Gagah sedang ada dalam periksaan dokter di ruang UGD. Ibunya yang terus menangis dan Ganis yang berusaha tetap tenang, menunggu hasil observasi dari dokter. Anaknya yang biasa lincah itu, kini hanya terbaring lemah dengan infusan di tangan. Dokter sudah memutuskan kalau Gagah harus dirawat inap, dengan diagnosa sementara suspect DHF (Demam Berdarah). Suatu penyakit yang diakibatkan karena gigitan nyamuk Aedes Aegypti."Sebenarnya saat kamu di Timika, Gagah sudah menunjukan kalau tubuhnya tidak sehat. Sering mengalami panas tinggi, tapi hari besoknya biasa lagi.""Ibu gak ceritakan sama Ganis." "Ibu kira hanya demam biasa aja."Ganis pun tidak bisa menyalahkan ibunya yang sudah mencurahkan kasih sayang dalam merawat Gagah. Sudah sangat membantu Ganis, dalam menjalani hari-harinya.Sekarang Gagah sudah di ruangan rawat inap anak-anak. Kondisinya malah semakin lemah, hingga Ganis tidak sedikitpun melepaskan pegangan tangan pada anaknya. Kemudian ada kunjungan pemeriksaan dari dokter sp
Ganis ikut berlutut di hadapannya. "Pran ... jangan disesali, kamu sudah menolong Gagah. Darahmu akan mengalir di tubuhnya. Kamu sudah melakukan apa yang harus dilakukan seorang bapak kepada anaknya." Prana mengangkat wajahnya, sudah tidak bisa dijelaskan bagaimana ekspresi wajahnya. Membuat Ganis mengusap air mata suaminya dengan penuh pengertian. "Terima kasih, untuk tidak mengeraskan hatimu. Kamu telah menyelamatkan Gagah." Ganis merengkuh kepala Prana, ke pelukan. Tubuh Prana bergetar kembali, baru kali ini dia menangis melepaskan rasa sesak di dada. Tidak bisa berkata sepatah kata pun, terasa berat dengan penyesalan yang sedang dirasakan. Bahkan, untuk berkata maaf saja merasa belum sanggup. Ganis membantu mengangkat tubuhnya, hingga berdiri. Membimbingnya, mendekati ranjang di mana Gagah berbaring tidur. Ia membiarkan Prana menatap wajah anaknya. Momen ini tidak ingin Ganis ganggu.Ia melihat tangan besar itu menyentuh pipi Gagah, mengelusnya dengan lembut. Air mata Prana ter
Hasil pemeriksaan darah dari laboratorium sudah keluar, dinyatakan trombosit anaknya sudah normal kembali. Dokter memuji Gagah, sebagai anak pintar yang penurut dan tidak rewel. "Pasti anak sepintar Gagah, akan cepat sembuh." kata dokternya. Sebelum berlalu dari ruangan.Semua merasa lega dan Prana berlutut di di depan pangkuan Naning yang sedang duduk di atas sofa. "Ibu, ampuni Prana yang sudah meragukan kesetiaan Ganis selama ini. Berlaku tidak adil, membuat ibu ikut repot mendampinginya." aku Prana, tertunduk dengan penyesalan yang sangat mendalam.Naning memegang kedua bahunya, "Kamu anak ibu juga. Lupakan yang lalu dan teruskanlah rumah tangga kalian dengan berlandaskan saling percaya." nasihat Naning dengan bijak. Berusaha untuk tidak menghakimi dengan kata-katanya.Mengangkat tubuh Prana, untuk duduk di sisinya. Naning mengelus punggung menantunya itu dengan lembut. Ia mengerti, bagaimana beban rasa bersalah Prana kepada Ganis sangatlah besar sekali. Butuh kesiapan untuk menan
"Pran," panggil Ganis, menyadarkan Prana."Kenalkan teman SMA-ku, Yuni dan Duta." Ia menarik Prana lebih dekat, pada suami-istri sahabatnya itu.Dengan canggung Prana menyalami mereka, terutama saat bersalaman dengan Duta. Sepertinya dia berusaha mengendalikan diri.Tanpa disadari, Prana menghilang ketika mereka mengobrol cukup lama. Saat mau pamitan, Ganis mencari sosok Prana di sekitar ruangan, tetapi tidak menemukannya. "Maaf, Yun. Sepertinya suamiku lagi ke kamar mandi, atau ke luar.""Tidak apa-apa, Nis. Aku pamit pulang, ya? Salamin ke ibu." kata Yuni."Salam juga untuk suamimu, Nis." ucap Duta.Ganis terpekur, duduk menatap Gagah yang tertidur. Pikirannya mengingat sikap Prana tadi, yang menghilang begitu saja tanpa permisi.Ganis sama sekali tidak tahu, kalau Prana sengaja menghindari kedua temannya itu.Dengan tangan terkepal, Prana berusaha mengendalikan emosinya. Bulak-balik di sebuah lorong rumah sakit yang sepi. Dia tidak ingin merusak apa yang sudah membaik. Harus menyel
