Bisa saja Vanka akan kembali ke rumahnya.Shankara mencoba menghubunginya, berharap kali ini panggilannya direspons. Tapi ia harus kecewa.Lalu Shankara menghubungi semua teman-teman Vanka yang kontaknya ia dapat dari Andara. Tapi semua mengatakan tidak tahu. Kata mereka Vanka tidak pernah menghubungi mereka dalam waktu dekat ini.Shankara meremas rambutnya frustrasi sambil menatap layar handphonenya. Benda itu sudah panas karena Shankara tidak berhenti menghubungi orang-orang."Abang harus nyari kamu ke mana lagi, Van?" erang Shankara putus asa.Satu-satunya tempat yang belum Shankara datangi adalah rumah orang tua Vanka.Shankara memutuskan untuk pergi ke sana meski hatinya diliputi ragu. Ia tahu betul agak mustahil Vanka

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 333

    "Gimana hasilnya, Mas?" buru Andara tidak sabar setelah suaminya pulang."Nihil," jawab Ananta sembari membuka jas dan melemparkannya dengan asal ke sofa. "Nggak ada jejak sama sekali. Dari bandara, stasiun, kafe, butik, sampai pelabuhan, semuanya."Andara menatap suaminya yang terlihat benar-benar lelah. Kemeja Ananta kusut, rambutnya sedikit berantakan, bahkan wajahnya tampak lebih pucat dari biasanya. "Kalian udah nyari ke semua tempat?""Iya, Andaraaa. Tadi ke bandara dulu. Terus stasiun, pelabuhan, promenade, cafe, butik, casino." Ananta berhenti sebentar, menghela napas berat. "Semuanya. Dan hasilnya sama. Nol besar.""Hah? Nyari ke casino juga?" Andara tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. "Gila ya kalian? Emangnya Vanka mau main judi?""Siapa tahu aja. Tapi tetap nggak ada."Andara tercenung. Tadi ia juga sudah mencoba menghubungi Vanka sampai berkali-kali, dan hasilnya tetap sama. Kakak iparnya itu sama sekali tidak bisa dihubungi. "Emang masalahnya apa sih sampai Vank

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 332

    "Mas Nata mau ke mana?" tanya Andara begitu bertemu dengan suaminya di lobi. Sejak tadi Andara mencarinya."Vanka hilang. Aku dan Abang mau nyari dia.""Apa, Mas? Hilang?!" pekik Andara tertahan dan cepat-cepat membekap mulutnya dengan telapak tangan lantaran orang-orang di sekeliling memandang ke arahnya. "Gimana bisa hilang, Bang?" Andara menggeser tatapannya pada Shankara."Nanti Abang cerita ya, Ra. Abang mau nyari Vanka dulu. Abang titip Thalia," kata Shankara."Iya, Bang, hati-hati. Kamu juga, Mas."Ananta mengusap lembut pundak Andara kemudian berlalu dari sana.Monaco terasa lebih panas daripada biasanya meskipun angin laut sesekali membawa kesejukan. Ananta dan Shankara duduk di dalam mobil yang disewa. Mereka meluncur cepat menuju bandara. Mereka sepakat tidak membuang waktu untuk memeriksa hotel. Karena keyakinan Ananta dan Shankara adalah Vanka pasti sudah pergi jauh dari situ.Tempat pertama yang mereka kunjungi adalah bandara. Berdasarkan analisa Ananta, kemungkinan bes

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 331

    Pagi itu Ananta dengan keluarga kecilnya sudah berada di restoran. Mereka duduk melingkari meja yang di atasnya terdapat hidangan kontinental yang menggugah selera seperti croissant hangat berlapis mentega, omelet keju yang masih mengepulkan uap, potongan keju brie dan smoked salmon, serta semangkuk buah beri segar berwarna-warni.Tidak ada sekat antara pembantu dan majikan. Darmi juga ikut duduk bersama mereka untuk sarapan bersama."Ini buah apa namanya, Ma?" Kaivan mengambil buah berry dan menunjukkannya pada Andara.Andara tersenyum lembut, memandangi anak laki-lakinya yang tengah memiringkan kepala dengan rasa ingin tahu. "Itu namanya blueberry, Sayang," jawabnya sambil menyodorkan sendok kecil. "Rasanya agak asam tapi segar. Coba deh satu."Kaivan mengendus-endus buah itu lebih dulu sebelum akhirnya memakannya. Wajahnya langsung meringis. "Ih, asam, Ma!" serunya polos, membuat Thalia yang duduk di sebelahnya tertawa kecil sampai pipinya memerah.“Shankara belum turun ya?” tanya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status