Tidak lama setelah kepergian teman-teman dari kantor, tante Rini datang dengan om Gustaf.Ganis dipeluknya, terlihat sarat dengan rasa kangen dan haru secara bersamaan. Rini melihat wajah Ganis dengan uraian air mata, kemudian memeluk kembali dengan erat. "Maafkan Tante, maafkan Prana juga Nis." bisiknya, parau.Ganis melepas pelukan dan tersenyum. "Tante tidak salah, hanya ponakan Tante ini yang memang bodohnya sejagat raya. Main asal tuduh, tanpa mencari dulu kebenarannya." Ganis memelototi Prana dengan gemas. Tapi sudah tidak ada kemarahan di sorot matanya.Rini jadi tergugu dengan sikap Ganis. Ia jadi tersenyum, melihat Prana yang sedang menatap istrinya dengan sejuta cinta di manik mata, "Aku ingin melihat anakmu, Nis. Prana sudah menceritakan gimana tampannya anak itu.""Mirip siapa, coba? Suka memuji diri sendiri." ungkap Ganis, meledek suaminya yang kepedean.Ia menyalami om Gustaf yang tersenyum padanya. "Apa kabar, Om?" sapanya."Baik, Nis." tatapnya. "Cinta Prana sama kamu
Pagi yang sangat cerah, Prana sudah membuka gorden hingga sinar matahari masuk menghangatkan ruangan. Dia melihat istrinya, masih meringkuk di sofa dengan mata terpejam. Sama sekali tidak terusik oleh cahaya yang sudah terang benderang. Prana hanya tersenyum, membiarkan Ganis memuaskan tidurnya.Gagah sudah tampak rapi, karena Prana sudah mengelap tubuh dan mengganti pakaiannya. Terlihat sudah sehat."Mami beum banun Papi, banunin gih." tunjuk Gagah ke maminya."Biarin aja, kemarin mami sangat capek. Jadi, perlu banyak tidur.""Mami, kalau ndak dibanunin, ngak banun-banun. Gagah cuka diculuh eang banunin mami.""Gimana cara Gagah bangunin mami?" tanya Prana penasaran."Cium bibilna" tunjuk Gagah, ke bibirnya yang mengerucut.Prana tertawa. 'Kok sama, ya?' pikirnya, merasa tergugu."Papi cium mami, bial banun.""Mau sama Gagah atau sama Papi?""Bocan ah cama Gagah teus, gatian cekalang cama Papi aja."Ya, ampun! Prana benar-benar gemas dibuatnya. Namun, dia mengikuti juga saran anakny
Ganis menggeliatkan tubuhnya, yang terasa sakit dibagian-bagian tertentu. Ia baru menyadari kalau seharian kemarin sampai semalam, ia terus digempur oleh suaminya. Tubuh keren Prana seolah tidak mengenal lelah, sangat kuat tidak terbantahkan."Sudah bangun?" sapa Prana dengan senyum yang memikat."Kamu kejam, membuat tubuhku sangat lemas dan sakit-sakit begini." keluh Ganis."Anggap saja itu hutangmu, di Puncak dan di sungai Mayon." gelak Prana spontan."Dasar!" Ganis memukul dada terbuka suaminya.Prana langsung mengambil tangan yang dipakai untuk memukul, lalu mencium Ganis sambil terus menatapnya. Ia merebahkan kepala di atas lengan, sementara rambut panjangnya tersebar, memunculkan wajah cantik alaminya. Prana seolah tidak merasa bosan untuk terus memandangi kelebihannya itu."Pran, aku lapar." Ganis menyentuh perut, yang mulai terasa perih."Kita pesan online saja, ya?" usul Prana. Ikut mengelus perut mulus istrinya."Pasti lama." Ganis menunjukan ketidaksabarannya."Sudah lapar
Semua merasa lega setelah lima hari Gagah di rawat, dokter menyatakan sudah sembuh dan boleh pulang.Anak itu sangat senang saat selang infus terlepas dari tangan. Langsung memeluk Prana, bergelayut, mengalungkan tangan di lehernya.Untuk sementara mereka tinggal di apartemen, sedangkan Naning ikut dengan Tante Rini. Saat keduanya sudah masuk kerja, Gagah dititipkan dulu ke eyangnya.Memasuki kantor seakan mendapat aura baru. Awalnya semua orang kaget dengan kenyataan, kalau Direktur Utama mereka sudah menikah dan punya anak. Lebih kaget lagi, saat mengetahui kalau istrinya tiada lain orang yang mereka kenal juga. Yaitu Ganis, wanita cantik dari divisi Site Engineer. Jadi terkenal namanya, hingga banyak yang memberi ucapan selamat.Ganis langsung disodori tugas oleh Mila, untuk menangani interior sebuah rumah besar di kawasan perumahan elite. Lokasinya tidak begitu jauh dari kawasan gedung perusahaan. "Nis, klien kita kali ini sepenuhnya menyerahkan pada ide kreatif kita. Tidak ada